1.558 Warga Kariu Masih di Pengungsiaan

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Sebanyak 1.558 warga Negeri Kariu , Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), hingga kini masih berada di tempat pengungsian.

Ribuan pengungsian itu, merupakan hasil dari konflik tapal batas yang terjadi antara warga dusun Ory, Negeri Pelauw, dan Kariu Rabu, 26 Januari 2022 lalu.

"1.558 pengungsi ini terdiri dari 350 Kepala Keluarga. Dan hingga ini masih berada di lokasi pengungsian," kata Bupati Maluku Tengah, Tuasikal Abua, saat melakukan rapat dengan Kapolda Maluku, dan Forkopimda di Kota Masohi, Sabtu 5 Februari 2022.

Dikatakan, Jumlah korban meninggal tiga orang dan korban luka tiga orang. Sedangkan Jumlah pengungsi siswa SD sebanyak 138 orang dan siswa SMP sebanyak 69 orang.

"Jumlah rumah terbakar 211 unit, meliputi 183 rusak berat dan 28 rusak sedang. Jumlah tanaman Cengkih yang ditebang 1.030 pohon, jumlah mobil yang terbakar 3 unit, motor yang terbakar 59 unit, jumlah Sekolah yang rusak meliputi 2 ruang kelas SD rusak berat," kata Tuasikal.

Abua juga menyampaikan, berbagai langkah telah dilakukan Pemda Malteng untuk penanganan konflik sosial antara warga masyarakat Dusun Ory, Negeri Pelauw dan Negeri Kariuw.

Dirinya mengakui, pihaknya telah menetapkan konflik sosial Dusun Ory, Negeri Pelauw dan Kariuw dengan status bencana konflik sosial sejak 26 Januari 2022 lalu. "Status bencana berlaku selama 14 hari, dan rencana diperpanjang selama 2 Minggu," ungkapnya.

Diungkapkan, pihaknya telah mendistribusikan bantuan peralatan dan logistik, meliputi terpal ukuran 4x6 sebanyak 37 buah, terpal ukuran 6x8 15 buah, selimut 54 buah, tikar 24 buah, kain sarung pria 40 buah, kain sarung wanita 40 buah, bantuan beras sebanyak 2 ton.

"Bantuan sembako Iainnya berupa Mie 250 karton, gula pasir 200 kg, Ayudes 20 karton, kopi 5 karton, daun Teh 20 dos juga disalurkan," katanya. Tuasikal menuturkan, pihaknya juga sudah menyusun skenario penanganan pengungsi, berupa penyediaan hunian sementara, relokasi dan pemukiman kembali Negeri Kariuw.

"Penempatan staf medis di pengungsian dan kunjungan rutin dokter puskesmas setiap 3 kali dalam seminggu, memantau dan memberikan layanan kesehatan di lokasi pengungsian. Penyiapan rencana belajar mengajar untuk Siswa SD dan SMP di lokasi pengungsian," katanya.

Selain itu, dirinya telah menghadiri pertemuan dengan Kemenkopolhukam, Kemendagri, Kapolda, Pangdam, Wakil Gubernur Maluku, Instansi terkait Iainnya dalam rangka penanganan dan penyelesaian konflik. "Mendampingi Tim Kemenkopolhukam dan Kemendagri untuk memantau lokasi konflik dan lahan yang disengketakan," jelasnya.

Tuasikal mengatakan pihaknya telah menetapkan tim penegasan batas tanah Kabupaten Maluku Tengah, serta penyiapan rencana penanganan sementara para pengungsi selama di lokasi pengungsian.

"Antara lain penyiapan dapur umum, penyediaan peralatan masak, penyediaan sembako, penyediaan air bersih, penyediaan MCK, penyediaan jaringan listrik dan penerangan, penyediaan perlengkapan tidur, penyediaan pakaian anak-anak dan orang dewasa, penyediaan seragam sekolah dan perlengkapan belajar, penyediaan obat-obatan, penyiapan tenda untuk ruang belajar darurat," tuturnya.

Ia juga mengaku pihaknya telah menyampaikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi dan menyebarkan isu-isu hoax terkait konflik Dusun Ory Negeri Pelauw dan Desa Kariuw.

"Saya juga meminta masyarakat Dusun Ory Negeri Pelauw dan Kariuw untuk menahan diri dan menyerahkan penyelesaian masalah konflik kepada aparat Kepolisian dan pihak berwajib," tegasnya.

Dirinya berharap dengan segala ikhtiar serta dukungan dari semua pihak, terutama tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuka agama, aparat TNl-Polri, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, penyelesaian masalah ini dapat segera dituntaskan agar suasana Damai dapat kembali tercipta di Kecamatan Pulau Haruku.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, meminta Forkopimda di Kabupaten Maluku Tengah untuk tidak menganggap bahwa konflik antar kampung yang sering berkecamuk merupakan hal yang biasa terjadi.

Dia menegaskan agar setiap persoalan yang kerap terjadi di tengah masyarakat untuk diselesaikan secepatnya serta tidak berulang lagi. "Caranya yaitu mencari akar masalah dan diselesaikan baik secara adat, maupun hukum positif," tegasnya.

Mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur itu menyampaikan, di Maluku terdapat 52 titik yang berpotensi rawan konflik. Sembilan diantaranya berada di Maluku Tengah.

"52 titik potensi konflik ada di Maluku, 9 titik diantaranya di Maluku Tengah, akar masalahnya hampir sama dengan yang ada di Pelauw dan Kariuw, ini kapan saja bisa muncul jadi konflik terbuka," kata Kapolda.

Terhadap 9 titik potensi konflik di Maluku Tengah, Kapolda meminta Bupati agar dapat mengambil langkah-langkah sesuai Undang-undang (UU) Nomor 7 untuk menyelesaikannya. "Saya mendorong Bupati, DPRD untuk mempedomani UU Nomor 7 tentang Penanganan Konflik sosial, TNI Polri siap mengamankan Pemda dan DPRD," katanya.

"Jangan sampai muncul menjadi konflik terbuka baru kita tangani, tetapi upaya pencegahan itu sudah harus dilakukan sedini mungkin," harapnya. Menurutnya, pendekatan keamanan yang dilakukan dengan masalah tersebut pun tidak bisa sepenuhnya menciptakan situasi Kamtibmas di tengah masyarakat.

Latif juga menekankan ke semua pihak untuk tidak lagi menganggap bahwa konflik atau bentrok antar warga yang sering terjadi sebagai hal biasa. "Jangan menganggap konflik yang sering terjadi di Maluku sebagai suatu hal yang biasa terjadi. Apabila terjadi konflik sosial maka bukan hanya tanggung jawab aparat keamanan TNI-Polri, tetepi semua stake holder memiliki peran dan tanggung jawab masing2 sebagaimana termaktub di dalam UU PKS." Ungkapnya.

Dirinya mengajak Bupati, SKPD dan stekholder lainnya agar dapat bersama-sama menyikapi persoalan tersebut secara serius. "Kita masih punya tanggung jawab besar dalam pemulihan konflik Kariuw ini," tandasnya. (MG2)

Komentar

Loading...