Tiga Saksi Skandal Lahan Tawiri Diperiksa

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Penyidik Kejati Maluku kembali memeriksa tiga orang sebagai saksi dalam skandal dugaan korupsi dan penyalahgunaan anggaran pendapatan negeri melalui pembebasan lahan untuk pembangunan dermaga serta sarana Lantamal IX/ Ambon di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon.

“Tiga orang diperiksa penyidik pada1 Juli 2021 untuk mengetahui tugas dan tanggungjawab masing-masing sebagai saksi dalam perkara ini,” kata Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba di Ambon, Kamis.

Mereka yang menjalani pemeriksaan adalah Mucthar Camma selaku ketua tim yuridis dari Kantor BPN/ATR Kota Ambon, Dominggus Helaha sebagai bendahara gereja, dan Marthin Patty sebagai anggota saniri negeri. “Para saksi menjalani pemeriksaan sejak pukul 09:00 WIT sampai dengan pukul 14:00 WIT,” ujar Wahyudi.

Menurut dia, pemeriksaan para saksi bertujuan untuk melengkapi berkas perkara atas empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain Kades Tawiri berinisial JNT, mantan Kades JST, bersama JRT dam JRS selaku anggota saniri. Penyidik awalnya menetapkan raja (Kades), mantan raja dan dua anggota saniri sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pendapatan asli Negeri setempat yang bersumber dari hasil pembebasan lahan milik Desa Tawiri.

Proses pembebasan lahan tersebut terjadi pada  2015 yang telah digunakan untuk pembangunan dermaga dan sarana/prasarana Lantamal IX/ Ambon.Sedangkan, penetapan empat tersangka dilakukan setelah penyidik Kejati Maluku mengantongi sejumlah bukti dan hasil audit kerugian negara sebesar Rp3,8 miliar.

Berdasarkan alat bukti dan keterangan sejumlah saksi, maka empat tersangka ini dinilai yang paling bertanggungjawab atas penyimpangan yang terjadi.

Kasus ini terungkap setelah salah satu staf saniri melaporkan adanya indikasi penyimpangan dana hasil penjualan tanah milik desa sehingga  ditindaklanjuti dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk raja Tawiri, Jacob N Tuhuleruw dan stafnya. Dugaan penyimpangan tersebut diperkirakan terjadi antara  2016 dan 2017.

Untuk memuluskan proses pembebasan lahan,  maka Kades diduga nekat mengesampingkan aturan dengan menunjuk staf dan juga orang dekatnya di bagian Kaur Umum desa berinisial SR untuk membuat dokumen pembebasan lahan yang dananya bersumber dari APBN.Padahal sesuai mekanisme, tugas tersebut harus dilakukan oleh Sekretaris Negeri Tawiri berinisial DH yang masih aktif.

Selain itu, kesimpangsiuran pembayaran lahan juga menimpa JS sebagai salah satu pemilik 11 objek lahan yang ikut dikapling untuk pembangunan dermaga dan sarana pendukung milik TNI AL. Pemerintahan desa hingga kini baru membayar lima objek lahan dengan dana Rp1,1 miliar. Padahal,  seharusnya dilakukan pembayaran sebesar RpRp3,6 miliar untuk lima objek lahan dimaksud. (AN/KT)

Komentar

Loading...