Soal Dana Subsidi Lima Tahun di Damri Ambon
Kaisuku Nyatakan tak Bakal Menyerah
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Mendapat dukungan rekan sesama sopir Agus Triyanto yang terlebih dahulu telah dipindahkan (mutasi), ke Damri Cabang Sorong, Yakub Hermawan Kaisuku menyatakan terus berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka sebagai sopir berupa dana subsidi perintis yang tidak pernah dibayarkan selama lima tahun lebih.
“Beta seng akan menyerah. Beta berjuang terus termasuk melaporkan masalah ini ke Polda Maluku. Satu dua hari ini beta sudah di Ambon dan langsung beta lapor akang bersama beta punya pendamping hukum,” ungkap Wawan sapaan akrab Yakub Hermawan Kaisuku, ketika dihubungi Kabar Timur via telepon selulernya, tadi malam.
Tekadnya untuk melapor masalah ini diselesaikan lewat jalur hukum semakin bulat, menyusul, adanya dukungan dari Agus Triyanto sesam rekannnya yang sebelumnya bersuara tentang masalah ini dan dimutasikan ke Damri Cabang Sorong, Papua.
“Agus Triyanto paleng tahu banyak. Jadi beta sudah punya tekad bulat. Dong dari Kantor Damri Cabang Ambon, ada menyurat beta untuk menghadap ke kantor. Beta akan menghadap, setelah beta laporkan resmi dulu masalah ini,” tegas Wawan.
Dia juga mengaku, salah satu manager di Damri Ambon, sempat menghubunginya dan meminta dirinya untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. “bahkan, dia (manager) bilang beta jangan sampe gara-gara ini Damri Ambon bisa ditutup,” kata Wawan mengutip ucapan salah satu manager yang menghubungi dirinya.
Semua konsekuensi dari perjuangannya sudah dia “wakafkan” termasuk diberhentikan dan sebagainya. “Ini beta punya perjuangan. Kalau nanti dong mau pecat beta hanya karena beta berjuang beta punya hak-hak yang negara bayar, tapi mereka tidak membayarnya itu sudah resiko. Tapi, beta yakin, kebenaran ini akan terungkap,” tutup Wawan.
Sebagaimana diberitakan, dugaan korupsi dana subsidi perintis tujuh persen kepada 26 sopir Damri di Perum Damri Cabang Ambon, selama lebih dari lima tahun tidak dibayarkan makin terang.
Agus Triyanto salah satu sopir Damri, Cabang Ambon, yang dimutasi ke Damri Cabang Sorong, Papua, memperkuat apa yang disampaikan rekannya Yakub Hermawan Kaisuku, dan siap bersaksi, bila masalah ini diusut aparat penegak hukum.
“Saya siap bersaksi. Siapa takut. Masalah dana subsidi ini, awalnya saya yang bongkar dan kemudian saya dipindahkan ke Sorong,”ungkap Agus Triyanto, yang dihubungi Kabar Timur via telepon selulernya, tadi malam.
Menyoal dirinya sempat melakukan aksi anarkis saat memprotes masalah dana subsidi hingga dilaporkan ke pihak kepolisian, Agus tidak menepisnya. “Benar pak saya dilaporkan dan sempat diproses. Tapi, kemudian saya juga membuat laporan balik. Tiba-tiba mereka cabut perkara dan saya dipindahkan atau dimutasikan,” beber Agus.
Menurut Agus dirinya melapor balik soal dana subsidi itu. “Kalau dihitung saya punya dana subsidi yang belum dibayarkan ada empat tahun. Saat ini saya baru bertugas di Sorong, dua tahun lebih. Karena itu saya mendukung rencana rekan saya melaporkan masalah ini biar semua orang tahu bobroknya Damri Cabang Ambon,” tegasnya.
Agus mengaku, orang tuanya merupakan salah satu perintis hingga Damri Cabang Ambon, ini ada. “Semua orang tahu, kalau ayah saya adalah salah perintis sehingga Damri Cabang Ambon bisa ada di Maluku,” ungkap Agus.
Hanya saja, kata Agus, tindakan dan realisasi pelaksaan kerja-kerja pada Damri Cabang Ambon, penuh intrik dan bobrok disana-sini. “Saya tahu banyak Pak. Dana subsidi ini awal mulanya saya yang bongkar. Saya bongkar kemudian saya difitnah sebagai orang yang tidak waras. Bahkan, saya dibilang pengawai rendahan,” tutur Agus lagi.
Ketika ditanya apakah selama bertugas di Damri Sorong dua tahun lebih, dana subsidi tujuh persen diperoleh? Agus mengatakan, dana subsidi tujuh persen diperoleh saban bulan. “Kalau disini setiap bulan kita peroleh, tidak ada yang tidak. Hanya di Damri Ambon saja yang saya tidak pernah terima,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya tekad salah satu sopir Damri, Cabang Ambon, Yakub Hermawan Kaisuku membawa masalah dana subsidi perintis yang tidak pernah dibayarkan selama lebih dari lima tahun, ke jalur hukum semakin bulat.
“Beta (saya), sudah bicara (konsultasikan) masalah ini dengan salah satu dosen Fakultas Hukum, Universitas Pattimura (Unpatti). Selanjutnya nanti katong akan lapor resmi ke Polda Maluku, dalam waktu dekat setelah beta masuk Ambon,” ungkap Wawan, sebutan akrab Yakub Hermawan Kaisuku, menjawab Kabar Timur via telepon selulernya, tadi malam.
Wawan mengaku, sejak awal masalah ini diinginkan untuk diselesaikan lewat jalur hukum, biar semua menjadi jelas dan terang. “Semua bukti yang beta miliki, beta akan sampaikan untuk melapor masalah ini. Beta punya pendamping sudah bilang beta siapkan semua bukti-bukti itu, saat melapor nanti,” paparnya.
Menurut wawan, tekad bulatnya untuk membawa masalah ini lewat jalur hukum tak bisa lagi dibentung, meski dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya. “Kalau dengan masalah ini kemudian dong harus pecat beta, seng apa-apa. Yang penting beta berjuang untuk mendapatkan hak-hak beta yang diberikan oleh pemerintah, tapi tidak dibayarkan,” ungkap Wawan.
Karena itu, segala upaya pihak kantornya (Damri Cabang Ambon), untuk memintanya melakukan klarifikasi terhadap apa yang beta sudah sampaikan ke media tidak dipenuhi. “Istilahnya semua sudah terlambat. Beta tidak mau berjuang setengah-setengah, seperti sopir-sopir lain yang takut berjuang bersama-sama,” katanya.
Menyoal siapa yang bakal mendampingi dirinya nanti melaporkan masalah ini ke Polda Maluku nanti, Wawan tak ingin mengungkap. Dia mengaku, kalau saatnya nanti (waktu melapor), Kabar Timur akan diberitahu. “Nanti waktunya lapor katong akang bilang (infokan), ke Kabar Timur,” ujar Wawan menutup.
Dugaan tindak pidana korupsi atas dana subsidi perintis tujuh persen bagi 26 sopir Damri, di Perum Damri Cabang Ambon, lebih dari lima tahun (mendekati delapan tahun) tidak pernah dibayar.
Kendati ditemukan adanya realisasi pembayaran lengkap dengan tanda tangan sopir tercatat per bulan Rp 935.000, per orang. Tapi, tanda tangan tersebut “palsu” lantaran sopir selama bergulirnya dana subsidi tersebut tidak pernah lakukan tanda tangan.
“Uangnya saja katong seng parnah terima, apalagi bertanda tangan. Ini yang buat beta (saya), ngotot membongkar masalah ini,” ungkap Yakub Hermawan Kaisuku, salah satu sopir Perum Damri Cabang Ambon, ketika berbincang-bincang dengan Redaksi Kabar Timur, Sabtu, akhir pekan, kemarin.
Menurut dia, yang membongkar skandal subsidi perintis untuk sopir di Damri Cabang Ambon bukan dirinya yang pertama, tapi sebelumnya, ada rekan lainnya bernama: Agus Trianto. “Saat ini, Agus sudah dipindah ke Sorong, Papua,” tutur Kaisuku.
Agus, lanjut dia, dalam aksi meminta dana subsidi dibayarkan berlangsung anarkis. Dia (Agus), menghancurkan beberapa kaca-kaca kantor dan laptop di Kantor Damri Cabang Ambon. Aksi, Agus itu oleh pihak kantor dilaporkan ke Polsek Baguala. “Itu peristiwa kurang lebih tiga tahun lalu,” kisahnya.
Agus sempat dilidik oleh pihak penyelidik, kemudian kasus atau perkara dicabut lantaran bila diteruskan akar masalah dari tindakan anarkis Agus ini yakni, dana subsidi. “Itulah kemudian, masalahnya dicabut dan Agus dimutasi keluar dari Ambon ke Sorong Papua,” bebernya.
Kaisuku mengaku, memiliki bukti kuat pembicaraan menganai dana subsidi perintis yang tidak pernah mereka (para sopir), selama kurang lebih lima tahun. “Beta (saya), punya bukti rekaman, kalau dana subsidi dong (mereka), bayarkan buat Satker. Bukti itu keluar dari salah satu menager,” tuturnya.
Sebelumnya Manager Keuangan SDM dan Umum, Perum Damri Cabang Ambon, Irfan Buhari Laitupa kepada wartawan Kabar Timur, berdalih bahwa informasi yang disampaikan Kaisuku, adalah informasi yang tidak benar. “Tujuh persen subsidi operasional bus perintis bagi para sopir itu, tidak ada dalam kontrak dengan Kementrian Perhubungan,” katanya.
Dikatakan, kontrak yang disepakati antara Perum Damri Ambon dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kementrian Perhubungan Indonesia, tidak ada anggaran untuk pembayaran perbulan dana tujuh persen sebagaimana dimaksud. “Dalam kontrak itu sudah jelas, supir Damri hanya dibayar gajinya saja (UMR). Untuk tujuh persen dana subsidi yang dimaksud itu tidak ada dalam kontrak. Selama ini kita tidak berani bayar, karena tidak ada dalam kontrak,” katanya, lagi.
Dia bahkan, menambahkan, kalau dana tujuh persen yang dimaksud Kaisuku supir Damri itu, telah dibayarkan setiap hari. Pembayaran dilakukan berdasarkan pendapatan per supir. “Mereka punya tujuh persen dibayar tiap hari. Saya kasih contoh, misalnya ada supir yang antar penumpang ke Ambon menuju Bula, pergi lima penumpang pulang lima penumpang. Total 10 penumpang, dan 10 dikalikan ongkos bus misalnya Rp 150.000 = Rp 1.500.000. Nah, dari Rp. 1.500.000 ini, dikalikan tujuh persen, berarti mereka dapat Rp 105 ribu, untuk satu hari. Dan itu tiap hari, “ungkapnya.
PEMUFAKATAN JAHAT
Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Universitas Pattimura, Doktor Sherlock Likipeuw ketika dikonfirmasi terkait nasib dana subsidi sopir Damri di Perum Damri Cabang Ambon yang tidak dibayarkan lebih dari lima tahun ini, menyatakan, bila kondisinya secara faktual berpotensi masuk PMH yang berimplikasi pada Tindak Pidana Korupsi (TPK).
Dalam Peraturan Menteri soal subsidi sudah jelas makanya penjelasan pihak Perum DAMRI patut diuji secara hukum apalagi dalam kurun waktu yang cukup panjang ( 8 tahun) maka “dapat” secara patut menurut hukum masuk dalam terminologi “pembiaran”
Dia mengatakan, patut diduga terjadi pemufakatan jahat yang dilakukan secara sadar dan terencana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan atau mendapatkan keuntungan dengan cara melawan hukum.
“Hal ini bertentangan dengan doktrin hukum (HTN/HAN) dimana “tidak diperbolehkan seseorang menderita kerugian sebagai akibat perbuatan melawan hukum dan sebaliknya juga tidak diperbolehkan seseorang mendapatkan keuntungan dengan cara melawan hukum,” kata Sherlock.
Menurutnya, dari aspek hukum administrasi sebagaimana diatur dalam UU 30/2014 maka patut diduga ada dugaan perbuatan melanggar hukum dalam hal penyalahgunaan kewenangan dan atau sewenang-wewenang yang mana berkosekuensi terhadap tanggung gugat baik sebagai pribadi maupun tanggung gugat dalam jabatan.
“Artinya adanya dugaan pemalsuan surat atau tanda tangan yang digunakan sebagai dalil pertanggung jawaban penggunaan dana subsidi, itu jelas memenuhi unsur perbuatan pidana yang padanya melekat tanggung jawab pidana,” papar Sherlock lagi.
Masih menurut Sherlock, dari sudut pandang beban tanggung jawab hukum maka sudah dapat dipastikan masuk dalam ranah pidana, perdata dan adminitrasi. “Kalau sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum maka dengan konstruksi hukum sebagaimana diatas sudah sepatutnya “dapat” ditindak lanjuti dengan melakukan proses penyelidikan.
“Dari aspek teknis hukum ini sudah cukup menjadi dasar bertindak bagi penyidik memulai proses penyelidikan tinggal dilengkapi keterangan para pihak, baik pelapor maupun terlapor dan ditambah keterangan ahli,” paparnya.
Pakar hukum HTN, Unpatti Ambon ini bahkan menyatakan siap diperiksa sebagai ahli mendampingi para sopir Damri Ambon sebagai korban. “Saya siap diperiksa sebagai ahli dampingi sopir sebagai korban, gratis tanpa biaya,” tegas Sherlock menutup. (KT)
Komentar