Sosialisasi Penggunaan Pupuk ke Petani Masih Minim

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Tanaman umur panjang seperti cengkih dan pala di Maluku sangat memadai. Keberadaan dua jenis tanaman di bumi para raja ini bahkan sudah sejak zaman baheula.

Bangsa asing seperti Portugis maupun Belanda mengincar Maluku hanya karena dua tanaman rempah tersebut. Cengkih dan Pala tumbuh dengan subur meski tanpa diberi pupuk.

Tapi, sejak awal tahun 2000-an, jumlah tanaman cengkih dan pala di sejumlah wilayah di Maluku khusus Jazirah Leihitu agak mulai berkurang. Buah nya pun tak banyak seperti dahulu.

Sahril Soumena, salah satu petani asal Negeri Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) mengatakan, di era tahun 80 hingga 90-an, cengkih dan pala khususnya di dataran Jazirah Leihitu, Malteng, berbuah sangat pesat.

“Dolo pala dan cengkeh di Negeri Lima paling banyak. Buahnya pun pesat. Tapi sekarang, cengkeh dan pala banyak-banyak itu seng lia akang lai. Banyak yang tanam, tapi banyak juga yang mati,” kata Soumena dalam kegiatan Bimtek untuk penyuluh dan petani rempah Malteng, yang digelar di Hotel Manise, Ambon, Selasa (14/9).

Menurutnya, ketika petani mendapatkan bantuan anakan cengkih, pala serta pupuk, pihak-pihak terkait tidak langsung mensosialisasikan terkait penggunaan pupuk untuk tanaman tersebut.

Makanya, ketika anakan tersebut di tanam menggunakan pupuk, banyak dari bantuan tersebut yang tidak berumur atau mati. “Entah petani gunakan pupuk kebanyakan ataukah sedikit. Sebab pupuk hanya diberikan, tapi tidak diberitahu penggunaannya ke anakan yang nantinya di tanam,” sebut dia.

Untuk itu, dia meminta kepada penyuluh pertanian atau pihak-pihak terkait, ketika pupuk diberikan ke petani, diharapkan untuk diikuti dengan sosialisasi perihal penggunaan pupuk tersebut. “Karena ini fakta yang terjadi di lapangan. Banyak anakan cengkih atau pala yang tidak tumbuh subur pasca adanya pupuk tersebut. Harus sosialisasi,” pintanya.

Ditempat yang sama, anggota DPR RI Saadiah Uluputty yang hadir sebagai pemateri Bimtek mengatakan, Propinsi Maluku dikenal sebagai syurga rempah di timur Indonesia sejak berabad abad. Maluku menjadi penghasil buah pala terbesar dan terbaik di dunia. Sejak Abad ke 13 para bangsawan telah berbisnis dengan pedagang bangsa Arab dan India.

Pada abad ke 15, perdagangan pala akhirnya semakin berkembang. Kepulauan Banda di Malteng makin dikenal dan ramai dikunjungi bangsa asing. Banda menjadi pelabuhan rempah yang ramai. Bangsa Portugis, Inggris dan Belanda saling bersaing untuk menguasai rempah di Maluku.

Belanda melalui serikat dagang VOC kemudian kemudian menjalankan berbagai taktik untuk menguasai perdagangan pala di Maluku. Saat itulah VOC memonopoli perdagangan pala.”Nah, jika negara-negara Eropa berhasil mengelola pala untuk mengambil keuntungan untuk membangun negaranya, mengapa Indonesia justru abai,” tanya Uluputty.

Olehnya itu, dia berharap agar pala mestinya ditake off besar-besaran sebagai komoditi yang unggul dan berdampak pada keekenomian dan kesejahteraan masyarakat Maluku

“Harapan saya, semua bisa birsinergi dan berkolaborasi, baik itu petani, penyuluh, pemerintah kabupaten, propinsi dan pusat. Kita kembalikan komoditi yang menjadi identitas daerah ini,” pungkasnya.

(KTY)

Komentar

Loading...