Pakar: Bukti Zakarias Jadi Pintu Masuk Adanya Indikasi Korupsi
KABARTIMURNEWS.COM, Seseorang menjanjikan sesuatu dari jabatannya itu sudah masuk tindak pidana korupsi yang seharusnya tidak serta merta perkara dicabut lalu polisi menghentikan prosesnya.
Kasus penipuan bermodus barter proyek yang melibatkan Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury membuat sebagian besar publik Maluku tercengang. Bagaimana tidak, sejak kasus ini mencuat dan korban Zakarias Ressy mencabut laporannya.
Apakah kasus ini bisa diusut atau terhenti, setelah laporan tersebut dicabut. Pakar Hukum Pidana Prof. Dr Mudzakir berpendapat, penipuan yang dilakukan Lucky Wattimury telah memakan banyak korban.
Prinsipnya jika seorang pelapor menarik laporannya terhadap masalah ini orang itu saja yang kasusnya dihentikan. Tapi jika ada korban lain, bukti dari orang pertama bisa dipakai melanjutkan dan mengusut adanya indikasi korupsi di satu daerah.
“Urusan terbukti dan tidak terbukti, itu jadi kewenangan kepolisian. Tapi prinsipnya jika ada lebih dari lima orang yang kena dampak tipu, bukti dari orang pertama bisa dipakai mengusut lebih dalam lagi kasus dimaksud,” kata Mudzakir ketika dihubungi Kabar Timur via seluler, Selasa (29/9), kemarin.
Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menjelaskan, meski sejumlah orang yang merasa ditipu namun tidak memiliki bukti tertulis, pihak berwajib bisa gunakan pendekatan bukti-bukti pelapor pertama bahwa memang ada indikasi mereka dijanjikan sesuatu tapi tidak ditepati.
“Soal ini. Itu tekniknya penyidik bagaimana dia (penyidik) mengumpulkan bukti terhadap orang-orang yang pernah juga kena tipu Ketua DPRD Lucky, “ jelasnya. Dia menambahkan, sebenarnya kasus itu namanya delik biasa. Tapi jika seseorang menjanjikan sesuatu dari jabatannya maka itu sudah masuk tindak pidana korupsi yang seharusnya tidak serta merta perkara dicabut lalu polisi menghentikan prosesnya.
“Karena ini tindak pidana korupsi maka penyidik harus hati-hati juga. Mencabut tidak mencabut itu khan delik biasa. Tapi ini soal rakyat menjadi korban tipu muslihat Lucky yang menjual jabatannya,” tandasnya.
Dalam kasus seperti ini, lanjut Mudzakir, yang dilihat itu bukan dari pribadi orang namun dari jabatan. Sebab dalam hukum pidana, yang dilarang itu paling utama yaitu menjual jabatan sebagai pemulus aksinya.
“Kalau tipu muslihat itu kan pasal penipuan KUHP. Tapi pada kasus ini, jabatan yang menjadi masalah. Lucky sudah menjual jabatannya dan itu berarti korupsi. Rakyat ditipu dengan penggunaan jabatan,” tegas Mudzakir. (KTA/KTY)
Komentar