Dendam Masa Lalu Picu Perseteruan PKB vs PBNU Usai Pilpres 2024
KABARTIMURNEWS.COM, JAKARTA - Gus Ipul (PBNU) dan Cak Imin (PKB) saling serang. Selain karena perbedaan dukungan Pilpres 2024, dendam masa lalu konflik PKB juga dianggap sebagai pemicu.
Perseteruan antara PKB dengan PBNU kembali mencuat setelah Pilpres 2024. Berawal ketika Sekjen PBNU, Saifullah Yusuf, mengajak PKB kembali ke jalan yang sama seperti Nahdlatul Ulama (NU).
“Kembalilah ke jalan yang benar, yakni jalan yang sesuai dengan Nahdlatul Ulama,” kata Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (18/2).
Gus Ipul meminta PKB kembali bersama NU dan menerima hasil pemilu. Ia mengingatkan bahwa PKB bukan kali pertama ikut pemilu sehingga paham keakuratan quick count atau hitung cepat.
Menurutnya, ia memahami bahwa PKB bisa melaporkan hasil Pilpres 2024 jika ada masalah, tetapi mantan Wakil Gubernur Jawa Timur ini meminta agar PKB menjaga kesejukan proses demokrasi. PKB, kata Gus Ipul, sebaiknya tidak berlarut-larut dalam masalah pemilu.
“Mintalah nasihat kepada Rais Aam dan Ketua Umum [PBNU] bagaimana langkah-langkah PKB ke depan. Kalau menyadari bahwa partai ini didirikan NU, sudah sepantasnya PKB kembali ke NU,” tuturnya.
Gus Ipul menegaskan PBNU tidak pernah memusuhi PKB. Hanya saja, kata dia, PBNU menyayangkan langkah-langkah politik elite PKB yang tidak pernah mendengarkan ulama dan kiai.
Hasil Pilpres kemarin, tambahnya, jauh dari keinginan ulama meski PKB dipercaya warga NU. “PKB salah mengambil jalan sehingga menimbulkan langkah yang membingungkan ulama, kiai, juga membingungkan warga NU. Bisa dilihat hasil pemilu ini. Jadi, segeralah kembali ke pangkuan NU,” tuturnya.
Merespons hal tersebut, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, meminta agar publik tidak mengindahkan pernyataan Gus Ipul. Ia malah menyerang Gus Ipul dengan istilah makelar. "Selamat pagi para pejuang perubahan! Teruslah bekerja menjaga suara rakyat. Jangan hiraukan makelar yang namanya saipul, mengatas namakan NU, padahal cuma makelar," kata Cak Imin dikutip Tirto dari akun @cakiminNOW di X, Senin (19/2).
Menurut analis politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, perseteruan PBNU dengan PKB tidak lepas dari posisi kedua petinggi organisasi yang berseteru sejak lama.
Ia mengatakan kondisi PBNU yang berkonflik dengan PKB karena Gus Yahya yang menjadi Ketua PBNU adalah bagian pengurus PKB Gus Dur yang merupakan lawan dari PKB Muhaimin.
"Perseteruan PBNU dengan PKB bukan sesuatu yang aneh. Saat ini PBNU-nya Gus Yahya berseteru [dengan PKB] karena memang beda kubu dari dulu.
Gus Yahya dulu kubunya Gus Dur, PKB Gus Dur, dan pernah jadi wasekjen di PKB Gus Dur. Jadi memang berlawanan berlawanan dengan kubu PKB Cak Imin," kata Ujang, Selasa (20/2).
Ujang mengatakan, Gus Yahya sudah pasti berlawanan dengan Muhaimin karena hal itu adalah dendam lama saat perebutan PKB Gus Dur dan PKB Muhaimin. Selain itu, kata Ujang, Gus Ipul juga wajar berseberangan dan mengritik PKB karena sama-sama bagian dari PKB Gus Dur.
"Jadi sudah lama berjalan. Itu konflik-konflik masa lalu yang terus berjalan hingga kini,” tambahnya. Ia menilai kedua lembaga ini akan terus bersaing dan sulit rekonsiliasi. Dalam konteks Pilpres 2024, posisi PBNU lebih dekat dengan pasangan Prabowo-Gibran, sementara PKB tentu mengusung pasangan Anies-Muhaimin.
Lantas, apakah mungkin PKB masuk kabinet Prabowo-Gibran yang sementara menang berdasarkan sejumlah survei hitung cepat di tengah keberadaan PBNU di kubu paslon nomor urut 2? Ujang menilai semua kembali kepada kepemimpinan Prabowo-Gibran. Akan tetapi, ia menduga jatah PBNU dan PKB akan berbeda.
"Ya, ada lahan masing-masing. Ada jatah masing-masing. Soal PKB berapa kursi, NU berapa kursi, tergantung Prabowo-Gibran," pungkasnya.
Sementara analis politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai perseteruan kedua pihak akibat perbedaan posisi kedua organisasi, NU sebagai bukan peserta pemilu dan PKB sebagai peserta pemilu.
Kunto melihat PBNU ingin PKB merapat ke koalisi Prabowo-Gibran yang notabene didukung oleh PBNU. Akan tetapi, PKB merasa proses pemilu belum selesai karena masih rekapitulasi. "Satu sama lain berbeda titik berdiri dalam memandang proses pemilu.
Sebagian besar pengurus PBNU, bahkan Ketua PBNU kan ada di belakang pasangan 02, sementara PKB ketua umumnya jadi cawapres 01. Jadi dua hal ini membuat tensi antara PBNU dan PKB jadi meruncing," kata Kunto, Selasa (19/2).
Menurutnya, narasi beda blok antara Gus Yahya sebagai PKB Gus Dur dan Muhaimin sebagai PKB Muhaimin bisa dimaknai sejumlah hal. Salah satunya, kata dia, adalah upaya membedakan dalam pembangunan narasi dan mencari dukungan publik karena Muhaimin kerap jadi kambing hitam saat Gus Dur tersingkir dari PKB.
Ia pun tidak memungkiri perseteruan tidak akan berhenti di masa depan. "Apakah [perseteruan] ini terus berlanjut? Sangat mungkin. Karena dendam itu dipelihara dan gak ada usaha rekonsiliasi. Jadi bagaimana bisa ada semacam titik temu atau jalan keluar kalau dasarnya adalah dasar kebencian dan dendam?" kata Kunto.
Ia menilai, kritik yang dilempar PBNU kepada PKB adalah sinyal agar PKB mau merapat ke koalisi Prabowo-Gibran. Akan tetapi, PKB masih ingin berjuang hingga pemilu selesai.
"Kalau nanti [PKB] bergabung [ke Prabowo-Gibran], perselisihan antara PKB dan NU hanya bunga-bunga, bahkan bisa jadi ini drama. Supaya membuat opini publik seakan-akan PKB terpaksa gabung ke koalisi pemerintahan--kalau Prabowo-Gibran dinyatakan sebagai pemenang oleh KPU. Dan itu berarti selesai masalah,” ungkapnya. (TIRTO)
Komentar