Ratusan Buruh Menginap di DPRD Maluku
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sembilan hari sudah, ratusan buruh PT Wahana Lestari Investama (WLI) yang dipecat tinggal tak menentu di Kota Ambon. Mereka terus berjuang menuntut haknya.
Masjid, musalah dan rumah sanak saudara menjadi tempat berlindung sementara. Selama keluh-kesah 165 buruh itu belum diperhatikan pemerintah, mereka akan tetap tinggal di Ambon.
Kali ini, gedung kantor DPRD Provinsi Maluku di kawasan Karpan, Ambon dijadikan tempat menginap. Buruh memboyong anak-anaknya tidur di gedung wakil rakyat itu. Mereka bertekad menginap sampai ada kejelasan dari pemerintah ataupun DPRD Maluku.
Pantauan Kabar Timur di Gedung DPRD Maluku, Senin (8/7), ratusan orang yang terdiri dari pria dan wanita serta anak-anak itu membuka karpet atau tikar di ruangan lantai I gedung DPRD. Tikar sebagai tempat menaruh tas dan barang bawaan maupun tempat tidur mereka selama menduduki kantor dewan. Pandangan miris terlihat karena mereka datang dengan anak-anak dan bahan makanan secukupnya.
Insye Sangadji, salah satu suvervisor budidaya PT WLI yang juga di PHK tanpa alasan jelas mengatakan, PT WLI kerap menabrak aturan yang diatur terkait undang-undang ketenagakerjaan.
Selama enam tahun bekerja, hak karyawan tidak diterima sesuai aturan ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan dilakukan tanpa alasan yang jelas. Manajemen PT WLI hanya mengatakan perusahan mengalami pailit alias bangkrut. Anehnya, jika benar pailit, tapi hingga kini perusahan masih tetap beroperasi. Perusahaan budidaya udang yang berada di Desa Pasahari dan Desa Arara, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah ini juga masih menerima karyawan untuk bekerja.
“Kalau pailit kan berarti harus tutup total. Tapi sampai saat ini perusahaan masih beroperasi. Pailit itu harus dilakukan audit atau pemeriksaan supaya ada kepastian. Bukan hanya dalam bentuk lisan ke karyawan,” kesalnya.
Said, karyawan PT WLI lain mengatakan, kedatangan ke DPRD Maluku adalah kemauan karyawan. Di lain pihak juga sudah ada pertemuan dengan Sekda Maluku Hamim bin Taher, salah satunya untuk transportasi kembali ke Pulau Seram. Tapi respon terkait hal itu, belum pasti, bahkan oleh Sekda, para buruh diminta berkoordinasi dengan Disnakertrans Maluku. Tapi setelah bertemu Disnakertrans, hal serupa terjadi, Disnakertrans kembali mengarahkan mereka ke Sekda.
“Jadi kita dipimpong ke sana kemari. Makanya keinginan kami sendiri untuk minta perhatian DPRD Maluku. Jika memang DPRD juga acuh, kami tetap duduki kantor dewan,” tegas dia.
Dia berharap, DPRD bisa secepatnya memfasilitasi mereka untuk kembali ke Seram. Sebab yang ada bukan saja orang dewasa, tetapi juga anak-anak. “Uang untuk makan saja tidak ada apalagi untuk harga tiket pulang ke Seram. Saya berharap DPRD bisa secepatnya memfasilitasi kami. Kasian, anak-anak juga ada di tengah-tengah kami,” harapnya.
TAK MANUSIAWI
Buruh yang menginap di DPRD Maluku, meminta perhatian wakil rakyat atas perlakuan tidak manusiawi oleh PT WLI. “Kami hanya ingin di PHK berdasarkan aturan pemerintah, bukan sepihak oleh perusahaan,” tegas, Muksin Jumadilail (42) di halaman parkir kantor DPRD Maluku.
Muksin menganggap PT WLI menabrak aturan ketenagakerjaan. Melakukan PHK sepihak dan terkesan mengakali para buruh.
Seperti diungkap koordinator buruh PT WLI Zain Ipaenin. Mereka diberikan tawaran kalau ingin menerima upah sisa yang belum dibayar, harus tanda tangan surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri. Meski sebetulnya masih ingin bekerja di perusahaan itu.
“Kita disuruh tanda tangan terima upah dua bulan sisa, tapi di bagian bawah surat pernyataan ada keterangan termasuk bersedia undur diri. Banyak teman-teman seng sadar, tapi mau apa lagi sudah tanda tangan,” akunya.
Parahnya, pekerja kerap mendapatkan perlakuan yang tak manusiawi. Seperti dialami Muksin Jamalulail. Pria asal Negeri Assilulu Kecamatan Leihitu Kabupaten Malteng ini, setelah mengalami kecelakaan kerja, tidak pernah mendapatkan santunan asuransi.
Jari kelingkingnya putus akibat terjepit dinamo karena disuruh supervisor pada Oktober 2016. Biaya berobat ditanggung sendiri. Insiden kecelakaan kerja kedua terjadi menimpa Muksin tahun 2017.
Dum truck yang ditumpangi mengambil pakan udang terbalik. Dia terlempar, jatuh dengan bagian mata tertumbuk pada parit berakibat matanya kabur permanen. “Sampai hari ini seng ada asuransi, HRD (bagian personalia) urus seng batul,” kesal dia.
Hal yang sama dialami Abdul Afif Letahiit (33). Karyawan jaringan panel ini bersama 3 rekannya memperbaiki jaringan listrik di lokasi Tanah Abang. Berangkat dari site Arara, mobil masuk jurang, mengakibatkan tulang bahunya patah. Tiga rekannya satu patah kaki, satu terlilit tali nilon, satu tertindih bak mobil.
Tapi yang terjadi, pengurusan BPJS Ketenagakerjaan tidak menghasilkan apa-apa. Pihak BPJS menyatakan, kepesertaan mereka tidak berlaku akibat tidak pernah menyetor premi asuransi. “Kan setoran asuransi potong dari gaji itu di perusahaan. Kenapa BPJS bilang begitu? ini semua bikin katong bingung,” kata Abdul Afif.
Terkait tuntutan para buruh soal pesangon yang belum dibayar, Humas PT WLI Purnama Puri mengaku pihaknya tetap menunggu kapan saja para buruh itu datang akan diselesaikan. “Mereka saja yang mau berlebihan. Tuntutan dua kali lipat pesangon mana ada seperti itu?” tepisnya.
Dia jug menepis tudingan para buruh, bahwa tidak ada hasil audit soal kondisi PT WLI yang diambang pailit. Perusahaan siap menghadirkan auditor di pengadilan selaku saksi.
PHK yang dinilai buruh WLI dilakukan sepihak oleh perusahaan, Puri mengklaim dilakukan sesuai perundang-undangan. Dia bahkan menantang para buruh ini mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). “Semua hal sudah terkonfirmasi WLI tidak ada masalah. Dan tidak ada solusi lagi malah sudah dianjurkan oleh Dinas Nakertrans Maluku Tengah supaya gugat, kenapa seng gugat saja ke PHI?,” tantang Puri. (MG3/KTA)
Komentar