KABARTIMURNEWS.COM, AMBON — Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 33 ekor ketam kenari (Birgus latro) di Pelabuhan Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Aksi penyelamatan satwa langka tersebut merupakan hasil sinergi lintas instansi antara petugas BKSDA Pos Pelabuhan Saumlaki, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lantamal), serta Syahbandar Saumlaki.
“Ketam kenari ditemukan di atas kapal KM Populair dan langsung diamankan untuk mencegah praktik perdagangan ilegal. Satwa ini termasuk jenis yang dilindungi undang-undang,” ujar Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku, Arga Christyan, di Ambon.
Menurutnya, seluruh ketam kenari hasil penyelamatan akan dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya setelah dipastikan dalam kondisi sehat. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen BKSDA untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di wilayah Maluku.
“Kami terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum untuk melindungi satwa dilindungi dari ancaman perdagangan ilegal,” tegas Arga.
Ketam kenari, yang dikenal sebagai spesies kepiting darat terbesar di dunia, memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir. Namun, satwa ini kerap menjadi sasaran perburuan karena nilai jualnya yang tinggi di pasar gelap.
BKSDA Maluku juga mengimbau masyarakat untuk tidak menangkap, memperjualbelikan, atau memelihara satwa dilindungi. Jika menemukan aktivitas mencurigakan, masyarakat diminta segera melaporkannya kepada aparat berwenang.
Upaya penyelamatan di Saumlaki ini, kata Arga, menegaskan pentingnya kerja sama lintas instansi dalam menjaga kelestarian satwa endemik Maluku, sekaligus memperkuat pengawasan di wilayah pelabuhan dan perairan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, setiap orang yang dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut, atau memperniagakan satwa dilindungi diancam pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 juta.
“Kami berharap keberhasilan ini menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan satwa liar dan menjaga keseimbangan ekosistem di Maluku,” tutup Arga. (AN/KT)