Ijin Normalisasi Hanya Modus Tiga Perusahaan
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Ijin normalisasi Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) di Gunung Botak, Kabupaten Buru yang diberikan kepada PT Buana Pratama Sejahtera (BPS), PT Sinergi Sahabat Setia (SSS) dan PT Prima Indo Persada (PIP), diduga salah peruntukannya.
Tiga perusahaan yang beroperasi di Gunung Botak (GB), Gogorea dan sungai Anahoni, Kabupaten Buru, lebih beroperasi pada pertambangan emas menggunakan B3 seperti sianida, dan lain sebagainya.
Penyalahgunaan ijin normalisasi itu terungkap, setelah Gubernur Maluku, Kapolda Maluku, Bareskrim Polri dan Kemenpolhukam menggelar rapat koordinasi dan evaluasi penanganan penambangan emas tanpa ijin di kantor Kemenpolhukam, Jakarta, Jumat (19/10).
“Kemarin (Jumat) Pak Kapolda, Gubernur bersama Bareskrim Polri menggelar rapat dengan Kemenpolhukam terkait persoalan di Gunung Botak,” ungkap Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. Muhamad Roem Ohoirat kepada Kabar Timur, tadi malam.
Selain membahas mengenai penanganan Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI), Deputi dan Dirjen Kemenpolhukam, Gubernur Maluku, Kapolda serta Direktur Tipiter Bareskrim juga mengambil langkah-langkah terhadap tiga perusahaan tersebut.
“Langkah-langkah terhadap tiga perusahaan itu tidak melakukan aktivitas normalisasi tapi lebih kepada kegiatan pertambangan,” ungkap Ohoirat sebagaimana hasil rapat koordinasi.
Dalam rapat itu juga dilakukan pengamatan dan kajian terhadap kondisi lingkungan sekitar. Ketiga perusahaan maupun PETI, sama-sama menggunakan bahan berbahaya sianida yang telah mencemari sungai Anahoni.
Olehnya itu, perlu dilakukan kajian secara komprehensif oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menentukan tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan di sungai Anahoni. “Diharapkan bulan November 2018 sudah selesai dan ada hasilnya,” katan mantan Kapolres Maluku Tenggara ini.
Selain itu, proses penyelidikan yang ditangani Bareskrim Polri terhadap tiga perusahaan sedang berjalan. Penyelidikan terkait dugaan tindak pidana lingkungan hidup, kehutanan dan Minerba. Termasuk proses penerbitan dan pelaksanaan perijinan yang diterbitkan oleh Pemprov Maluku serta Indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses penerbitan perijinan.
“Bareskrim akan menjadikan penanganan permasalahan pertambangan Gunung Botak menjadi rool model untuk seluruh Indonesia,” ungkap Ohoirat.
Rapat yang dipimpin oleh Deputi IV Kemenkopolhukam dan dihadiri sejumlah instansi terkait ini diawali dengan anev penertiban dan penutupan lokasi PETI Gunung Botak oleh tim terpadu. Tim terdiri dari Pemprov Maluku, Polda Maluku dan Kodam XVI Patimura. Operasi yang berjalan kondusif serta dukungan terhadap upaya penegakan hukum pelanggaran yang terjadi, diikuti dengan beberapa saran dan masukan dari para Deputi dan Dirjen.
Beberapa saran diantaranya, penertiban dan pengosongan lokasi Gunung Botak, Gogorea dan sungai Anahoni tetap diteruskan sampai dengan lokasi tambang tidak ada lagi aktivitas (ditutup permanen). Penertiban dan pengosongan yang sedang berjalanan agar tetap humanis dan persuasif. Pencegahan dan pemutusan jalur distribusi bahan berbahaya mercuri dan sianida secara ilegal harus terus dilakukan.
Pada kesempatan itu, Kapolda Maluku Irjen Pol Royke Lumowa, melihat potensi ekonomi yang ada di Gunung Botak, Gogorea dan sungai Anahoni. Potensi itu mengakibatkan masyarakat dan para perusahaan ingin terus datang untuk menambang. Sehingga jika tidak dikelola secara baik dan benar, akan terus terjadi aktivitas pertambangan tanpa ijin yang berdampak kerusakan lingkungan.
“Pak Kapolda meminta agar aktifitas pertambangan harus dihentikan seluruhnya dan setelah itu Pemerintah Pusat dan daerah mengambil alih pengelolaan yang baik sehingga potensi ekonomi Gunung Botak dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat maupun pemasukan bagi negara,” kata Ohoirat mengutip penjelasan Kapolda dalam rapat itu.
Sementara Deputi Bidang Koordinasi infrastruktur, Kemenkomaritim meminta agar revisi peraturan yang berkaitan dengan pertambangan rakyat skala kecil segera dipercepat oleh Sekretaris Negara Sehingga bisa dijadikan sebagai payung hukum dalam penanganan Gunung Botak, Gogorea dan sungai Anahoni.
Selain itu akan ditindaklanjuti dengan membentuk tim adhoc dibawah koordinator Kemenkomaritim yang bertugas mengkaji apakah akan diusulkan untuk dikelola oleh badan khusus sebagai kawasan industri berbasis mineral atau wisata.
“Staf ahli Kemenkopolhukam menyarankan agar langkah-langkah penanganan yang sedang dilaksanakan harus juga memperhatikan rasa keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat setempat karena potensi ekonomi yang dihasilkan juga cukup besar untuk kesejahteraan masyarakat, pemasukan bagi daerah dan negara. Juga menghentikan seluruh aktifitas ketiga perusahaan,” ujarnya.
Dari rapat tersebut terdapat enam kesimpulan, diantaranya memberikan apresiasi kepada Kapolda Maluku, Gubernur Maluku, Pangdam XVI Patimura dan Bareskrim Polri atas langkah-langkah komprehensif yang telah dilakukan. Penutupan dan penghentian perijinan aktifitas ketiga perusahaan sampai ada keputusan dari hasil kajian tim adhoc yang dibentuk Kemenkomaritim.
Pemprov Maluku dan KLHK, Kementrian ESDM bersama-sama melakukan pengkajian perijinan. Kemenkomaritim diharapkan sudah membentuk tim adhoc selambatnya November 2018.
Setelah tim adhoc selesai melaksanakan kajian, baru akan ditetapkan apakah Gunung Botak, Gogorea dan sungai Anahoni akan dikelola oleh Badan Khusus (mencontoh Badan Otorita) sebagai kawasan industri berbasis mineral atau wisata yang memberdayakan masyarakat setempat.
Ohoirat menjelaskan, sejak Sabtu (20/10), sejumlah alat berat telah dikerahkan ke kawasan Gunung Botak untuk membongkar serta menutup sejumlah kolam rendaman yang berada di sekitar kawasan tambang emas tersebut. “Sudah dilaksanakan sampai hari ini, dan akan terus berproses hingga selesai,” tandasnya. (CR1)
Komentar