Koruptor Kredit Macet Bank Maluku “Diprodeo”

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Dua terpidana perkara korupsi kredit macet Bank Maluku akhirnya digelandang ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas II Ambon, kemarin.
Eric Matitaputty dan Markus Fangohoy, dua analis kredit dan treasury bank itu bakal meringkuk di balik terali besi bertahun-tahun lamanya. Tapi kinerja korps adhyaksa ini belum bisa dikatakan prima, karena satu terpidana yakni Jusuf Rumatoras bos PT Nusa Ina Pratama malah memilih kabur alias DPO.

“Bahwa benar, terpidana lainnya yakni Yusuf Rumatoras dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO,” akui Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Samy Sapulette dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (11/7).

Sebetulnya, masih ada satu terpidana lagi yang belum dijemput paksa ke LAPAS yaitu Matheos Matitaputy. Namun yang bersangkutan diketahui sedang di Jakarta untuk menjalani perawatan intens di sebuah rumah sakit. Samy menyatakan, Matheos akan dieksekusi dalam waktu dekat.

Pantauan Kabar Timur, jemput paksa dalam rangka eksekusi untuk menjalankan putusan Mahkamah Agung RI bagi dua terpidana ini berlangsung lancar. Tim Pidsus dari Kejaksaan Negeri Ambon masuk ke bank tersebut, nyaris tidak diketahui oleh Erik Matitaputty dengan Markus Fangohoy yang tengah asyik beraktifitas, meski jam istirahat.

Banyak pegawai bank, kecuali petugas Satpam, tidak ada di ruang masing-masing di lantai atas gedung PT Bank Maluku-Malut itu, termasuk para direksi bank. Erik dan Markus dengan seragam abu-abu pegawai tak bisa berbuat banyak, setelah diperlihatkan surat perintah eksekusi oleh tim jaksa. Keduanya menurut untuk dijemput ke LAPAS Kelas II Ambon.

Eric Matitaputy sesuai amar putusan Mahkamah Agung RI diganjar kurungan penjara 7 tahun dan denda Rp 500 juta, subsidair 8 bulan kurungan penjara. Sementara Markus Fangohoy, diganjar kurungan 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsidair 8 bulan penjara.

“Kedua terpidana dieksekusi dalam kaitan dengan perkara tindak pidana korupsi pemberian kredit modal kerja dan kredit konstruksi oleh PT Bank Maluku kepada PT Nusa Ina Pratama tahun 2017,” terang Samy Sapulette.

Sebelumnya pihak Serikat Pekerja (SP) Bank Maluku lebih dulu mendesak Kejati Maluku guna melakukan eksekusi terhadap ketiga terpidana, pasca putusan Mahkamah Agung RI yang telah inkrah sejak Maret 2018 lalu. Dinilai ada perlakuan istimewa aparat Kejaksaan atas ketiganya, Kuasa Hukum SP Bank Maluku Maurits Latumeten lantas berteriak di media.

“Sudah punya status hukum tetap sebagai terpidana korupsi yang merugikan bank, ketiga orang ini harusnya diberhentikan dengan tidak hormat. Tapi yang terjadi mereka tiga ini seperti tak ada bedanya dengan pegawai bank yang lain. Menyandang status terpidana korupsi, masih menikmati seluruh fasilitas bank, ini anehnya jaksa dengan pihak bank setali tiga uang, sama saja, biarkan mereka bebas ke sana kemarin,” ujar Maurits kepada Kabar Timur, Kamis, pekan kemarin.

Kasus ini berawal dari terdakwa Jusuf Rumatoras, Direktur PT. Nusa Ina Pratama dalam tahun 2006 lalu mengajukan permohonan kredit modal kerja pembangunan KPR Poka Grand Palace lewat surat permohonan nomor 99/ABN/NIP/200 tanggal 22 Maret 2006 yang ditujukan kepada pimpinan PT.BM cabang utama Ambon sebesar Rp4 miliar.

Terdakwa kemudian melakukan wawancara dengan Eric Matitaputty selaku analis kredit dan mengatakan bahwa dana kredit bagi PT. NIP diperlukan segera mungkin untuk membangun perumahan Pemprov Maluku di kawasan Poka guna menanggulangi korban kerusuhan atau bencana sosial Ambon yang tidak memiliki rumah.

Dalam mengajukan permohonan kredit, terdakwa Yusuf melampirkan sejumlah dokumen diantaranya IMB 648.3.1240 tanggal 26 Oktober 2005 atas nama Pemprov Maluku dan Wali Kota Ambon sebanyak 137 unit KPR tipe 75, 54, serta tipe 43 namun IMB tersebut buka atas nama PT. NIP.

Kemudian terdakwa mengajukan surat perjanjian kerjasama pemprov dengan PT. NIP, surat persetujuan DPRD Maluku tanggal 5 Agustus 2005, surat ukur tanah, dan sejumlah dokumen lainnya.
Dia juga menggunakan sertifikat hak pakai nomor 02 atas nama pemprov sebagai jaminan tambahan dalam permohonan kredit dan berjanji kepada saksi Erik Matutaputty bahwa dalam waktu dekat akan diserahkan sertifikat hak guna bangunan.

Kemudian terdakwa Yusuf bekerjasama dengan Eric selaku analis kredit sehingga pada saat melakukan kunjungan nasabah tanggal 2 April 2007, Eric merekayasa berita acara kunjungan nasabah.
Dimana bukti kepemilikan atas jaminan tambahan dicatat dengan status SHGB atas nama PT. NIP milik Yusuf, padahal kenyataannya status tanah seluas 18.220 meter persegi itu masih sebatas hak pakai dan pemiliknya adalah Pemprov Maluku.

Permohonan kredit ini akhirnya disetujui Matheus Matitaputty selaku kepala cabang utama tanggal 30 April 2007 dan sampai akhir tahun 2008, terdakwa belum mengembalikan pinjaman tersebut. Terdakwa juga mengajukan permohonan perpanjangan waktu pengembalian kredit, namun sampai saat ini yang dikembalikan hanya sebesar Rp300 juta.

Saksi Markus Fangohoy yang berkas dakwaannya terpisah juga berperan membantu Yusuf dengan cara menerbitkan dokumen pengusulan kredit untuk perpanjangan waktu kredit bagi PT. NIP selama satu tahun tanpa dasar jaminan yang jelas. (KTA)

Komentar

Loading...