Kapal Dishub SBB Bermasalah, Kejati Diminta Usut

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Kejati Maluku diminta mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan kapal operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) senilai Rp 7,2 miliar.
Diduga tidak sesuai spek, bukan itu saja kapal hingga kini belum diselesaikan pihak kontraktor. Proyek pengadaan kapal ini awalnya dianggarkan melalui APBD tahun 2019 senilai Rp 7,056.
Namun Pemkab SBB mengaku tender dibatalkan, dengan alasan tak jelas. Padahal ketika itu bodi kapal sudah mulai dikerjakan di galangannya oleh CV Khairos Anugrah Marina sebagai pemenang tender.
Anehnya, tahun 2020 kembali muncul nama perusahaan yang sama, CV Khairos Anugrah Marina sebagai pemenang tender dengan nilai proyek yang sudah berubah, Rp 7,1 miliar.
Informasi yang dihimpun Kabar Timur, kontrak pertama proyek pengadaan kapal ini berakhir 31 Agustus 2019 dengan pemenang CV Khairos namun kontrak dibatalkan sepihak oleh Pemkab SBB.
Lanjut tender kedua, dengan masa kontrak 6 Maret-31 Desember 2020, masih sama, CV Khairos sebagai pemenang tender. “Dari kronologis tender macam begitu saja, orang sudah bisa menduga ada akal-akalan di situ,” ujar aktivis asal Kabupaten SBB Rimbo Bugis kepada Kabar Timur, Jumat, kemarin melalui telepon seluler.
Salah satu ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) itu mensinyalir persoalan ada pada item pengadaan mesin. Berdasarkan dokumen tender yang dikantongi pihaknya, mesin yang digunakan adalah mesin tempel tiga unit.
Tapi anehnya, PPK proyek menyatakan seharusnya mesin dalam. Hal senada diamini pimpinan CV Khairos, Stanley Pirasouw, saat pihaknya ungkap Rimbo, mengkonfirmasi kontraktor tersebut, yakni mesin dalam bermerek Yanmar 700 Hp.
“Pertanyaannya, anggaran untuk tiga mesin tempel itu dikemanakan? Apalagi bodi sebenarnya sudah dikerjakan di tender yang pertama,” ujarnya.
Tapi yang diherankan pihaknya, meski yang akan digunakan mesin dalam Yanmar 700 Hp, hingga saat ini mesin tersebut juga belum dipasang pada bodi kapal. “Beta dengan teman-teman sudah turun cek. Mesin belum datang, apalagi dipasang,” cetus Rimbo.
Menurutnya kontrak pertama dengan DIPA tahun 2019 senilai Rp 7,056 miliar yang berbeda dengan nilai kontrak kedua tahun 2020 senilai Rp 7,1 miliar. Hal itu, kata dia menimbulkan potensi kerugian negara kurang lebih Rp 500 juta.
Tapi, lanjutnya, kalau kasus ini dugaannya dobel anggaran, kerugiannya lebih parah lagi.Bukan saja Rp 500 juta sekian tapi potensi kerugiannya bisa mencapai miliaran rupiah. “Makanya Katong desak Kejati Maluku usut. Jangan Kejari Piru lagi, dorang kerja masih banyak, itu juga kalau betul,” sentilnya.(KTA)
Komentar