Bongkar Kasus Temuan Rp 5,3 Miliar di DPRD Kota
Si???? ???????, Pengamat: Kasus Ini Harus “Naik Kelas”
KABARTIMURNEWS.COM. AMBON-Tim penyidik Kejari Ambon terus bergerak. Lebih dari 11 staf di Sekretariat DPRD Kota diperiksa. Pengamat nilai kasus ini mesti “naik kelas.”
Sejumlah saksi terus digarap tim penyidik Kejari Ambon. Setidaknya, sampai, Senin, kemarin, tercatat sebanyak 11 orang saksi telah hadir dan dimintai keterangan, jaksa terkait dugaan korupsi Rp 5,3 miliar yang ditemukan dari audit BPK RI Wilayah Maluku tahun 2020 di DPRD Kota Ambon.
Dari lima saksi yang dipanggil dan diperiksa, kemarin, empat diantaranya hadir dan satu mangkir alias tidak hadir tanpa alasan. Satu saksi yang tak hadir itu aadalah: Mantan Sekwan DPRD Kota bernama: Elkyopas Silooy, yang saat ini menjabat sebagai Asisten I Walikota Ambon.
“Lima saksi yang dipanggil, empat hadir dan satu saksi berinisial ES Mantan Sekwan DPRD Kota tidak hadir. Yang bersangkutan tidak hadir tanpa keterangan,” kata Kepala Seksi Intel Kejari Ambon, Djino Talakua, yang dikonfirmasi wartawan, Senin, kamrin.
ES akan dijadwalkan panggil ulang untuk diperiksa sebagai saksi, pada Kamis, 25 November 2021, mendatang. “Kita jadwalkan panggil ulang ES,” tegas Talakua. Sedangkan untuk empat orang yang telah penuhi penggilan dan diperiksa itu yakni: JT Kasubag Keuangan Setwan Kota, CP PPTK Kegiatan Makan Minum, EL, PPK Kegiatan Perjalanan Dinas, dan HT Staf Bagian Keuangan Setwan Kota.
"Ke-empat orang saksi ini diperiksa mulai pukul 09.30 WIT- hingga 19.00 WIT. Masing-masing saksi dicecar 30 pertanyaan dari Tim Jaksa Penyidik,” tandasnya.
Untuk diketahui, pemeriksaan terhadap staf di DPRD Kota, telah dimulai sejak 18 November 2021. Pemeriksaan awal, Tim Penyidik memeriksa sebanyak empat saksi, SD selaku Sekwan DPRD Kota, JP Selaku Kabag Pengawasan Penganggaran, MP selaku Kabag TU, LS selaku Kabag Registrasi, dan SS selaku Bendahara.
Sementara pemeriksaan terhadap saksi berikutnya dilanjutkan tanggal 19 November. Pemeriksaan pun dilakukan terhadap empat orang saksi diantaranya FN selaku PPK Kegiatan Belanja Biaya Rumah Tangga Tahun Anggaran 2020.
Kemudian FT selaku PPK Kegiatan. Belanja Peralatan Kebersihan dan Bahan Pembersih Ta 2020, HM selaku PPK Kegiatan Belanja Alat Listrik Dan Elektronik Ta 2020, dan LN selaku PPK Kegiatan Pembahasan Anggaran Ta 2020. Tercatat, sudah 12 orang saksi yang diperiksa pada tiga hari berbeda (18 November-19 November dan 22 November) oleh Tim Jaksa.
HARUS “NAIK KELAS”
Sempat terang di Kota Ambon, dan kembali redup saat penanganan kasus proyek Mipa Universitas Pattimura (Unpatti), Korps Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, kembali diuji. Kasus temuan BPK RI Wilayah Maluku, di DPRD Kota Rp 5,3 miliar yang tengah diusut jadi ujian berat kinerja Kejari Ambon.
"Harus tuntas dan “naik kelas.” Ini ujian berat bagi kejaksaan sebagai institusi penegak hukum," kata Pengamat hukum yang juga eks Kuasa Hukum Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Husen Bafaddal, kepada Kabar Timur, di Ambon, Senin (22/11).
Dia mengatakan, korupsi dalam sektor internal DPRD umumnya bukan praktik baru, melainkan praktik lama dan subur. “Penanganan mudah, namun dibuat berbelit-belit oleh oknum-oknum yang memiliki high profil, baik dalam institusi yang menangani, maupun pihak luar di kekuasaan hukum,"katanya.
Terkait dugaan di DPRD Kota Ambon Rp 5,3 miliar temuan BPK RI diakui, merupakan bukti petunjuk yang resmi dari lembaga BPK yang tidak bisa dikoreksi dan/atau dibantah oleh lembaga manapun, terkecuali fakta hukum di Pengadilan.
"Temuan BPK sangat membantu atau memudahkan pihak penyilidik dan/atau penyidik Kejari Ambon menetapkan oknum-oknum yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan keuangan Anggaran Belanja Barang dan Jasa DPRD Kota Ambon yang merugikan negara Rp 5,3 milliar ini sebagai tersangka,"jelasnya.
Praktik korupsi di sektor ini praktik lama (clasic) yang subur dan mudah dalam penanganannya, atau membongkar praktik seperti ini. “Sangat mudah menyimpulkan apa, bagaimana, dan siapa pelakunya yang telah merugikan negara sebanyak itu,"tambahnya.
Apalagi, selain hasil pemeriksaan BPK, ada nota fiktif belanja yang diterbitkan CV. Dua Gandong. Dengan bukti nota fiktif, dengan sendirinya telah mengkonfirmasi, kasusnya mustahil untuk dihentikan dengan dalil apapun.
Lebih lanjut, dikatakan, adanya bukti petunjuk kerugian negara Rp5,3 miliar berupa laporan Fiktif, serta Nota Fiktif, sangat tepat penyelidik/penyidik Kejari Ambon menerapkan Ketentuan Pasal 9 jo Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999, jo Undang-Undang Perubahan Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Penerapan “Pasal (9) UU Tipikor” dalam kasus dugaan Korupsi Anggaran Belanja Barang dan Jasa yang melibatkan oknum DPRD Kota Ambon, jelasnya, tepat dan ideal karena adanya Pemalsuan Surat Laporan Keuangan, salah satunya Nota Fiktif yang dilampirkan dalam laporan tersebut.
"Selanjutnya oknum Swasta dalam hal ini CV. Dua Gandong (DG) harus diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban atas fakta Nota Fiktif. Karena adanya nota tersebut CV. DG, telah menguntungkan oknum DPRD Kota Ambon dan/atau sebaliknya CV. DG turut mengambil untung dalam kasus Korupsi itu,"jelasnya.
Maka, tambahnya, tepat jika Oknum CV. DG diterapkan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 Juncto, Undang-Undang Perubahan Nomor 21 Tahun 2001.
"Undang-undang dimaksud tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena telah menguntungkan oknum yang diduga telah merugikan Negara Rp 5,3 Milliar,"tandasnya. (KTE)
Komentar