Tiga Koruptor Kredit Macet Bank Maluku Belum Eksekusi

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Tiga terpidana koruptor kredit macet senilai Rp 4 miliar di Bank Maluku masih bebas beraktifitas. Padahal status hukum mereka telah inkrah di tingkat Mahkamah Agung RI. Kejati Maluku belum bersikap, eksekusi terhadap ketiga pegawai bank molor.

Kuasa Hukum Serikat Pekerja PT Bank Maluku-Malut Maurits Latumeten menyatakan, tiga terpidana korupsi kredit macet, Matheus Adrianus Matitaputty, Eric Matitaputty, dan Markus Fengahoe, seolah diistimewakan oleh manajemen Bank Maluku. Menurutnya, Bank Maluku seharusnya bersikap tegas terhadap ketiga karyawan ini.

Telah mempunyai status hukum tetap sebagai terpidana korupsi yang merugikan bank, ketiga orang ini paling tidak diberhentikan dengan tidak hormat. “Tapi mereka tiga ini seperti tak ada bedanya dengan pegawai bank yang lain. Menyandang status terpidana korupsi, masih menikmati seluruh fasilitas bank, ini aneh juga,” ujar Maurits kepada Kabar Timur, Kamis, kemarin.

Ketika dihubungi Humas Pengadilan Negeri Ambon Hery Setyobudi menyatakan, urusan pihaknya sudah selesai. Sebagai eksekutor, kewenangan mengeksekusi ada di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

“Secara hirarki, ya pimpinan lembaga kejaksaannya harus ditanyakan. Bahwa ada kendala teknis secara internal itu bukan urusan pengadilan. Sudah inkrah koh, bisa dilihat di website-website tuh,” ujar Hery kalem dihubungi di ruang kerjanya, Kamis, kemarin.

Terpisah Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette dikonfirmasi mengaku, eksekusi tiga terpidana belum dilakukan. Dia menolak itu tudingan Hery Setyobudi lantaran JPU Kejati Maluku Rolly

Manampiring belum menerima salinan putusan MA tersebut. “Bukan begitu, kami baru menerima pemberitahuannya saja, tapi salinan putusannya belum diberikan oleh panitera PN Ambon,” terang Samy.

Untuk diketahui, putusan MA nomor 2123 K/Pidsus/2017 atas nama terdakwa Eric Matitaputty diperberat menjadi tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan.

Kemudian putusan MA yang memperbaiki putusan majelis hakim tipikor Ambon serta hakim Pengadilan Tinggi Ambon nomor 2125 K/Pidsus yang menolak kasasi Markus Fengahoe. MA menjatuhkan vonis delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan.

Sedangkan putusan MA nomor 2120 K/Pidsus/2017 menyatakan menolak kasasi Matheus Adrianus Matitaputty dan menghukumnya selama delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan.

Matheus Matitaputty adalah mantan kepala cabang utama PT Bank Maluku-Malut, sedangkan Markus Fangahoe dan Eric Matitaputty adalah mantan analis kredit pada BUMD milik Pemprov Maluku tersebut.

Majelis hakim tipikor Ambon sebelumnya menjatuhkan vonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap ketiga terdakwa, namun mereka melakukan banding ke PT Ambon dan kasasi ke MA.

Kasus ini berawal dari terdakwa Jusuf Rumatoras, Direktur PT. Nusa Ina Pratama dalam tahun 2006 lalu mengajukan permohonan kredit modal kerja pembangunan KPR Poka Grand Palace lewat surat permohonan nomor 99/ABN/NIP/200 tanggal 22 Maret 2006 yang ditujukan kepada pimpinan PT.BM cabang utama Ambon sebesar Rp4 miliar.

Terdakwa kemudian melakukan wawancara dengan Eric Matitaputty selaku analis kredit dan mengatakan bahwa dana kredit bagi PT. NIP diperlukan segera mungkin untuk membangun perumahan Pemprov Maluku di kawasan Poka guna menanggulangi korban kerusuhan atau bencana sosial Ambon yang tidak memiliki rumah.

Dalam mengajukan permohonan kredit, terdakwa Yusuf melampirkan sejumlah dokumen diantaranya IMB 648.3.1240 tanggal 26 Oktober 2005 atas nama Pemprov Maluku dan Wali Kota Ambon sebanyak 137 unit KPR tipe 75, 54, serta tipe 43 namun IMB tersebut buka atas nama PT. NIP.

Kemudian terdakwa mengajukan surat perjanjian kerjasama pemprov dengan PT. NIP, surat persetujuan DPRD Maluku tanggal 5 Agustus 2005, surat ukur tanah, dan sejumlah dokumen lainnya.

Dia juga menggunakan sertifikat hak pakai nomor 02 atas nama pemprov sebagai jaminan tambahan dalam permohonan kredit dan berjanji kepada saksi Erik Matutaputty bahwa dalam waktu dekat akan diserahkan sertifikat hak guna bangunan.

Kemudian terdakwa Yusuf bekerjasama dengan Eric selaku analis kredit sehingga pada saat melakukan kunjungan nasabah tanggal 2 April 2007, Eric merekayasa berita acara kunjungan nasabah.

Dimana bukti kepemilikan atas jaminan tambahan dicatat dengan status SHGB atas nama PT. NIP milik Yusuf, padahal kenyataannya status tanah seluas 18.220 meter persegi itu masih sebatas hak pakai dan pemiliknya adalah Pemprov Maluku.

Permohonan kredit ini akhirnya disetujui Matheus Matitaputty selaku kepala cabang utama tanggal 30 April 2007 dan sampai akhir tahun 2008, terdakwa belum mengembalikan pinjaman tersebut.

Terdakwa juga mengajukan permohonan perpanjangan waktu pengembalian kredit, namun sampai saat ini yang dikembalikan hanya sebesar Rp300 juta.

Saksi Markus Fangohoy yang berkas dakwaannya terpisah juga berperan membantu Yusuf dengan cara menerbitkan dokumen pengusulan kredit untuk perpanjangan waktu kredit bagi PT. NIP selama satu tahun tanpa dasar jaminan yang jelas. (KTA)

Komentar

Loading...