LIN Batal di Maluku, Ini Kata Wakil Rakyat

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Sudah ada sinyal dari sejumlah anggota DPR RI dapil Maluku bahwa ada isolasi soal lahan yang belum beres.

Sikap pemerintah yang tidak akan menjadikan Maluku sebagai daerah Lumbung Ikan Nasional (LIN) karena sejumlah alasan, merupakan kesalahan semua pihak, baik pemerintah daerah maupun DPRD provinsi.

"Persoalannya akibat ketidaksiapan pemda termasuk DPRD, sehingga merupakan bagian dari kegagalan semua pihak," kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Turaya Samal di Ambon, Minggu.

Menurut dia, masalah LIN itu sudah jelas jadi nanti ada pertemuan antara anggota DPRD provinsi dan Gubernur Maluku dengan DPR RI menyampaikan hal terkait tidak jadinya LIN ditempatkan di daerah ini. "Dari awal sudah disampaikan bahwa ketika kita menginginkan sebuah infrastruktur yang besar masuk di Maluku, mestinya sudah mempersiapkan segala hal," ujar Turaya.

Karena sudah pasti dari pusat tidak menyetujui sesuatu yang master desainnya kurang baik, kemudian dari sisi infrastruktur dan sumber daya, dimana datanya kurang dipersiapkan. "Kami berharap bahwa ini bisa dikomunikasikan dengan baik karena masyarakat Maluku sudah berharap dan bernyanyi-nyanyi bahwa kita diberikan pemerintah sebuah infrastruktur besar dan menambah pendapatan asli daerah, kemudian bagaimana mengelola hasil-hasil perikanan kita dengan baik dan dikemas langsung di sini," tandasnya.

Bila program LIN gagal, maka selama ini hanya diberikan harapan palsu, sehingga diharapkan pemda bisa lebih optimal dalam memperjuangkan berbagai program yang mendongkrak PAD dengan melakukan berbagai persiapan secara matang dari awal.

Komisi II sudah lama menyuarakan hal ini ke OPD terkait hingga ke pusat, dan diharapkan ada keterbukaan dari pemerintah sebenarnya apa yang menjadi persoalan hingga program LIN tidak jalan.

Anggota DPRD Maluku asal dapil Seram Bagian Timur, Alimudin Kolatlena mengatakan, sudah ada sinyal dari sejumlah anggota DPR RI dari dapil Maluku bahwa ada isolasi dari pemerintah soal lahan LIN yang belum beres.

Kemudian ada penelitian dari tim khusus bahwa di situ ada bekas-bekas peninggalan Perang Dunia II berupa ranjau atau bom, sehingga ada penilaian pemerintah bahwa tempat itu tidak layak dijadikan lokasi pembangunan infrastruktur untuk program LIN.

"Jika kesimpulan dari pemerintah seperti itu maka harus diingat kalau Maluku itu bukan cuma Pulau Ambon, tetapi ada wilayah lain seperti Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual yang dari sisi infrastrukturnya sudah hampir memadai maka lokasinya bisa dialihkan ke sana," ucapnya.

Artinya pemerintah harus menyiapkan rencana alternatif, dalam hal penyediaan lahan bila agenda memperjuangkan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional ini dianggap penting. Daerah lain yang juga bisa dijadikan alternatif adalah Pulau Seram yang saat ini terdapat tiga kabupaten.

Pemprov Maluku juga perlu memperkuat posisi lobi di tingkat pusat, dan harusnya melakukan evaluasi terhadap langkah apa yang telah ditempuh selama ini. "Beberapa waktu lalu Pemprov Maluku juga sudah menyatakan soal lahan untuk infrastruktur LIN aman, tetapi harus dibarengi juga dengan kerja-kerja di lapangan seperti pendekatan dengan masyarakat untuk memastikan," katanya.

SOROTI SOAL SMI
Selain itu, DPRD juga menyoroti kebijakan Pemprov Maluku yang meminjam Rp700 miliar dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tahun lalu, karena ternyata berpengaruh terhadap realisasi Dana Alokasi Khusus tahun anggaran 2022 yang hanya sekitar Rp14 miliar. "Belajarlah dari pinjaman SMI itu yang mengakibatkan DAK infrastruktur kita menurun," kata Sekretaris Komisi III DPRD Maluku, Rofiq Afifudin di Ambon, Sabtu.
Penjelasan Rofiq juga sudah disampaikan saat komisi melakukan rapat kerja dengan DPM PTSP, Balai Wilayah Sungai, Dinas PUPR, dan mitra terkait lainnya dipimpin sekretaris komisi, Hatta Hehanussa.
Menurut dia, melalui pinjaman SMI sebesar Rp700 miliar ini menjadi alasan Kementerian Keuangan menganggap sudah membantu Maluku sehingga DAK infrastruktur 2022 menjadi turun.
"Salah satu Direktur di Kemenkeu mengatakan, kalian dari Maluku ini sudah kami bantu termasuk pada saat pandemi sehingga kalian jangan marah-marah karena hanya mendapatkan Rp14 miliar," ucap Rofiq.
Terkait penggunaan dana pinjaman SMI Rp700 juta, komisi juga akan melakukan pengawasan terhadap sejumlah kegiatan fisik pada beberapa daerah.
Misalnya pembangunan sebuah jembatan di Leihitu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah, komisi meminta laporan pengerjaannya dari awal hingga rampung.
Kemudian pembangunan sarana air bersih di Galunggung, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon) yang airnya belum bisa mengalir kepada masyarakat, maupun program serupa di kabupaten lain seperti Maluku Barat Daya dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar. (AN/KT)

Komentar

Loading...