Pembangunan Kelistrikan di Maluku Terkendala Regulasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Program pembangunan kelistrikan di Maluku yang secara geografis terdiri dari pulau-pulau hingga saat ini masih belum menjangkau semua kawasan akibat terkendala regulasi dari pemerintah.

“Regulasi yang mengatur penggunaan bahan bakar bio gas untuk pembangkit listrik, padahal PLN sejak 2017 sudah membangun jaringan kelistrikan pada beberapa wilayah,” kata Ketua Komisi II DPRD Maluku, Santhy Tethol di Ambon, Senin. Penjelasan Santhy disampaikan saat memimpin rapat kerja komisi dengan mitra terkait serta tim percepatan pembangunan Kota Tual.

Menurut dia, dibutuhkan anggaran Rp6,5 miliar untuk pembelian genset, tetapi APBD Kota Tual sangat kecil  sehingga tidak mampu dengan APBD yang tidak cukup Rp1 triliun, apalagi  harus menangani belanja pegawai. “Maka kebutuhan Rp6,5 miliar untuk pembangunan kelistrikan ini lalu mereka mendatangi DPRD Provinsi Maluku untuk meminta uluran tangan Pemprov bersama PLN untuk mencari solusi akan kebutuhan listrik di Kota Tual,” ujar Santhy.

Jadi Pemprov Maluku bersama PLN harus bersama-sama memikirkan pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat Kota Tual, khususnya empat pulau yang ada di wilayah itu. “Kalau pengadaan mesin sudah dilakukan sejak empat tahun lalu saat pembangunan jaringan pad 2017, maka hari ini wilayah tersebut teraliri listrik meski pun muncul regulasi baru untuk kembali ke penggunaan gas,” kata Santhy.

Sebab saat ini PLN tidak lagi melakukan pengadaan mesin berdasarkan regulasi baru dan Pemprov Maluku juga tidak bisa sebab akan bertabrakan dengan kebijakan pusat, padahal belum 100 persen wilayah di Maluku teraliri listrik meski pun ada kawasan yang sudah dibangun infrastruktur kelistrikannya.

GM PLN Wilayah Maluku-Malut, Muhammad Sobri menjelaskan, PLN sudah berinvestasi untuk program listrik desa tetapi di tengah jalan program yang direncanakan awal menggunakan PLTD berbahan bakar diesel tidak boleh digunakan lagi setelah muncul regulasi yang menghapuskannya.

PLN juga membangun jaringan, gardu listrik dan perangkat pendukung lainnya tentu pengadaanya secara terpisah. Ada 97 lokasi yang secara nasional diketahui lalu pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeluarkan diskresi untuk bisa menggunakan mesin pembangkit listrik berbahan bakar gas.

PLN juga saat ini sudah menyurati pemerintah setelah dimulainya regulasi baru tersebut pada 1 April 2021 dan mengusulkan untuk pembelian mesin pembangkit diesel berjenis B-30 dengan menggunakan bahan bakar solar. Tipe mesin diesel seperti ini memiliki kapasitas yang kecil namun lebih mudah mendapatkan bahan bakarnya, dan langkah ini dilakukan karena adanya diskresi kepada PLN. Namun,  sampai saat ini belum ada jawaban resmi dari pemerintah.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Turaya Samal mengatakan perlunya ada pertemuan lanjutan antara komisi dengan Dinas ESDM serta PLN untuk membahas berbagai persoalan yang terjadi. “Kalau di Kota Tual ada kampung yang lokasinya berjauhan dan Pemkot setempat  mau membeli mesin pembangkit listrik,  maka APBD mereka akan habis. Padahal masih ada pelayanan kebutuhan lain sehingga harus diketahui berapa besar APBD-nya baru DPRD Provinsi Maluku bisa intervensi,” ujarnya.

Tetapi yang jelasnya dibutuhkan bantuan pemerintah dari tingkat pusat dan tidak semuanya disediakan oleh Pemprov Maluku saja atau pun Pemkot Tual.

Kondisi seperti ini juga ada di kabupaten/kota lainnya di Maluku, dan bila infrastruktur kelistrikan sudah dibangun tetapi tidak ada kelanjutannya tentu anggarannya juga terbuang percuma. “Jadi kita perlu menyampaikan kepada pemerintah persoalan yang terjadi di Maluku seperti ini karena bagian dari NKRI dan bukan Pulau Jawa saja yang mempunyai sumbangsih untuk kemerdakaan Indonesia,” tandasnya.

Program listrik ini dari pusat sampai daerah gagal semuanya karena masyarakat dipersulit dengan berbagai regulasi yang menyusahkan mereka, seperti jaringan infrastruktur kelistrikan yang sudah dibangun sejak 2017 , tetapi mandeg akibat perubahan regulasi.”Kalau tender mesin pembangkit yang sudah dilakukan saja gagal di tengah jalan, ini kan aneh dan uang rakyat dihabiskan hanya untuk para pemangku kepentingan,” tegasnya.

Kadis ESDM Maluku, Fauzan Chatib menjelaskan, untuk masalah listrik di Kota Tual terkait regulasi kemudian ada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik  (RUPTL) dan semua aktivitas yang dilakukan PLN atau pun Kementerian ESDM mengacu pada kebijakan ini. Untuk itu,  RUPTL sementara direvisi guna diadakan penyesuaian terkait dengan perkembangan terakhir.

Pemprov Maluku pada 2016 telah melakukan pengadaan  satu unit mesin genset sebesar 200 KVA atau 200.000 Watt dan pemasangan jaringan di Desa Toyando Yamtel, Kota Tual dan pengelolaannya sudah diserahkan kepada desa yang bersangkutan dan layanannya dari pukul 06:00 WIT hingga pukul 24:00 WIT.

Untuk daerah Kota Tual sendiri, kewenangan Pemprov Maluku hanya menyediakan anggaran untuk masyarakat miskin maka ada program yang akan dilakukan di sana berupa penyambungan listrik gratis kepada 100 rumah tangga sasaran kurang mampu, walau pun sudah ada jaringan listrik di depan rumah mereka tetapi  tidak bisa melakukan penyambungan.

(AN/KT)

Komentar

Loading...