“Naik Kelas” Duo Petinggi BPS Diperiksa
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kasus pencemaran lingkungan hidup di Gunung Botak, Kabupaten Buru, “naik kelas.” Dua petinggi PT BPS langsung diperiksa.
Duo petinggi PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS), diperiksa menyusul status kasus pencemaran lingkungan di gunung botak, “naik kelas” dari penyelidikan ke penyidikan. Kedua petinggi BPS itu diperiksa oleh penyidik di Bareskrim, Jakrata, Rabu, kemarin.
Kedua petinggi yang diperiksa adalah: Direktur Utama Mintaria Loesiahari dan Fakri Ismail, Direktur Operasional PT. BPS. Mereka berdua dicecar sejumlah pertanyaan. Informasi yang dihimpun Kabar Timur menyebutkan, Bareskrim bertekad mentuntaskan kasus ini dalam waktu dekat.
“Setelah statusnya naik penyidikan segera dirampungkan,” ungkap sumber di Bareskrim, via teleponnya tadi malam. Menurutnya, siapa tersangka di kasus ini akan segera diumumkan setelah sejumlah saksi rampung diperiksa penyidik.
“Kalau sudah rampung sudah pasti siapa tersangka di kasus ini, akan segera kita umumkan. Tunggu saja, informasi selanjutnya,” bebebr dia.
Sebelumnya kasus yang ditangani penyidik subdit 5 Tipidter Bareskrim, BPS telah ditetapkan sebagai tersangka. Direktur Utama BPS telah diperiksa sebagai tersangka pada 15 Januari 2019 lalu.
“Kalau yang saat ini beda dengan sebelumnya. Ini soal lingkungan hidup yang kini dalam penyidikan. Sementara yang kemarin (15 Januari) itu soal pertambangan dan telah dijadikan tersangka,” kata Sumber yang meminta identitasnya tidak disebutkan.
Kuasa hukum BPS Fahri Bachmid, yang dikonfirmasi Kabar Timur via telepon selulernya, membenarkan adanya pemeriksaan terhadap kliennya. Dua kliennya diperiksa penyidik subdit 2 Tipidter Bareskrim, sejak pukul 09.00 WIB hingga 12.30 WIB.
“Mereka diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan untuk menggali keterangan para saksi, dalam hal ini korporasi (BPS) sesuai surat perintah penyidikan nomor: Sprin.Dik/14/I/2019/Tipidter, tanggal 2 Januari 2019,” kata Fahri.
Dalam pemeriksaan itu, sejumlah pertanyaan yang ditanyakan terkait penyidikan pengungkapan dugaan tindak pidana, berupa mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK. “Tadi (kemarin) ada sebanyak 10 pertanyaan yang ditanya kepada klien saya,” ungkap Fahri.
Penyidikan itu, tambah Fahri, diatur dalam Undang-Undang (UU) RI nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara, dan atau Pejabat Pemberi Izin Lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan, dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Juga sesuai UU RI nomor 8 tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terjadi di wilayah Provinsi Maluku,” terangnya.
Fahri mengaku, selama proses kasus ini bergulir, kliennya kerap bersikap kooperatif. Prinsipnya, pihaknya selalu mencermati serta menelaah secara seksama dan mendalam setiap sangkaan yang dilakukan penyidik.
“Dan karena ini masih dalam domain penyidikan, maka kami tetap mendampingi setiap pemeriksaan terhadap klien kami yang berlangsung di tipidter Bareskrim Mabes Polri,” tandasnya.
Sebelumnya, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Direktur Utama (Dirut) PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS), Mintaria Loesiahari, kembali dipanggil Bareskrim Polri. Dia dipanggil untuk diperiksa di Jakarta, sebagai tersangka kasus pertambangan.
Mintaria tidak sendiri datangi Markas Bareskrim Polri, Selasa (15/1). Sejak diperiksa di ruang penyidik Subdit 5 Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) pukul 09.00 WIB, Ia didampingi penasehat hukumnya, DR. Fachri Bahmid.
Tersangka kasus pertambangan di kawasan tambang emas Gunung Botak, Kabupaten Buru, itu dicecar 11 pertanyaan oleh penyidik Tipidter Bareskrim Polri hingga pukul 12.30 WIB. (CR1)
Komentar