Dua Saksi Ahli Korupsi Taman Kota KKT Beda Pendapat
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Perkara dugaan korupsi Taman Kota Saumlaki KKT semakin terungkap kekeliruan dakwaan jaksa. Dua saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahkan saling bertolak belakang.
Tiga terdakwa dihadirkan jaksa Rabu kemarin dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Yeni Tulak itu masing-masing, PPK Wilma Fenanlampir, Konsultan Pengawas Frans Pelamonia dan mantan Kadis PU KKT Adrianus Sihasale. Ketiganya diberi kesempatan secara bergilir menyampaikan pertanyaan kepada saksi ahli pengadaan barang dan jasa konstruksi yang juga akademisi UMI Makassar, DR Ir Edy Jaya Putera.
Menjawab sejumlah pertanyaan para terdakwa, Edy Jaya Putera pada pokoknya menjelaskan bahwa Contract Change Order (CCO) merupakan hal yang wajar sepanjang tidak terjadi perubahan nilai proyek.
Edy juga menyatakan perhitungan volume pekerjaan berdasarkan addendum itu dapat dibenarkan . “Perhitungan volume berdasarkan adendum di setiap pemeriksaan pekerjaan, itu sah,” katanya menjawab terdakwa konsultan pengawas Frans Pelamonia.
Terkait itu, oleh penasehat hukumnya, Marthen Fodatkosu menilai penjelasan ahli tersebut menunjukkan lemahnya dakwaan JPU. Meski saksi ahli Edy Putera Jaya dihadirkan sendiri oleh JPU.
“Jadi apa yang dilaksanakan klien kami sudah benar. Ahli konstruksi Doktor Haji Edy sendiri bilang, perhitungan nilai riil pekerjaan harus menurut addendum, bukan kontrak,” kata Fodatkosu.
Namun yang terjadi, ahli Politeknik Negeri Ambon Wellem Gasperz yang digunakan oleh JPU pada persidangan sebelumnya malah mengacu pada kontrak dalam melakukan penghitungan volume pekerjaan. Padahal Adendum menurutnya mesti dipakai oleh Gasperz karena menunjukkan volume riil pekerjaan proyek Taman Kota Saumlaki KKT
Akibat kontrak dipakai sebagai acuan ahli Politeknik Wellem Gasperz menyatakan terjadi kekurangan volume pekerjaan. Buntutnya, setelah dihitung BPKP Provinsi Maluku ada kerugian negara sebesar Rp 1,35 miliar. (KTA)
Komentar