Desak Rektor Batalkan Tim Reviuwer “Abal-abal” di FKIP

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Tim Reviewerproposal yang dibentuk Dekan FKIP Unpatti Prof Dr Izak Wenno dianggap tidak kompoten oleh sejumlah dosen dilingkup FKIP Unpatti Maluku itu.

Dalam rilis yang diterima Redaksi Kabar Timur, Minggu, kemarin,  mereka menyebut, Tim yang dibentuk untuk mereviuw sebanyak 175 proposal dosen FKIP Unpatti telah mengundang kecewa dan “kacau” dilingkup FKIP itu sendiri.

Masalah seperti ini tidak boleh terjadi di lembaga perguruan tinggi seperti Unpatti. “Kalau semua pimpinan tau dan ngerti tentang manajemen pengelolaan lembaga pendidikan tinggi, termasuk kelola dana penelitian dosen seperti ini,” tulis rilis  Dr Berty Wairisal mewakil para dosen FKIP itu.

Olehnya itu,  lanjut dia, bagi pihaknya  masalah kekisruan ini terjadi karena Dekan FKIP tidak tau dan paham tentang roh sebuah penelitian dosen lantas menunjuk reviewer gadungan alias abal-abal yang tidak miliki sertifikasi reviewer.

“Pertama ya menunjuk reviewer gadungan atau abal-abal, karena mereka tidak memiliki sertifikasi reviewer,” tulis mereka. Selanjutnya, kedua reviewer yang ditunjuk tidak miliki ilmu yang serumpun untuk mereviewer proposal yang diajukan para dosen.

Kemudian, proposal yang lolos hanya kroni dan pejabat struktural mulai dari pimpinan fakultas sampai pimpinan program studi serta anggota senat yang memilih dekan pada dua bulan lalu.

“Reviuwer mestinya tidak memasukan proposal pribadi atas nama dirinya namun di FKIP Unpatti Reviuwer juga memasukan proposal dan yang diloloskan pertama milik Reviuwer,” ungkap mereka dalam rilis tersebut.

Dikatakan, mereka juga tidak melibatkan Lembaga Penelitian Unpatti yang punya kewenangan dalam mengatur, menyeleksi dan menetapkan proposal mana yang layak atau tidak layak.

“Kami minta penjelasan bapak Rektor.  Apa sesungguhnya keistimewaan FKIP sehingga tidak berikan kewenangan kepada Lembaga Penelitian Unpatti yang semestinya punya kewenangan memproses, seleksi sampai pada penetapan sebuah proposal penelitian,” ungkap mereka.

Dikatakan, kalau mekanisme sebagaimana lazimnya ini di tempuh maka sudah tentu tidak ada masalah karena yang melakukan proses itu adalah Lembaga Penelitian Universitas Pattimura yang diatur dalam aturan.

“Tapi jadi aneh karena dekan bentuk tim. Sudah tentu tidak independen karena tim itu adalah konco-konco dekan. Lagian mereka juga ajukan proposal bagaimana mungkin mereka mengeleminir diri sendiri akan hal ini tentu menimbulkan konflik of interest,” jelas mereka.

Semua Guru Besar di FKIP yang mengajukan proposal pasti diloloskan untuk dapat dana penelitian yang nilainya hanya 10-15 juta ini memalukan.

Pasalnya, Universitas lain di Indonesia Guru Besar itu mestinya berlomba mengajukan proposal ke Kementerian atau Lembaga Donor dunia supaya mendapatkan dana penelitian yang besar melibatkan para dosen, asisten dan kelompoknya, sehingga Unpatti bisa dapat pengakuan dan raking  jadi baik dan unggul.

“Anehnya di FKIP Unpatti para profesor mengejar dan saling sikut menyikut dengan dosen pemula untuk dana penelitian 10-15 juta,” bongkar mereka.

Menurut mereka, proposal yang diloloskan reviewer pilihan dekan FKIP Unpatti yang tidak kompeten karena tidak miliki sertifikat atau legalitas sebagai reviewer ini sarat proses penipuan, like and dislike.

Selain itu, beber mereka lagi,  semua pejabat struktural, yang memasukan proposal seperti pembantu Dekan, Ketua Jurusan dan Ketua Prodi dan Anggota Senat yang adalah kelompok dekan diloloskan.

“Ini adalah proses balas jasa karena mereka telah memilih Prof. Dr. Izak Wenno sebagai Dekan FKIP beberapa waktu lalu. Model seperti ini mau jadi apa FKIP Unpatti dan Pendidikan di Maluku,”  ungkap mereka.

Bahkan, yang lebih miris dan memalukan, para reviewer juga mangajukan proposal penelitian sebagian dari mereka tidak memiliki kompetensi artikel penulisan bereputasi dan hanya berbekal status dosen saja bisa mereview proposal penelitian yang dimasukan para dosen walaupun tidak sesuai bidang ilmu mereka.

“FKIP Unpatti bukan perusahaan milik sendiri atau kelompok diatas, tapi FKIP merupakan perguruan tinggi negeri yang ada di Maluku milik negara dan masyarakat.  Kami tetap merespons tindakan dekan dan reviewer itu sebagai suatu pelanggaran dan pemeliharaan praktek KKN yang selama ini diberantas pemerintah. “Saya tantang mereka. Coba buka transparan semua proposal yang lolos dan tidak lolos, lalu kita lihat. Ini proses penipuan yang dilakukan Tim Reviuver “abal-abal” bentukan dekan FKIP,” tulis mereka.

Kualitas yang kerap digaunkan Unpatti akan tercoreng dengan praktek seperti di atas dan lebih-lebih lagi dosen dipaksakan meneliti tidak sesuai bidang keahliannya tetapi sesuai kemauan dekan.

“Ini kacau. Ini penelitian dosen harus sesuai bidang Ilmunya bukan penelitian skripsi mahasiwa S1,” tutup rilis mereka. (KT)

Komentar

Loading...