KLH Terbitkan Hasil Uji Lab Wae Sakula

ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku masih menutup rapat hasil uji sampel dugaan pencemaran air Wae Sakula di Desa Laha, Ambon. Pencemaran akibat penambangan galian C oleh CV Batu Prima.

Meski hasil uji sampel telah diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Namun, hasil verifikasi tersebut belum bisa disampaikan ke DLH Maluku maupun DLH Kota Ambon karena yang menangani masalah tersebut adalah koordinator tim dari KLH.

“Rabu, 6 Februari 2019, informasi dari KLH bahwa hasil verifikasi uji laboraturium sudah keluar. Tapi, hasil itu belum bisa disampaikan kepada kami karena yang menangani masalahnya adalah tim dari KLH. Nanti ada rapat koordinasi dulu baru kita bisa mengetahui hasilnya. Prinsipnya kami hanya menunggu,” kata Plt DLH Maluku, Roy C. Siauta kepada Kabar Timur di kantornya, Kamis (7/2).

Dia mengatakan, biasanya, ketika hasil uji lab keluar, KLH akan mengundang DLH provinsi maupun DLH kota/kabupaten untuk membahas sanksi yang akan dijatuhkan. “Biasanya akan dipanggil untuk bahas soal sanksi. Itupun jika terbukti ada pencemaran lingkungan. Tapi jika tidak, ya masalah selesai,” ujarnya.

DLH Maluku tidak bisa mengambil sikap sebelum ada arahan dari KLH. Terpenting, DLH Maluku, DLH Kota Ambon serta Balai Pengawasan dan Penegakan Hukum Wilayah Maluku-Papua telah memberi perhatian penuh untuk melihat persoalan yang diadukan masyarakat Laha itu.

“DLH Maluku tidak bisa mengambil sikap. Saya minta warga bersabar sambil menunggu hasil verifikasi dari tim KLH ke kami di Maluku,” pintanya.

Siauta belum bisa memastikan kapan hasilnya bisa diketahui DLH Maluku. Kata dia, jadwal ditentukan oleh KLH. “Ya kan Kementerian Lingkungan Hidup tidak hanya urus Maluku, ada wilayah lain juga. Jadi kapan jadwalnya, itu kewenangan pihak kementerian,” tandas Siauta.

Mengenai hasil uji lab Dinas Kesehatan Maluku bahwa air di Wae Sakula telah tercemar unsur logam berat, Siauta mengatakan, pemerintah tidak hanya melihat pada satu contoh hasil. Pemerintah harus menguji pada lab lain sebagai pembanding.

“Kalau airnya terdapat unsur logam berat, ya bisa saja karena faktor alam. Batu di kali kan banyak yang mengandung logam. Kadang hujan lalu banjir, batu terkikis terus unsur logamnya ikut terbawa air. Tapi nanti kita lihat lagi hasil uji dari tim KLH sebagai pembanding,” ujar Siauta.

Pemerintah juga akan melihat lab yang digunakan, apakah terakreditasi sesuai parameter untuk menguji sampel air ataukah tidak. Sebab, ketika lab terakreditas dengan parameter A B C maka lab itu tidak bisa menguji sampel yang contoh parameternya D, E atau F. “Jika parameter yang diuji lain dengan akreditasnya, maka hasil nanti akan berbeda. Sebab, semua lab terakreditasi bukan untuk semua parameter,” kuncinya. (MG3)

Komentar

Loading...