Kcabari Banda Belum Tetapkan Tersangka Korupsi Bandara Naira
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Penyidikan perkara dugaan korupsi proyek runway bandara Naira, Kecamatan Banda Kabupaten Malteng, Kantor Cabang Kejari (Kcabjari) Ambon di Banda kembali memeriksa delapan saksi. Diharapkan segera ada tersangka baru menyusul.
“Kita sudah periksa 8 orang saksi kemarin-kemarin. Sekarang sudah 4 orang lagi yang mau datang untuk pemeriksaan,” ungkap Kacabjari Banda Salahuddin kepada Kabar Timur melalui telepon selulernya Rabu (29/12).
Pemeriksaan saksi dilakukan di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon namun diakui pihaknya belum menggelar ekspos atau gelar perkara untuk menetapkan tersangka. “Untuk gelar perkaranya, masih koordinasi. Kita tunggu tim dulu baru gelarnya. Insyaallah Januari 2022 ini,” akui Salahuddin.
Sementara itu pengacara Yustin Tuny mendesak agar penetapan tersangka segera dilakukan pihak Kcabjari Banda. Kuasa hukum dua terpidana Marthen F Parinussa dan Sijane Nanlohy (kontraktor) yang telah menjalani pidana penjara 4,5 tahun sejak 24 November 2020 itu menyatakan hanya meminta keadilan bagi kedua kliennya.
Sebagai kuasa hukum Yustin melihat ada beberapa pelaku lain yang belum dipidana padahal mereka berpotensi jadi tersangka. Hal itu berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan kala kedua kliennya duduk di kursi terdakwa di persidangan sebelumnya.
Justin mengaku lebih 5 tahun dia berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi kedua kliennya dan mendesak perkara korupsi Runway Bandara Banda Naira dibuka kembali.
Masih menurut dia, perkara dugaan korupsi Bandara Banda Naira menarik berdasarkan bukti surat, maupun fakta persidangan ternyata hal tersebut tidak dikejar Kacabjari Banda waktu itu Jafet Ohello.
Beberapa orang terkait proyek tersebut sesuai fakta persidangan sebelumnya diduga kuat ikut menikmati uang korupsi proyek dimaksud.
Catatan Kabar Timur beberapa saksi yang relatif berperan penting terungkap di persidangan Marthen Parinussa dan Sijane Nanlohy. Antara lain, pelaksana pekerjaan atau peminjam bendera, Welmon Rikumahu, menikmati uang proyek senilai Rp 340 juta.
Uang sebanyak itu digunakan untuk kepentingan pribadi, membeli satu unit truk. Kemudian Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Baltasar Latupeirissa. Ada juga PPK Petrus Marina, akibat tindakannya menandatangani dokumen pencairan proyek tahun 2014 itu, diduga terjadi kerugian negara pada proyek yang tidak direalisasi sesuai kontrak tersebut.
Dia sendiri menerima uang sebesar Rp 10 juta dari dana proyek tersebut. Ada lagi saksi Sutoyo, sebagai pengawas lapangan dia tidak turun langsung ke lokasi proyek. Tapi menyewa orang lain untuk melakukan pengawasan.
Kemudian Noberta Relebulan yang berkapasitas sebagai Pokja ULP bandara Naira. Fakta persidangan yang bersangkutan menerima uang sebesar Rp 60 juta tapi ditransfer melalui rekening orang lain.
Kemudian Rusmin Djalal, berperan selaku bendahara Dinas Perhubungan Malteng ketika itu. Yang bersangkutan melakukan pencairan dana proyek tersebut berdasarkan dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh KPA. (KTA)
Komentar