Wakajati Maluku Raih Gelar Doktor
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Erryl Prima Putera Agoes, SH. MH, resmi meraih gelar doktor.
Erryl dikukuhkan setelah dinyatakan lulus ujian terbuka program pendidikan doktor pascasarjana Universitas Jayabaya, Jakarta, beberapa waktu lalu. Erryl berhasil mempertahankan sesertasinya berjudul: Rekonstruksi Politik Hukum Penanganan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
Dalam desertasinya, Erryl meneliti kasus Elly Lasut, Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara yang tersandung kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 7,7 miliar.
Atas kasus itu, lulusan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya tahun 1987, ini menawarkan konsep dalam desertasinya, yakni renkontruksi politik hukum penanganan penuntutan tindak pidana korupsi, berdasarkan sistem hukum yang ideal.
Di mana, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mempunyai beberapa tugas, diantaranya berkooordinasi dengan instasi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Yang kedua, supervisi terhadap instasi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, terhadap tindak pidana korupsi dan ke empat, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan melakukan monitor terhadap penyelenggaran dan pemerintahan negara,” kata Erryl, dalam rilisnya yang diterima Kabar Timur, Minggu (14/10).
Menurutnya, KPK tidak mempunyai kewenangan melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Kewenangan penututan terhadap tindak pidana korupsi adalah Kepolisian dan Kejaksaan. Ini sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. “Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang tersebut untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim,” kata Erryl dalam desertasinya.
Erryl berpendapat, untuk menghasilkan proses hukum yang ideal, lembaga penyidikan harus terpisah dari lembaga penuntutan. Hal itu dimaksudkan agar proses pelimpahan berkas dari penyidik ke penuntut umum tidak satu pintu. Sebab, berdasarkan data empiris, pelimpahan berkas dari penyidik KPK ke penuntut umum selalu lengkap (P21), atau jarang terjadi pelimpahan berkas dari penyidik KPK ke penutut umum KPK dinyatakan ditolak.
Hal tersebut disebabkan subtansi berkas perkara sudah dikomunikasikan secara formal atau informal dalam lembaga tersebut. Sehingga proses hukum yang demikian itu untuk menghindari, bukanlah proses atau sistem hukum yang baik. “Untuk menghindari hal seperti itu, sudah sewajarnya jika lembaga penyidikan dan lembaga penuntutan adalah lembaga yang berbeda, bukan lembaga yang sama hak izin untuk mewujudkan sistem hukum yang ideal, sebagaima dimaksud dalam KUHAP,” jelasnya.
Dalam disertasinya, Errly juga mengutip konsep merekontruksi teori Jimly Asshiddiqie yang menyatakan, bahwa untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman, negara dapat membentuk berbagai jenis lembaga negara baru yang diharapkan dapat lebih responsif dalam mengatasi persoalan aktual.
“Atas dukungan semua pihak, saya mengucapkan terima kasih. Selanjutnya saya akan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dalam pengabdian kepada bangsa dan negara,” tandasnya.
Pengukuhan Errly sebagai doktor dihadiri Rektor Universitas Patimura Prof. Dr. Marthinus Johanes Saptenno, SH. M.Hum, Walikota Ambon Richard Louhenapessy, para kolega di Kejaksaan, dan alumnus Unsri serta keluarganya. (CR1)
Komentar