Kejari SBT Bidik Korupsi Sertifikat Prona

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,BULA - Setelah menetapkan tersangka perkara dugaan korupsi SPPD Fiktif Dinas Kominfo, Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT mulai fokus membongkar korupsi Sertifikat Lahan Prona di daerah itu. Kasus ini disinyalir makan korban ratusan KK di sejumlah desa di SBT.

“Jangan diberitakan banyak-banyak ya? Kalau bilang Kejari bergerak usut kasus ini, iya. Intinya personil kita kurang, tapi sekarang kita mulai fokus,” ujar Kajari SBT Riyadi SH dikonfirmasi melalui telepon selulernya Selasa (16/10).

Riyadi menolak membeberkan indikasi dan modus yang digunakan para pihak yang diduga korupsi. Berikut masyarakat desa-desa mana saja yang jadi korban. Dia beralasan, kasus ini masih di ranah penyelidikan.

Sesuai perintah pimpinan institusi, kasus yang masih di tahap penyelidikan dilarang publikasikan. “Karena survei Kejagung RI disimpulkan, 50 persen pembuktiannya di penyidikan maupun di pengadilan jadi ribet,” ingatnya.

Namun informasi yang dihimpun Kabar Timur, kasus ini dipicu oleh kepentingan politik jelang pemilihan Bupati SBT tahun 2013 lalu. Terkait momen politik tersebut, sejumlah politisi lalu bergerilya di desa-desa untuk menyambut Pemilihan Anggota Legislatif tahun 2014.

Iming-imingnya, jika mendukung paslon bupati tertentu, dan caleg tertentu, masyarakat akan diupayakan mendapatkan sertifikat prona gratis. Walau faktanya, sertifikat prona memang digratiskan karena merupakan program nasional.

Guna mencapai harapannya, sejumlah oknum caleg mulai bermain. Mereka berkolaborasi dengan kepala Badan Pertanahan waktu itu, Camat hingga sekretaris desa.

Sebut saja di Kecamatan Tutuktolu, di Desa Gaa dan Desa Kufar sejumlah kepala keluarga (KK) telah jadi korban. Totalnya ada 250 kapling lahan perkebunan akhirnya diplot untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Di lain pihak, untuk melancarkan program dimaksud, Kantor Badan Pertanahan SBT disebut-sebut menerima anggaran pusat sebesar Rp 300 untuk operasional. Ternyata, dari 250 kapling, hanya 40 kapling yang direalisasikan.

Alhasil, dugaan muncul kalau dana untuk pembuatan 250 sertifikat tersebut telah “dimakan” atau entah dikemanakan. Ironisnya, dari 40 sertifikat yang diberikan konon aparat pemerintah desa setempat mematok harga Rp 1 juta untuk penyerahan sertifikatnya. (KTA)

Komentar

Loading...