Tiga Daerah Gerakan Separatis di Indonesia Yang Masih Eksis
Papua & Aceh Bersenjata, Maluku Berjuang Politis

KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Gerakan merdeka, Aceh dan Papua memilih perang terbuka bersenjata. Sedangkan, Maluku perjuangan merdeka Deng halus politik dan diplomasi.
Ada tiga gerakan separatis masih masih bercokol di Indonesia, diantaranya: Gerakan separatis Aceh Merdeka, Gerakan separatis Papua Merdeka dan gerakan separatis Maluku merdeka atau yang dikenal, RMS.
Tiga gerakan separatis ini berjuang keras. Aceh dan Papua, memilih jalur gerakan terang-terangan bersenjata. Sedangkan, Maluku, perjuangan gerakan separatis dilakukan lewat jalur politis atau gerakan dibawa tanah tanpa senjata.
Untuk Aceh, gerakan separatisnya tidak lagi berbahaya. Negara telah mampu meredam gerakan itu.
Itu sebabnya, kabar gerakan bersenjata yang kerap "makan korban" sipil maupun aparat negara lewat perang terbuka tak lagi bergema dari daerah yang berjuluk, Serambi Mekkah itu.
Berbeda yang dilakukan gerakan Papua, merdeka, yang sampai saat ini masih bergejolak. Kasus penembakan, penculikan yang dilakukan gerakan ini masih terus berlanjut.
Pelbagai pendekatan persuasif yang dilakukan negara untuk "menjinakkan" gerakan ini, seperti Aceh, tak berbuah hasil. Buktinya, penculikan, penembakan, perampokan dan pembunuhan masih terus terjadi di tanah Papua.
Tidak sedikit, tentara, polisi dan warga sipil khususnya pendatang di Papua yang menjadi sasaran pembunuhan oleh tentara separatis.
Separatis Papua seolah sulit ditaklukan. Pelbagai upaya itu, sudah dilakukan. Bahkan, Papua tergolong daerah yang paling dimanja Pemerintah NKRI.
Tapi, semua kemanjaan yang digelontorkan oleh pemerintah seperti membuang garam di laut.
Separatis Papua masih terus eksis sampai detik ini. Perjuangan mereka terus menyalah, dari gunung-gunung dan hutan Papua.
Lantas bagaimana dengan separatis Maluku?
Separatis Maluku atau yang dikenal RMS (Republik Maluku Selatan), sulit untuk dideteksi gerakannya. Perjuangan mereka silent, di Maluku, terbuka di Luar Negeri, seperti di Belanda.
RMS diproklamirkan di Maluku, tahun 1950. Tapi, deklarasi kemerdekaan tidak didukung sepenuh oleh orang Maluku. Mereka hanya segelintir orang.
Itu, sebabnya gerakan RMS yang terus berjuang untuk Maluku merdeka tidak pernah diakui.
Andai saja, RMS didukung mayoritas rakyat Maluku, maka perjuangan merdeka Maluku, sudah bisa tercapai, sejak dulu.
Gerakan RMS ditantang atau ditolak masyarakat Muslim Maluku. Kalau pun ada nama-nama warga dan marga muslim dalam struktur RMS itu, hanyalah segelintir pecundang yang telah "terjepit" hidupnya di pengasingan.
Agresi terbesar atau kesempatan terbesar RMS, saat Maluku dicabik konflik SARA, 1999, silam. Lewat kaki yang berwujud Front Kedaulatan Maluku (FKM), yang dipimpin Alex Manuputty, telah gagal meraih simpati rakyat Maluku.
Warga Muslim di Maluku, menjadi satu-satunya, yang penyebab gagalnya eksis RMS kembali di Maluku. Kendati, begitu saat ini RMS kembali unjuk gigi, bahwa mereka ada ada dan tetap eksis.
Di HUT ke-75 RMS yang jatuh, pada, 25 April 2025, lalu, perayaan di negeri Belanda sengaja dilakukan besar-besaran. Semua pendukung dan bahkan ada tokoh-tokoh muslim sengaja dipamerkan, seolah-oleh mereka mendukung gerakan itu.
Di HUT, RMS kali ini, juga mereka memberi pesan bahwa pendukung RMS tersebar tidak hanya di Maluku, tapi juga di Maluku Utara. Karena itu, benang raja bendera RMS berkibar di Malut, ketika HUT, RMS lalu.
Total bendera RMS yang berkibar saat HUT ke-75 RMS di Maluku, sebanyak 14 bendera, terbanyak dari tahun-tahun sebelumnya. Kendati, tidak berbahaya, perjuangan RMS patut diwaspadai negara. Siapa tahu, dari perjuangan politik, bisa juga beralih ke senjata. Karena isu-isu tiga kontainer senjata, masih menjadi misteri, sampai saat ini. Benar atau tidak isu, belum bisa dipastikan. (KT)
Komentar