OJK: Kondisi Perbankan di Maluku Masih Stabil

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON -Walaupun dihantam wabah Covid-19 kurang lebih setahun, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kondisi perbankan yang ada di Provinsi Maluku. Hingga saat ini kondisi Perbankan masih relatif stabil. 

“Kondisi Perbankan di Provinsi Maluku Secara umum,masih relatif stabil dan terkendali” kata Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku, Roni Nazra, di Ambon, Kamis (18/3). 

Menurutnya, kestabilan kondisi perbankan di Maluku dapat dilihat dari pertumbuhan aset di tahun 2020. Total aset perbankan di Provinsi Maluku,  sebesar Rp 23,93 Triliun atau tumbuh 3,56 persen secara yoy.

“Terutama didukung dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 4,05 persenatau sebesar Rp 15,39 triliun. Pertumbuhan DPK tersebut berasal dari pertumbuhan produk tabungan sebesar 7,20 persen (yoy), dengan total nominal sebesar Rp 9,24 triliun atau sebesar 60,1 persen dari total DPK, “jelasnya.

Disisi lain, sambung Roni, kredit perbankan bisa dikatakan tumbuh sebesar 4,65 persen secara yoy per Desember 2020 lalu, atau menjadi sebesar Rp14,90 Triliun. Hal ini sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan DPK yang hanya 4,05 persen.

“Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan DPK, mencerminkan fungsi intermediasi perbankan di Provinsi Maluku masih sangat baik. Ini tidak terlepas dari peran aktif Forum Komunikasi Lembaga Jasa Keuangan Maluku, yang difasilitasi Kantor OJK  Maluku, dalammendorong penyaluran kredit kepada masyarakat, dan pelaku usaha dalam fase recovery ekonomi ini, “paparnya.

Lebih lanjut, Roni mengatakan, penyaluran kredit perbankan yang dilakukan, cenderung lebih besar kepada kredit konsumtif. Kredit konsumtif yang dilakukan sebesar 68,32 persen dari total kredit, serta diikuti oleh kredit produktif sebesar 31,68 persen. “Jika dirincikan, semua itu terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi masing-masing sebesar 26,77 persen dan 4,91 persen. “tambah kepala Kantor OJK Provinsi Maluku itu. 

Masih menurut Roni, jika melihat berdasarkan sektor ekonomi terbesar yang dibiayai oleh perbankan,  ada tiga sektor yang telah jadi fokus diantaranya,  kepemilikan peralatan rumah tangga termasuk Pinjaman Multiguna sebesar 35,92 persen, diikuti sektor ekonomi Bukan Lapangan Usaha Lainnya termasuk  kredit ASN sebesar 29,48 persen, dan sektor ekonomi perdagangan besar serta eceran 19,06 persen.

“Peningkatan kredit secara agregat, diiringi dengan penurunan NPL sebesar 0,05 persenyoy, atau menjadi sebesar 1,10 persen pada Desember 2020. Kemudian kontribusi kredit produktif yang cukup tinggi, salah satunya merupakan hasil dari program percepatan akses keuangan, dalam mendorong akses kredit kepada Pelaku UMKM,”terangnya.

Kontribusi kredit UMKM di Maluku, sambung Roni, meningkat sepanjang tahun 2020, dari 26,06 persen per Desember 2019 menjadi 26,24 persen per Desember 2020. “Total penyaluran kredit kepada pelaku UMKM tercatat sebesar Rp 3,91 Triliun pada periode Desember 2020,” jelasnya.

Peningkatan kredit UMKM tersebut, kata Roni, disertai dengan penurunan rasio NPL UMKM dari 2,72 persen menjadi 2,11persen pada periode dimaksud. Paket Kebijakan OJK Countercyclical, lanjutnya, merupakan dampak dari penyebaran Covid-19 terhadap Lembaga Jasa Keuangan.

“Dalam menekan potensi pemburukan kondisi Lembaga Jasa Keuangan, OJK serta Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan. Pada saat awal terjadinya pandemi, OJK telah meluncurkan kebijakan pada seluruh sektor jasa keuangan,” paparnya.

OJK, ungkap Roni, telah menerbitkan POJK 11/POJK.03/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 yang telah diperpanjang sampai dengan 31 Maret 2022, melalui penerbitan POJK 48/POJK.03/2020.

“Pokok-pokok pengaturan POJK dimaksud, mencakup beberapa hal : Pertama, relaksasi penetapan kualitas kredit dengan plafon kurang dari Rp10 miliar, hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga. Kedua, penetapan kualitas lancar bagi kredit debitur terdampak telah dilakukan restrukturisasi, tanpa perlu Bank membentuk tambahan CKPN,”jelas Roni. 

Untuk yang ketiga, lanjut dia, Bank tetap dapat memberi tambahan fasilitas penyediaan dana kepada debitur. Kemudian Bank diminta menetapkan kebijakan pengklasifikasian debitur terdampak, yang dapat menerima stimulus restrukturisasi untuk memperkuat proses manajemen risiko bagi Bank yang melanjutkan perpanjangan restrukturisasi.

“Selain itu, Bank juga diminta untuk melakukan pelaporan penerapan stimulus secara bulanan. Pada sektor Industri Keuangan Non-Bank, OJK juga telah menerbitkan POJK 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19 bagi LJK Non-Bank yang telah diperpanjang dalam POJK 58/POJK.05/2020,”ujarnya.

Kebijakan ini, jelas Roni, telah mencakup lembaga keuangan, antara lain perusahaan asuransi dana pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan LJK lainnya termasuk Fintech. “Terdapat beberapa kebijakan yang diatur dalam ketentuan ini, “ singkat dia. 

“Kebijakan tersebut diantaranya penetapan kualitas aset dengan plafon sampai dengan Rp 10 miliar, serta pemberian restrukturisasi bagi debitur Lembaga Pembiayaan. Kemudian, pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan pihak utama LJK Non-Bank, dapat melalui video conference, “lanjutnya.

Relaksasi perhitungantingkat solvabilitas perusahaan perasuransian dan relaksasi perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun, diakui sangat berkaitan dengan pelaksanaan PEN oleh Pemerintah dan pelonggaran rasio LTV (loan-to-value) dan FTV(finance-to-value) oleh Bank Indonesia.

“OJK melalui surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP), telah menyampaikan kepada Perbankan untuk turut menyukseskan program-program tersebut. Dalam surat itu, KEPP meminta dukungan Perbankan untuk mendorong penerapan PEN sebagai upaya menciptakan permintaan pasar, serta turut mendukung pertumbuhan industri otomotif, yang saat ini mendapatkan insentif, berupa pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor,”jelasnya.

Dari sisi perbankan, kebijakan mendorong industri otomotif juga didorong dengan penyesuaian aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk kredit kendaraan bermotor. Implementasi Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19 di Provinsi Maluku, telah dirasakan dampaknya oleh debitur maupun nasabah lembaga jasa keuangan. 

“Pada periode 31 Desember 2020, Perbankan di Provinsi Maluku telah memberikan restrukturisasi kredit kepada sebanyak 15.093 debitur dengan baki debet sebesar Rp1,51 triliun,” terang Roni. 

Sejalan dengan akselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Provinsi Maluku, BPD Maluku dan Maluku Utara dan beberapa jaringan kantor cabang Perbankan seperti BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN juga, telah menyalurkan kredit kepada masyarakat dan pelaku usaha yang membutuhkan sebesar Rp1,22 triliun atau sebanyak 29.339 debitur.

“Program Kredit/Pembiayaan melawan rentenir hal lain yang dilakukan khususnya dalam rangka mendorong PEN di Provinsi Maluku. Olehnya itu, OJK Provinsi Maluku berinisiatif mendorong optimalisasi Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD),dengan program tematik tahun 2021 yaitu Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) melalui akselerasi antara OJK, Pemerintah Daerah, Lembaga Jasa Keuangan dan pengusaha, “paparnya.

Semua yang dilakukan itubertujuan untuk membantu percepatan akses keuangan bagi pelaku UMKM, dan sektor prioritas yang unbankable menjadi bankable melalui proses cepat, mudah, dan memiliki biaya rendah, sehingga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap rentenir.

“Pada program ini, merupakan kolaborasi antara OJK, Pemerintah daerah, lembaga jasa keuangan dan pengusaha melalui skema/pola kemitraan. Dalam skema ini, terdapat pihak-pihak diantaranya: pemerintah daerah memberikan kebijakan antaran lain rekomendasi UMKM, ijin usaha dan bantuan APBD untuk meringankan suku bunga, “jelasnya.

Dia menambahkan, lembaga keuangan yang akan menyalurkan kredit/pembiayaan yang memberikan penjaminan atas  perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan kepada kelompok pelaku UMKM, serta pengusaha yang akan menampung hasil produksi dari pelaku UMKM.

“Melalui program ini, diharapkan pelaku UMKM di Provinsi Maluku yang sebelumnya tidak dapat mengakses permodalan, melalui Lembaga Keuangan formal dapat terfasilitasi dan mendapatkan pembinaan yang tepat, untuk pengembangan usahanya. Sehingga, mereka dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan, “tutupnya. (KTE)

Komentar

Loading...