Praperadilan Fery Tanaya Ditolak

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON-Bahwa penyidikan kedua kali, bermakna sebagai proses formil penyidikan yang berulang setelah adanya penetapan tersangka sebelumnya.

Upaya Kejati Maluku menghadang gugatan praperadilan yang diajukan Fery Tanaya tak sia-sia. Di persidangan kemarin hakim tunggal Andi Azhar menolak gugatan tersangka korupsi pengadaan lahan PLTMG Namlea Kabupaten Buru itu.

Dalam pertimbangannya, hakim lebih banyak menerima dalil dari saksi ahli yang diajukan pihak pengacara negara dari Kejati Maluku, yakni DR Fachri Bachmid dari Fakultas Hukum UMI Makassar dan DR Remon Supusepa dari Fakultas Hukum Unpatti Ambon.

Alhasil dari amar putusannya Andi menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh Fery Tanaya berserta Kuasa Hukumnya: Herman Koedoeboen; Firel Sahetapy, Henry Lusikooy.

“Setelah mempertimbangkan semua hal yang disampaikan, maka hakim yang mengadili perkara ini satu menyatakan enolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon. Kedua membebankan biaya perkara kepada Pemohon yang jumlahnya nihil,” cetus Andi Azhar dalam amar putusannya, Senin (1/3) di Pengadilan Negeri Ambon.

Pada persidangan, sebelumnya, untuk menghadapi ahli yang diajukan Fery Tanaya, yakni Prof. DR Said Karim, Kejati tak tanggung-tanggung menghadirkan dua orang pakar hukum tersebut. Kedua pakar hukum berhasil mematahkan semua dalil dan Said Karim. 

Beberapa poin penting yang sering diajukan oleh pihak Fery yaitu, bahwa dalam perkara praperadilan tidak dikenal asas ne bis in idem. 

Terkait tak dikenalnya asaz “nebis in idem” dalam putusan praperadilan, Fahri menyampaikan, praperadilan sejatinya merupakan kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus persoalan yang berhubungan dengan kewenangan upaya paksa dari aparat penegak hukum, termasuk pula masalah ganti rugi. 

Bahkan sebaliknya, kata Fahri, praperadilan juga didesain untuk memberikan perlindungan pada masa “pra persidangan” bagi tersangka atau orang lain yang merasa hak-nya dilanggar oleh kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum.

Atas alasan itu, papar Fahri Bachmid, maka praperadilan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa pokok perkara.  Secara eksplisit hal tersebut dapat dilihat dalam KUHAP pasal 82 ayat (1) huruf d yang menyatakan bahwa “dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri. “Sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;” katanya.

Pengaturan itu, jelasnya, menunjukkan bahwa ada dimensi dan jurisdiksi yang berbeda dari praperadilan yang membedakannya dengan pemeriksaan pokok perkara. Secara langsung praperadilan juga hanya ditujukan untuk memeriksa aspek formal.

Sebab aspek yang diperiksa terbatas pada konteks sah atau tidaknya suatu upaya paksa dan tidak berhubungan pada meriksaan pokok perkara. Untuk kewenangan baru praperadilan yaitu memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka sesuai pasal 2 ayat (2) PERMA No. 4 Tahun 2016. 

Bahkan secara eksplitis dinyatakan bahwa sah tidaknya penetapan tersangka hanya dinilai berdasarkan “aspek formil” melalui paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah. Maka secara praktik dan teori yang dimaksud “aspek formil” adalah aspek perolehan dan validitas alat bukti.

Itulah mengapa putusan Praperadilan, menurut dia, tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk kembali menetapkan seseorang menjadi tersangka sebagaimana jelas diatur dalam Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

“Jadi boleh, sepanjang penyidik yakin dan memiliki 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur dalam PERMA No. 4 Tahun 2016 jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 42/PUUXV/2017 tanggal 10 Oktober 2017,” tandas Fahri Bachmid,

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa penyidikan kedua kali, bermakna sebagai proses formil penyidikan yang berulang setelah adanya penetapan tersangka sebelumnya. Malah penyidikan kedua kalinya tidaklah berkonotasi sebagai sebuah pelanggaran hukum atau tidak berbasis pada kewenangan.

“Karena hal itu lumrah dilakukan dan memiliki dasar hukum kuat atau basis legal. Meskipun sebelumnya telah ada putusan yang menyatakan batal penetapan tersangka,” ujar Fahri Bachmid. (KTA)

Komentar

Loading...