Soal Dugaan Korupsi Simulator Poltek, Kajati Maluku Dikritik

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Kejati Maluku dikritik terkait kasus pengadaan mesin simulator Politeknik (Poltek) Ambon yang terindikasi korupsi. Pasalnya, kasus tersebut sudah lebih dulu mencuat, faktanya sejumlah pihak yang dilapor senat Politeknik tersebut pernah diperiksa. Tapi yang terjadi, kasus ini terancam bakal dihentikan.

Kajati Maluku Rarogo Zega Senin lalu menyatakan pengadaan peralatan mesin praktikum laboratorium migas Poltek itu sudah sesuai kontrak.  “Ketika ramai di media barangnya bukan belum ada, tapi memang tidak ada. Makanya senat Poltek bikin laporan sampai panitia pengadaan diperiksa semua,” ujar pegiat antikorupsi Herman Siamiloy kepada Kabar Timur, Kamis (1/7).

Ditambah lagi alasan pihak Poltek kalau peralatan tersebut belum datang karena kondisi Covid-19. Alasan yang mengada-ada, menurutnya karena di tahun 2019 Maluku belum terimbas pandemi tersebut.

“Poltek alasan korona, sedang tahun 2019 sudah dibayar 100 persen ke kontraktor. Kalau pa Kajati bilang barang ada, maka pertanyaan barang datang kapan? Khan begitu bapa,” ucapnya.

Menurutnya, akibat dilaporkan pengadaan simulator Poltek bermasalah, sedang barang belum ada, sejumlah pihak diperiksa. Hal ini jadi indikasi kalau sudah ada kasus korupsi terjadi.

Itu berarti kasus ini sudah jadi temuan hukum bagi Kejati Maluku yang mesti ditingkatkan ke penyidikan pidsus. Setelah senat Poltek menyurati Kajati Maluku yang ketika itu dijabat Yudi Handono.

Herman mengaku pihaknya cukup lama mengawal kasus ini dan telah mengantongi data permulaan adanya indikasi korupsi di balik pengadaan simulator seharga Rp 9 miliar itu. Itu kontrak awal dengan spesifikasi mesin buatan Amerika. Tapi yang datang mesin merek Cina seharga Rp 4,5 miliar.

Itu juga telah lewat masa kontrak, yakni bulan Februari 2020, sementara kontraknya berakhir Desember tahun 2019. Karenanya dia berharap Kajati Maluku Rarogo Zega transparan ke publik.

Walau harga mesin tersebut Rp 4,5 miliar, bukan berarti tidak ada masalah. Selain tidak sesuai spek, pagu kontrak awal senilai Rp 9 miliar itu patut ditelusuri, kemana aliran dana itu mengalir.

“Jadi bukan Kejati tapi Kajati, Kapala Kejaksaan Tinggi Maluku. Diminta jangan bodohi publik di daerah ini,” ujar Herman ketika ditanya siapa yang dimaksud “Kejati” atau “Kajati”. (KTA)

Komentar

Loading...