Diduga Bupati Hutang Miliaran untuk Pilkada MTB
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Tidak hanya dugaan korupsi yang dituduhkan ke Bupati MTB, Petrus Fatlolon. Orang nomor satu di kabupaten berjuluk Duan Lolat itu juga diterpa isu dugaan hutang miliaran rupiah di Pilkada MTB tahun 2017.
BUPATI dan Wakil Bupati Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Petrus Fatlolon– Agustinus Utualy resmi dilantik oleh gubernur Maluku pada 22 Mei 2017. Setelah hampir 1,5 tahun memimpin MTB, cerita tak sedap menerpa Petrus Fatlolon.
Bekas wakil Ketua DPRD Kota Sorong itu disebut-sebut diduga meninggalkan hutang yang nilainya fantastis mencapai Rp 34 miliar. Hutang itu diduga untuk modal politiknya di Pilkada MTB 2017. Setelah terpilih, mantan ketua DPC Partai Demokrat Kota Sorong itu wajib melunasi hutang tersebut.
Informasi yang diperoleh Kabar Timur, pinjaman dana politik untuk merebut kursi MTB 1 itu diperoleh Fatlolon dari sejumlah pengusaha di Papua Barat dan Maluku. Padahal ketika maju di kontestasi pilkada MTB, santer terdengar Fatlolon memiliki kekayaan berlimpah. Selain sebagai politisi, Fatlolon “dicap” sebagai pengusaha BBM di Provinsi Papua dan Papua Barat. Karena itu, kekayaannya mengalahkan rivalnya yang bertarung di Pilkada MTB.
Kini Fatlolon dibuat “pusing” karena harus melunasi hutangnya. Untuk membayar hutang, Fatlolon mencicilnya setiap bulan selama masa pemerintahannya 2017-2022. Tiap bulan Fatlolon wajib mencicil sebanyak ratusan juta rupiah. Diduga anggaran Pemkab MTB menjadi “korban” untuk membayar hutang tersebut.
Lalu apa komentar Fatlolon dengan isu hutang puluhan miliar itu? Sambil tertawa Bupati menantang siapapun untuk menunjukkan bukti dirinya berhutang untuk digunakan di Pilkada MTB. “Kalau ada bukti, segera saya ganti. Siapa orangnya sebutkan saja karena saya merasa tidak ada pinjaman. Itu fitnah itu, itu fitnah itu,” klaim bupati yang dikonfirmasi Kabar Timur, Minggu (21/10) malam.
Dia meminta mengungkap identitas yang menghembuskan tuduhan itu agar dituntut balik. “Saya perlu data siapa orangnya,” katanya.
Meski berbagai tuduhan itu telah dilaporkan sejumlah anggota parleman ke institusi penegak hukum, bupati memastikan hubungan antra eksekutif dan legislatif tetap berjalan baik. “Kita hubungan tetap baik, proses semua jalan. Soal ada yang beda pendapat itu wajar, hal yang biasa di era demokrasi. Atas nama lembaga dewan, semua proses pembangunan berjalan sehingga APBD MTB disahkan. Jika tidak mendapat persetujuan dewan, tidak mungkin APBD disahkan,” ujar bupati.
Dia membantah terjadi pembengkakan anggaran di sejumlah SKPD lingkup Pemkab Malteng yang terindikasi korupsi. “Tidak ada pembengkakan anggaran. Ada konsultasi dengan pemerintah provinsi dan setelah itu atas persetujuan DPRD disahkan dan ditetapkan dari RAPBD menjadi APBD,” katanya.
Menurutnya, pengelolaan anggaran teknisnya bukan pada bupati tapi pimpinan SKPD dan sekda MTB. “Kalau kita bicara tentang pelanggaran (penyelewengan anggaran) ada di kuasa pengguna anggaran di kepla dinas, badan selaku pengelola dan sekda selaku penanggung jawab (koordinator tim anggaran keuangan daerah). Mereka akan memberikan keterangan (terkait dugaan korupsi yang dilaporkan ke kejaksaan),” kata Bupati.
Terkait berbagai dugaan kasus korupsi yang dituduhkan kepadanya, Bupati balik menantang untuk dibuktikan. “Saya mengharapkan kalau ada bukti-bukti itu lebih bagus diajukan (ke kejaksaan) agar kita sama-sama membersihkan cara-cara yang merugikan keuangan daerah. Saya ada tandatangan pakta integritas antara bupati dengan seluruh SKPD selaku pengelola anggaran. Intinya semua penganggaran harus sesuai prosedur dan berpedoman pada aturan. Kalau ada yang keliru berarti mereka melanggar pakta integritas. Saya persilahkan dan mendukung untuk diproses hukum,” tegas dia.
Soal tuduhan penyelewengkan 40 ton beras sejahtera (Rastra), bupati juga menepisnya. Menurutnya soal Rastra, Wakil Bupati MTB Agustinus Utualy ketika itu memimpin rapat dengan pimpinan SKPD. “Yang terjadi di distributor di Saumlaki stok beras menipis karena kapal Tol Laut dari Surabaya untuk bulan Januari sampai bulan pertengahan Maret Kemenhub sementara lelang untuk rute MTB,” jelasnya.
Stok beras yang ada itu diperuntukan untuk sejumlah desa yang gagal panen. “Itu tidak bisa didistribusikan karena cuaca laut tidak mendukung,” jelasnya.
Setelah rapat pimpinan SKPD dengan Wabup MTB, diputuskan Rastra dijual dengan harga pokok. Ketika itu dirinya memutuskan untuk harga jual Rastra dikurangi dari Rp 150 ribu untuk ukuran 20 kg menjadi Rp 100 ribu. “Saat itu saya di luar daerah, wakil bupati memimpin rapat. Setelah kembali ke Saumlaki, justru saya kasi diskon harga. Kami memberikan subsidi untuk harganya,” ujar bupati.
Kata dia, beras yang dijual milik Dinas Ketahanan Pangan MTB itu diganti dengan beras lain untuk disalurkan ke desa-desa yang berhak menerima.
Bupati mempersilahkan anggota dewan dan masyarakat jika menemukan ada penyimpangan dilaporkan ke penegak hukum. “Saya mempersilahkan itu langkah yang baik untuk kita memastikan pemerintahan ini benar-benar on the track dan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Dia mendukung sepenuhnya dan menghormati langkah hukum yang bergulir di Kejati Maluku. Dia pun mengaku siap diperiksa bila nantinya dipanggil tim jaksa. “Sebagai warga negara yang patuh pada hukum, saya siap memberikan keterangan bila dipanggil. Saya mendukung Kejati mencari pelaku, sekiranya itu ada. Saya yakin Kejati sangat profesional menyelidiki kasus ini,” ujarnya.
Meski belum dijadwalkan diperiksa tim jaksa, bupati mendadak menemui Kepala Kejati Maluku Triyono Haryanto di kantor Kejati Maluku Selasa pekan kemarin. Menurutnya, pertemuan itu merupakan silaturahmi, tidak hanya dengan Kajati tapi juga menemui Kapolda Maluku Irjen Pol. Royke Lumowa. “Pak Kapolda dan Pak Kajati itu kan baru. Jadi wajar saya bersilaturahmi dengan pejabat baru,” ujarnya.
Apakah itu upayanya untuk melobi Kajati agar “bebas” dari tuduhan korupsi? Bupati menepisnya. “Kejati Maluku sangat profesional dan tidak bisa dilobi. Kita harus menghormati dan mempercayai itu,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, kasus Dugaan Korupsi yang dituduhkan ke Bupati MTB, diantaranya; Penyelewengan 40 ton beras sejahtera (Rastra), pembengkakan anggaran operasional bupati dari Rp 3 miliar menjadi Rp 10 miliar, penggelembungan anggaran di Dinas PU dari Rp 100 miliar menjadi Rp 180 miliar, penggunaan dana tidak terduga yang tidak sesuai peruntukan, dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), dan dugaan korupsi dana rawan pangan. Seluruh kasus terindikasi ikorupsi adalah tahun anggaran 2017.
Salah seorang anggota DPRD MTB mengungkapkan, sekitar 17 kasus korupsi yang diduga melibatkan Bupati MTB awalnya dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI, tembusan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. “Belasan kasus sudah dilaporkan rekan parlemen di Kejagung RI, tembusan KPK untuk supervisi kasus-kasus itu,” beber sumber.
Setelah laporan tersebut ditelaah Kejagung, dari 17 kasus, 7 kasus di disposisi ke Kejati Maluku untuk diselidiki. “(yang lain mungkin tidak ada korupsi), (tujuh kasus) Ada dugaan terjadi tindak pidana korupsi yang sekarang diselidiki Kejati Maluku,” ujar anggota DPRD MTB yang meminta namanya tidak disebutkan ini. (KT)
Komentar