Bau Korupsi Lahan PLTMG Namlea Terbongkar

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Pembelian lahan pembangunan PLTMG di Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, tercium bau korupsi. BPN, Notaris dan Pemkab Buru tidak dilibatkan dalam proses jual beli lahan tahun 2016. NJOP lahan dibengkakan, sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp 4-6 milyar.

Terungkapnya fakta baru kasus pembelian lahan antara PLN UIP Maluku dan Fery Tanaya, itu terkuak dalam surat penyerahan atau pelepasan hak atas tanah kepada negara seluas 48.654.50 meter persegi. Kasus itu, kini sudah dilaporkan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku, Senin (29/10).

Lahan yang dibeli PLN diduga mengalami pembengkakan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2016 sebesar Rp 36.000. Dalam kesepakatan bersama, NJOP dibengkakan menjadi Rp 131.600 permeter persegi. Total lahan yang dibeli sebesar Rp 6.401.814.600.

“Saya sudah laporkan kemarin (Senin) siang kepada Kejati Maluku. Dalam surat pelepasan hak yang saya dapat, NJOP tercantum sebesar Rp 131.600. Padahal NJOP di Buru saat itu hanya Rp 36.000. Jadi ada pembengkakan,” kata Moch Mukadar kepada Kabar Timur, Selasa (30/10).

Ironisnya, dalam surat pelepasan hak lahan seluas 48.654.50 meter persegi, Fery Tanaya tidak mencantumkan atau menjelaskan mengenai status tanah yang diakui sebagai miliknya. Tidak adanya penjelasan tentang status tanah itu diduga disengaja. Sebab, tanah yang diakui Fery Tanaya ini hanya berdasarkan Erfak tahun 1938. Sementara tanah berstatus Erfak sendiri, tidak bisa di jual belikan.

“PLN juga semestinya jeli. Harusnya PLN tahu dan memahami mekanisme proses jual beli. Tapi saya menduga ada konspirasi dalam hal jual beli tanah ini,” tambah Mukadar yang memiliki lahan seluas 2 hektar di atas tanah sengketa tersebut.

Tanah itu diukur BPN Kabupaten Buru. Namun dalam penandatangan surat pelepasan hak, BPN tidak dilibatkan. Mirisnya, saksi dalam pelepasan hak itu tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan itu. Diantaranya atas nama Kapolsek Namlea, Danramil Namlea, dan Staf Desa serta Camat. Nama staf desa dan Camat baru dimasukan sebagai saksi. Buktinya, kedua nama saksi itu baru ditulis tangan tanpa menggunakan cap.

“Surat pelepasan tanah ditandatangani GM PLN UIP Maluku Didik Sudarmadi sebagai pihak kedua dan Fery Tanaya, yang mengaku pemilik tanah sebagai pihak pertama,” jelasnya.

Penandatanganan surat pelepasan hak tanah berlangsung di Kantor Camat Namlea, 28 Juli 2016 lalu. Lebih parahnya lagi, selain BPN, dalam surat pernyataan pelepasan hak atas tanah kepada negara itu juga tidak melibatkan pihak Notaris dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru.

“Surat pernyataan pelepasan hak ini diduga dibuat oleh Fery Tanaya. Dalam penandatanganan surat itu tidak ada notaris, BPN serta pihak Pemerintah Kabupaten Buru,” katanya.

Mukadar berharap, dengan dilaporkannya kasus dugaan korupsi tersebut, pihak Kejaksaan dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk menuntaskan permasalahan itu. “Semoga kasus ini dapat segera berjalan. Agar siapa-siapa dibalik kasus ini dapat di tindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” tandasnya.

Untuk diketahui, persoalan sengketa lahan pembangunan PLTMG telah dilaporkan ke Polda Maluku, 29 Mei 2018, lalu. Kasus dugaan tindak pidana penyerobotan lahan yang dilakukan PLN UIP Maluku itu kini ditangani Polres Pulau Buru.

Kasus itu terpaksa dilaporkan karena PLN UIP Maluku diduga tidak memiliki itikad baik. Sebab, tanah yang dibeli tahun 2016 lalu, bukan milik Fery Tanaya tapi kepunyaan Petuanan Liliali dan Moch Mukadar. Kepemilikan tanah milik Petuanan Liliali dan Moch Mukadar dibuktikan dengan adanya gugatan yang dilayangkan Fery Tanaya. Dimana Fery menderita kekalahan saat persidangan berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negera (TUN) Ambon, Pengadilan Negeri Ambon, Kasasi Mahkamah Agung TUN dan terakhir di PK Perdata MA yang di tolak tanggal 30 Mei 2017.

Fery Tanaya yang menjual tanah milyaran rupiah kepada PLN dinyatakan kalah berdasarkan Keputusan PT. TUN Makassar No: 94/B/2014, Keputusan Kasasi MA. No 70 K/TUN/2015, Keputusan MA. No 937 K/PDT/2015, Keputusan PK MA. No 184/PK/PDT/2017, dan Keputusan MA. No: 761/K/PDT/2017. (CR1)

Komentar

Loading...