Jaksa Incar Maurits Pidana Pengancaman
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Percakapan melalui telepon seluler yang dinilai berisi ancaman, tampaknya akan dijadikan jerat oleh Jaksa Awaludin dan Selvia Hatu untuk menyeret pengacara Maurits Latumeten ke balik jeruji.
Padahal di awal persidangan pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon, kedua JPU mengincar Maurits dengan pasal pidana penggunaan surat palsu. Dalam eksekusi lahan dimana, terdapat proyek perumahan yang dikerjakan kontraktor Betty Pattikaihatu di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon 13 Nopember 2017 lalu.
“Yang berat itu telepon dari terdakwa. Mengancam aparat, seorang tentara, supaya keluar dari lokasi, kalau ndak dia (Maurits) lapor ke Panglima. Itu pengancaman dan perbuatan tidak menyenangkan. Hukuman jalannya dua tahun, bisa empat tahun,” ujar Awaludin, usai persidangan Maurits Latumeten, Senin (17/9).
Persidangan dengan agenda mendengar nota keberatan atau eksepsi tim penasehat hukum yang konon nanti terdiri dari 41 pengacara itu, berjalan singkat. Di lain pihak tim penasehat hukum Maurits menilai tiga dakwaan JPU kabur.
Termasuk soal ancaman Maurits ketika pelaksanaan eksekusi yang akhirnya batal di Desa Tawiri. Bahkan orientasi JPU untuk ‘mengejar’ Maurits dengan delik pengancaman juga jadi tanda tanya.
Menurut Wendy, tuduhan pengancaman oleh Maurits terhadap oknum aparat TNI seperti didakwakan Awaludin tidak berdasar. Menurutnya, Maurits wajar menjadi kesal, karena oknum aparat itu selalu hadir dalam setiap upaya hukum yang hendak dilaksanakan di lokasi tersebut.
Maurits menduga, yang bersangkutan sengaja dihadirkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan proses eksekusi. Kalau mengancam, ujar Wendy, itu tidak benar. Terdakwa, kata dia, hanya minta yang bersangkutan keluar dari lokasi.
Jika Maurits mengatakan akan melaporkan yang bersangkutan ke Panglima, terdakwa hanya bermaksud untuk memastikan keberadaan oknum itu akan dilaporkan ke institusi TNI dalam hal ini Panglima Kodam XVI Pattimura.
“Kalau lapor Panglima, yang dilaporkan ke Panglima itu maksudnya untuk ditanyakan keberadaan oknum aparat itu di sana. Dalam rangka apa, dalam kapasitas apa, khan begitu?,” imbuh Wendy.
Senin kemarin, untuk kedua kalinya pengacara Maurits Latumeten duduk di kursi pesakitan. Dia diajukan ke majelis hakim yang dipimpin AR Didi Ismiatun SH beranggotakan Cristina Tetelepta SH dan La Syamsudin SH dengan tiga dakwaan pidana sekaligus. Dakwaan pertama dan kedua terkait surat palsu, sementara dakwaan ketiga soal pengancaman. Tapi Wendy Tuaputimain Cs, menilai semua dakwaan jaksa kabur dan membingungkan.
Dalam perkara ini yang mengakibatkan dirinya duduk di kursi pesakitan PN Ambo, Maurits Latumeten bertindak sebagai pengacara untuk kedua Kliennya, Elkiopas Soplanit dan Yaqob Hole. Masing-masing selaku pemohon eksekusi lahan melawan Betty Pattikaihattu selaku termohon eksekusi.
Pada tanggal 11 April 2017, Morits mewakili kedua kliennya itu mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 120/Pdt.G/1990/PN.AB, tanggal 28 Januari 1990 yang dimenangkan Soplanit, Jo putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor : 35/PDT/1991/PT.Mal tanggal 9 Desember 1991 Jo putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor : 796 K/PDT/1992 tanggal 27 Pebruari 1993. Putusan itu telah berkekuatan hukum tetap (Inkrach).
Atas permohonan itu, Ketua Pengadilan Negeri Ambon lantas melakukan peneguran terhadap pihak terkait, baik yang masuk dalam perkara gugatan maupun pihak-pihak diluar perkara tersebut. Selanjutnya, semua pihak termasuk PN Ambon melakukan peninjauan lokasi.
Pada 19 Oktober 2017, Ketua PN Ambon mengeluarkan surat penetapan eksekusi nomor 120/Pdt.G/PN.AB, dan memerintahkan panitera PN Ambon segera melakukan eksekusi terhadap tiga Dusun Dati, yakni Warhutu, Rostantetu dan Papikar.
Di tanggal 9 November 2017, pihak Pengadilan melalui juru sita resmi melakukan eksekusi. Namun objek yang dieksekusi tidak sesuai dengan yang disengketakan, sebagaimana termuat dalam putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, melainkan yang dieksekusi adalah objek lahan milik Betty Pattikaihattu dan ahli waris keluarga dari turunan Salma Balqis Attamimi, sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor : 145.
Namun tindakan Maurits Cs dilaporkan Betty Pattikaihattu ke Polda Maluku dengan dugaan melakukan tindak pidana penyerobotan dan kekerasan serta pemalsuan surat penetapan eksekusi lahan.
Polda akhirnya menetapkan Maurits bersama kedua kliennya selaku tersangka. Perbuatan mereka sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 KUHP Jo Pasal 264 ayat (2) KUHP tentang Pemalsuan Surat, dengan ancaman pidana penjara selama delapan tahun.
Sedangkan perbuatan tersangka Ekilopas Soplanit dan Yaqob Hole, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 335 KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang atau Perbuatan Tidak Menyenangkan Jo Pasal 263 KUHP. (KTA)
Komentar