Kapolda Maluku Diminta Evaluasi Oknum Anggota Polsek Tanur
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON- Korban kasus dugaan penganiayaan dan pengrusakan, Jefry Ohointoro, mengaku kecewa dengan kinerja aparat Polsek Tanimbar Utara (Tanur). Dia meminta Kapolres Kepulauan Tanimbar dan Kapolda Maluku mengevaluasi kinerja anak buahnya tersebut.
Warga Desa Ridool, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) ini merasa aneh dengan kasus yang dialaminya. Pasalnya, dia sebagai orang yang diserang, justru dituding sebagai pelaku.
Kasus penganiaan dan pengrusakan gudang usaha korban itu diduga dilakukan Agustinus Watratan dan rekan-rekannya pada 8 Agustus 2019 lalu. Korban yang tidak terima mempolisikan pelaku. Selang beberapa jam kemudian, pelaku lapor balik. Ironisnya, polisi justru memproses laporan pelaku, sementara laporan korban hingga kini tidak berjalan.
"Saya mohon perlindungan hukum dari pak Kapolres dan Pak Kapolda. Kok bisa begitu. Ini ada apa?. Saya yang diserang, gudang saya dihancurkan, tapi yang diusut adalah saya. Sementara pelaku sebenarnya tidak?," heran Korban kepada wartawan saat datang mencari keadilan di Kota Ambon, Rabu (4/3).
Jefry meminta Kapolres KKT AKBP Adolof Bormasa dan Kapolda Maluku Irjen Pol Baharudin Djafar untuk mengevaluasi anak buahnya di Polsek Tanimbar Utara. Korban curiga ada intervensi lain, hingga rasa independensi aparat Kepolisian sebagai pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat tergadaikan.
”Ini yang sangat saya sesali. Jelas-jelas saya ini korban. Saya diserang dan gudang saya di rusaki tetapi kenapa laporan saya tidak tindaklanjuti. Malah laporan pelaku (Agustinus Watratan) dengan pengakuan palsunya yang ditindaklanjuti. Padahal saya tidak pernah memukulnya,” kata Jefry.
Kasus penganiayaan dan pengrusakan ini, lanjut Jefry berawal dari proses pinjaman uang tahun 2010 silam. Kala itu, Jhon Watratan (Almarhum), meminjam uang sebesar Rp 50 juta dari korban.
Puluhan juta rupiah itu dipinjam almarhum, yang tak lain adalah rekan sendiri untuk berobat ke Tiongkok. Korban memberikan pinjaman dengan perjanjian jaminan adalah almarhum, yang merupakan keluarga pelaku.
Setelah perjanjian dan kwitansi pinjaman ditandangani almarhum dan korban, hingga saat ini belum dilunasi. Olehnya itu, sesuai kesepakatan, korban mengambil alih rumah almarhum Jhon. Penguasaan rumah almarhum itu pun hanya pada bagian depan, karena bagian belakang sudah dikuasai pelaku.
"Dan pelaku tidak terima. Kemudian pada 8 Agustus 2019, pelaku dan teman-teman pulang main voli dalam keadaan mabuk. Mereka kemudian menyerang saya dan merusak gudang saya," kata Jefry.
Sebelumnya, korban telah menyampaikan kepada pelaku jika ingin mengambil rumah almarhum, maka dirinya harus melunasi uang sebesar Rp 50 juta tersebut.
"Dan kesepakatan saya dengan almarhum juga diketahui keluarga besar almarhum. Hanya saja pelaku ini ingin mengusai rumah ini,” terangnya. (KTC)
Komentar