Galian “Misterius” Penyebab Polusi dan Kecelakaan di Batu Koneng

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Sudah hampir sebulan terakhir ini, ada aktivitas galian yang dilakukan sejumlah pihak, di kawasan Batu Koneng, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Maluku.
Dipagari pagar “Sen” lebih dari 200 meter, aktivitas galian disamping jalan sekitar Batu Koneng, kini menjadi momok bagi warga setempat, lantara udara yang tercemar.
Bukan saja itu, galian yang dimuat dengan puluhan Dam Truk setiap harinya itu, juga membuat jalanan berlumpur dan licin, akibatnya sudah delapan pengendara motor dikabarkan mengalami kecelakaan.
Namun yang jadi pertanyaan, siapa pemilik dari galian “Misterius” yang beraktivitas kurang lebih sebulan di kawasan Batu Koneng, sehingga meresahkan warga setempat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kabar Timur, dari Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon, aktivitas galian di kawasan Batu Koneng belum miliki ijin.
“Belum ada ijin yang dimasukan ke Pemkot Ambon melalui DLHP soal Aktivitas di Batu Koneng. Jadi kita juga belum tahu, itu Galian C atau pembangunan apa,”ujar sumber Kabar Timur didalam DLHP Ambon, Senin (25/4).
Kepala RT 05/RW 04, Nasir Lamini, kepada wartawan, Senin (25/4) kemarin mengatakan, aktivitas galian tersebut masuk dalam wilayahnya dan sangat berdampak buruk bagi masyarakat.
“Abu-abu akibat aktivitas galian itu, jalan jalan kotor dan berlumpur jadi dampak negatif yang harus diterima masyarakat dan pengendara dari galian tersebut,”terangnya.
Menurutnya, sejak aktivitas galian tersebut mulai aktif dilakukan kurang lebih sebulan ini, sudah delapan pengendara motor mengalami kecelakaan akibat tergelincir.
“Jalan penuh lumpur dan kerikil karena muatan tanah dari dam truk yang berserakan, makanya banyak kecelakaan. Saya sudah laporkan masalah ini ke Polsek Teluk Ambon,”ujarnya.
Dirinya mengaku, sebelum aktivitas galian tersebut dilakukan, sudah ada enam kepala keluarga yang dipaksa keluar dari lahan yang saat ini digunakan untuk galian misterius itu.
“Sebelum mereka gali, ada enam kepala keluarga yang rumahnya digusur. Mereka melawan dengan proses hukum, hanya ada anak dan bapak yang dipenjarakan, karena hal itu,”ungkapnya.
“Anak dan bapak yang dipenjarakan ini sudah bebas, tapi mereka mengaku dipaksa menandatangani surat pernyataan yang isinya siap digusur tanpa adanya ganti rugi,”bebernya.
Disinggung mengenai siapakah pemilik dari galian misterius tersebut, Nasir mengaku, berdasarkan informasi yang ia peroleh, semua aktivitas dilahan itu adalah milik Tuasikal Abua.
“Kalau menurut informasi, aktivitas galian adalah punya Tuasikal Abua. Tuasikal Abua diklaim telah membeli tanah tersebut dari Da Costa. Tapi itu hanya informasi,”tandasnya.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Batu Koneng, Moh. Hamin, yang diwawancarai mengenai kejelasan tanah tersebut mengatakan warga dusun Batu Koneng, yang tergusur pada tahun 1992, kembali diubuat resah oleh beberapa pihak yang mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut .
Bagaimana tidak, sejumlah pihak dinilai melakukan klaim tanpa didukung oleh bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat tanah, atau bukti egeindom verponding.
Tanah yang disengketakan di Dusun BAtu Koneng, berdasarkan klipping dari harian Suara Maluku yang terbit pada 1 Juni 1994, dalam kasus tanah Batu Koneng, ujar Drs. Sukamto kepala kantor BPN kota Ambon pada waktu itu, maupun kasi pengaturan dan penagwasan tanah A. Tuhumury mengatakan, tanah yagn disengketakan itu dan berujung pada eksekusi itu adalah tanah negara.
Dan pihaknya bleum pernah mengelaurkan gambar situasi dan objek perkaranya sebenarnya tidak jelas, dimana letaknya dan berapa luasnya, yang berakibat tergusur 650 warga.
Dengan demikian dapat disimpulkkan esekusi lahan atau rumah masyarakat ternyata, telah dilampaui atau keluar dari batas tanah yang disengeketakan.
Dengan demikian masyarakat desa batu koneng, sesungguhnya tidak mempunyai sangkut paut dengan perkara tersebut. Selain bukan sebagai pihak yang berperkara, juga bukan sebagia pihak yang menempat tanah tersebut.
Atas hak dari pihak berpekara yang dikalahkan dengan tidak adanya kejelasan status kepemilikan tanah dusun batu koneng, menjadikan warga setempat menjadi objek permasalahan teror untuk mengkosongkan tanah itu oleh berbagai pihak teretentu sehingga masyarakat dibuat resah.
“Untuk diektahui, berdasarkan berbagai sumber pengelusuran serta berbagai referensi mengenai status tanah di Batu Koneng, dapat digambarkan Batu Koneng terdapat hak dan nomor eigendom verponding 1090,”jelasnya.
“Terakhir pemegang hak egeindom verponding 1090 tercatat atas nama Adelaida Geetruida Oei dengan akte nomor 89 tangal 13 Mei 1937, dengan tanah seluas 1.164.000 M2,”tambahnya.
Diatas tanah bekas egeindom verponding, sambung dia, telah dikeluarkan sertifikat diantara lain : Sertifikart hak pakai nomor 10 atas nama Departemen Pertanahan dan Keamanan RI, seluas 494.000 M2, berdasarkan SK guebrnur Maluku nomor DA.139/7/HPDY/KMA/88 Pengeluaran sertifikat tanggal 29 April 1986.
Kemudian Sertikat hak pakai no.11 atas nama LIPI seluas 80.000 M2 berdsarkan SK gubernur Maluku nomo DA.284/07/HPDY/KMA/82 pengelauran sertifikat tanggal 28 oktober 1986.
Sertifikat hak mlik no.115, 116 dan 117 atas nama Soemitro masing-masing seluas 549.000 M2, 2.080 M2, dan 500 M2 berdasadrkan SK Gubernur Maluku, nomor DA.513/206/HMB/KMA/86, No.DA.417/127/HMB/KMA/87 dan No.DA.418/128/HMB/KMA/87 pengelauran sertifikat tanggal 9 Desember 1987.
“Pendangan oleh Pemda Tk.I Maluku seluas 50 hektar, kepada sekolah pelayaran didalamnya termasuk milik Soemitro. Sisa stanah seluas 9 Hektar, diduduki masyarakat (bukan ahli waris bukan pemilik) tetapi petani, penggarap yang sudah berpuluh tahun mendiami tanah tersebut (turun menurun),”ungkapnya.
Olehnya itu, sesuai dengan ketentuan Kepres nomor 32 tahun 1979, ditentukan dnegan jelas bahwa setiap subjek hukum yang telah ditempati digaris dan atau menguasai tanah bekas hak barat/dan atau tanah bekas hak barat yang telah menjadi perkampungan diberikan “prioritas” kepada subjek hukum, yang bersangkutan untuk mendapatkan hak atas tanah tersebut.
“Apabila tanah dusun Batu Koneng, sudah menjadi tanah yang dikuasai negara, maka Pemkot maupun pemprov, sudah harus mengambil alih. Karena disinyalir pada lokasi tanah tersebut sudah sering terjadi transaksi jual beli tanah,”jelasnya.
Pemerintah, tambah dia, harus menyikapi dan jangan membiarkan masalah tanah dusun Batu Koneng terus berlarut. Pemerintah mesti berperan tentukan sikap menuntaskan persoalan itu.
“Pemkot Ambon, BPN Kota Ambon, Pemprov Maluku, BPN Maluku harus dudukan status tanah yang telah dikuasai negara, guna dicatatat sebagai aset daerah dan dilakukan sesuai prosedur hukum, agar warga dusun batu koneng mendapatkan kepastian hukum, dan menghindari konflik tentang batas tanah dan kepemilikan tanah,”tutupnya. (KTE)
Komentar