Mau Untung Besar, Sahran Umasugy Terjerat Korupsi
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Angka pasti kerugian keuangan negara proyek Water Front City atau Reklamasi Pantai Namlea mulai dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI. Hitungan jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku nilai itu mencapai Rp 3,1 miliar, tapi hasil komunikasi dengan tim auditor BPK potensi kerugian negara mendekati Rp 5 miliar.
Potensi kerugian negara cukup besar, menurut Kepala Seksi Penyidikan Kejati Maluku Abdul Hakim. Disebabkan material timbunan yang digunakan bukan material pilihan, padahal telah dianggarkan. “Sahran gratis ambil timbunan dari lokasi itu,” terang Abdul Hakim kepada Kabar Timur, Senin (26/11).
Lokasi dimaksud adalah, bandara Namniwel. Material sisa pembukaan lahan untuk bandara dipakai adik kandung Bupati Buru, Ramli Umasugy ini. Timbunan itu diambil cuma-cuma dari lokasi Bandara Namniwel.
Dalam proyek ini Sahran Umasugy berparan sebagai kontraktor pelaksana. Cilakanya, material tersebut tidak sesuai bestek pekerjaan seperti ditentukan dalam kontrak yaitu tanah pilihan. Namun Sahran yang juga anggota DPRD Kabupaten Buru ini menggunakan tanah kapur, diambil dari Bandara Namniwel.
Dijelaskan Abdul Hakim, tanah timbunan ini yang dikejar tim auditor BPK RI dalam tinjauan on the spot di Namlea. Sampel diambil dari dua lokasi, yakni Bandara Namniwel dan Pantai Merah Putih Kota Namlea, lokasi proyek Reklamasi tersebut.
Tapi bukan saja material, Sahran mencoba mendapatkan secara gratis tempat penampungan sheet pile atau talud beton letter “U” di Dermaga Namlea. Biaya sewa tempat tidak dikeluarkan, akibatnya pihak otoritas dermaga meminta Sahran memindahkan beton-beton tersebut keluar dari lokasi.
“Karena tidak bayar sewa, kepala pelabuhan usir suruh angkat keluar barangnya dari pelabuhan. Ada 135 buah dibawa keluar pelabuhan,” beber Abdul Hakim.
Konon, ujar dia, Sahran Umasugy kerap menggunakan modus material dan fasilitas gratis untuk menekan anggaran setiap proyek yang dikerjakan untuk meraup untung besar. Sahran untung gede, tapi modus yang digunakan justru menimbulkan kerugian keuangan bagi negara.
Terkait nilai kerugian dimaksud, Abdul Hakim memastikan bakal dihitung lebih cermat oleh auditor BPK dalam rangka Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara (LHPKN). Karena pengambilan sampel maupun item-item pekerjaan lebih banyak, dengan menggunakan peralatan dan ahli yang lebih skill di bidangnya. “Kita semua menunggu ini, laporan kerugian negara dari BPK,” imbuhnya.
Empat tersangka telah ditetapkan dalam perkara ini, masing-masing Sahran Umasugy sebagai kontraktor pelaksana, Memed Duwila pemegang kuasa CV Aego Pratama, PPK Sri Julianti dan Konsultan Pengawas M, Ridwan Pattilouw.
Menurut Abdul Hakim, setelah LHPKN dikantongi, perkara ini secepatnya diberkaskan. Kemudian ditahap dua alias penyerahan tersangka, berkas perkara dan barang bukti ke jaksa penuntut umum untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Ambon. “Mudah-mudahan Januari 2019, hasilnya sudah disampaikan oleh auditor (BPK),” harap Abdul Hakim. (KTA)
Komentar