Saksi Operator Kendaraan Sampah Akui  Ada Insentif ke Bendahara DLHP

KABARTIMURNEWS.COM. AMBON-Janji Kasipidsus Kejari Ambon Echart Palapia mengungkap tersangka lain di perkara korupsi Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon berpeluang untuk diwujudkan. Sebelas saksi yang semuanya operator kendaraan pengangkut sampah mengaku, memberikan insentif kepada bendahara dinas tersebut.

Adalah bendahara DLHP berinisial MH diakui para saksi menerima insentif atau komisi atas  "kelebihan uang" yang diterima para operator tersebut. Uang kelebihan nilainya bervariasi untuk setiap operator berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 3 juta tergantung jenis kendaraan yang dioperasikan, yaitu Dump Truck, mobil pickup, Tosan, Ambrol atau speedboat.

Para saksi operator kendaraan ini mengaku, di tahun 2018 semua pembelian BBM menggunakan DO atau kupon pembelian solar 50 liter untuk dibawa ke SPBU Belakang Kota. Tapi di tahun 2019 mekanisme itu dirubah.

"Tahun 2018 semua pake struk atau DO, nanti di 2019 kami dikasih uang tunai," akui Yanto Husein kepada majelis hakim yang dipimpin Yeni Tulak beranggotakan Rony Wuissan dan Jefta Sinaga itu di persidangan Selasa (23/11) di Pengadilan Tipikor Ambon.

Di SPBU struk pembelian BBM kadang ditandatangani kadang tidak oleh pihak SPBU. Setelah itu bukti struk dibawa kembali ke terdakwa pejabat Kepala Seksi Persampahan DLHP Maurits Yani Talabessy. "Itu tahun 2018, tapi tahun 2019, pake uang tunai, beta terima Rp 257 ribu per hari untuk tiga kali angkat sampah ibu," ungkap saksi Yanto Husein menjawab pertanyaan majelis hakim.

Hal yang sama diakui saksi Alex Diaz dia menjelaskan di tahun 2018 diberi kupon DO atau struk sebanyak 15 lembar untuk pembelian solar sebulan. Tapi di tahun 2019 Diaz diberi uang tunai sebanyak Rp 3 juta lebih sebagai sopir Ambrol.

Masalah baru muncul ketika mekanisme pengambilan BBM di SPBU Belakang Kota ini diubah. Menurut hakim ketua Yeni Tulak, kelebihan uang yang diberikan ke para operator kendaraan ini jika ditotalkan nilainya cukup besar. "Ini yang kita majelis hakim mau cari ini nilai berapa," ujarnya.

Anehnya seperti ditanyakan anggota JPU Ajit Latuconsina, ada tidak arahan terdakwa Kadis DLHP Lucia Izaak agar semua pengambilan BBM harus dilakukan di SPBU Belakang Kota. Tapi semua saksi mengaku tidak mengetahui hal itu. Walau faktanya mereka mengenal wajah sang Kadis melalui layar monitor vidcom.

Tim JPU sendiri menyebutkan terdakwa Lucia Izaak memerintahkan pembuatan daftar pembayaran bahan bakar kendaraan operasional dinas menggunakan bukti-bukti pertanggungjawaban yang tidak benar. Dan dia juga memerintahkan penggunaan anggaran bahan bakar tahun anggaran 2019 untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam DIPA.

Tapi dari keterangan 11 saksi operator kendaraan pengangkut sampah DLHP untuk sementara, semua mengarah ke oknum bendahara dinas berinisial MH itu. Berupa uang insentif yang bervariasi ke yang bersangkutan dari para operator kendaraan sampah tersebut.

"Biasanya antara Rp 100 ribu  sampai Rp 150 ribu. Tapi kadang juga Rp 200 ribu," ungkap La Yanto Wally operator speedboat DLHP.

Menyikapi fakta sidang tersebut penasehat hukum terdakwa  Lucia Izaak, menjelaskan mestinya 11 saksi yang dihadirkan JPU turut jadi tersangka. "Tapi kan seng mungkin lah, jaksa ambil langkah itu," ujar pengacara Edo Diaz usai sidang.

Menurutnya, wajar mereka berterimakasih kepada bendahara DLHP atas uang tunai untuk pembelian BBM yang diterima. Pasalnya melalui mekanisme uang tunai tersebut, banyak hal yang bisa dilakukan. "Salah satunya membeli nasi bungkus untuk kanek-kanek (pembantu) sopir-sopir kendaraan itu. Dorang gaji per hari hanya berapa, 34 ribu rupiah," ujar Diaz.

Tapi pandangan berbeda datang dari salah satu JPU, Chrisman Sahetapy, dia menyebutkan kalau ketika sistem struk atau kupon DO diberlakukan, malah ada struk palsu. Yang diduga justru dibuat oleh bendahara MH.

Ketika struk dibawa para operator ke SPBU Belakang Kota untuk pengambilan solar atau premium, di kupon (struk palsu) tertulis 50 liter. Tapi bukti struk asli, kata Chrisman seharusnya 70 liter atau 75 liter. "Nah untuk kekurangan yang 20 liter itu dibuatlah struk-struk palsu itu, ya dari bendahara dinas itu jua," ungkap Chrisman usai persidangan.(KTA)

Komentar

Loading...