Kuasa Hukum Bantah Ruben Serobat Lahan Hatala

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Ruben William Rehatta akhirnya buka mulut terkait masalah lahan dati Wasila yang diklaim milik keluarga Hatala dari Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Melalui kuasa hukumnya Lukman Matutu, Ruben mengaku kalau proses constatering atau pencocokan tanah di lahan dati Wasila, sebenarnya bukan kemauan dari pihak Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Tapi, pencocokan tanah yang dilakukan kembali pada 29 November 2021 lalu itu karena adanya permintaan sendiri dari pihak keluarga Hatala dan Waliulu. Permintaan itu mengingat.
"Jadi kami disini mau klarifikasi pemberitaan di media yang disampaikan kuasa hukum Hatala terhadap suatu proses hukum yang dilakukan PN Ambon," kata Lukman kepada awak media di Ambon, Sabtu (11/12).
Menurutnya, apa yang disampaikan kuasa hukum Hatala, Maurits Latumeten adalah keliru atau sesuatu diluar hal yang sebenarnya. Dimana, dikatakan constatering merupakan keinginan dari pihak PN Ambon. Padahal, itu permintaan sendiri pihak Hatala dan Wailulu karena saat akan dilakukan eksekusi, Hatala dan Waliulu mengajukan keberatan ke PN Ambon.
Yang jadi masalah, setelah pengadilan
mendatangi objek sengketa perkara Ruben Rehatta dan Ismail Masawoy dkk, ternyata apa yang diinginkan itu bertolak belakang dengan yang terjadi di lapangan.
Mengapa? Sebab jika pihak Hatala bermaksud mendudukan posisi ini, maka mereka harus menyadari benar tugas dari pengadilan itu sendiri. Disini, pengadilan inginkan sesuatu yang benar.
Tapi fakta lapangan, ketika pihak pengadilan mempersilhkan Ruben Rehatta untuk membuktikan objek sengketa di dati Wasila, pihak Hatala tidak memberikan ruang kepada Rehatta dan malah berdalil dengan hal-hal yang tidak rasional.
"Saat disuruh membuktikan, pihak Hatala malah memaksakan untuk menunjukan bukti sesuai keinginam Hatala. Jika yang disampaikan itu berdasarkan istilah hukum, maka Hatala menyatakan itu tidak benar. Disini Hatala mau yang dibuktikan harus sesuai keinginan meraka. Ini kan aneh," ujarnya
Dari sini, membuktikan bahwa pihak Hatala memang sengaja menghalang-halangi agar proses constatering tidak dilakukan. Artinya, tujuan Hatala untuk constatering itu sebenarnya tidak ada.
Kemudian, jika dikatakan Rehatta tidak dapat membuktikan fakta lapangan, Lukman mengaku itu juga tidak benar. Karena apa yang dilakukan Rehatta adalah bagian dari fakta hukum melalui PN sampai ke tingkat Mahkamah Agung yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrach serta sudah ditentukan sita eksekusi.
Anehnya lagi, pada lahan ini, Rehatta sudah menang atas Masawoy pada tahun 1989 silam. Tapi, Hatala kembali menggugat Masawoy dan menang pada tahun 2006. Padahal jika ikut yang benar, Hatala harus menggugat Rehatta, bukan lagi Masawoy.
"Maka kalau dibilang klien kami menyerobot lahan di waisila itu sangat tidak benar," tegasnya
Sebelumnya diberitakan, Dati Wasila di Negeri Batumerah Kecamatan Sirimau seluas 54 Hektar lebih, milik keluarga Hatala, eksekusi belum dituntaskan Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Pihak Hatala menunggu eksekusi lanjutan dilaksanakan juru sita PN.
"Harus dikosongkan, eksekusi. Perkara sudah ingkrah, mau apalagi," ujar Maurits Latumeten kepada Kabar Timur, Rabu (8/12) di PN Ambon.
Kuasa hukum Achmad Hatala dan (Alm) H Latif Hatala itu mengaku telah meminta konfirmasi dari pihak panitera PN Ambon. Tapi jawaban yang diperoleh masih dilakukan evaluasi terhadap hasil proses pencocokan lahan (constatering) pada 29 Nopember lalu.
Constatering itu sendiri diketahui batal.
Di lain sisi batas lahan pada objek yang diklaim ahli waris Ruben Rehatta atas Ismail Masawoy tidak ditemukan di atas Dati Wasila. Hal itu memberi indikasi kuat kalau objek perkara gugatan Ruben terhadap Ismail Masawoy tidak berada di lokasi tersebut.
Usut punya usut ternyata dalam putusan perkara perdata No 74/Pdt.G/1989/PN Ab antara Ruben William Rehatta melawan Ismail Masawoy, terungkap belum dilakukan sidang komisi di atas objek yang disengketakan oleh Rehatta dan Ismail Masawoy.
Sidang komisi adalah sidang setempat di lokasi objek yang disengketakan. Dan itu tidak pernah dilaksanakan oleh juru sita PN Ambon, terkait Dati Hurunguang yang diklaim Rehatta berada di atas lahan Dati Warasia milik Ismail Masawoy.
Di lain pihak berdasarkan denah yang dikeluarkan juru sita PN Ambon tahun 1998, Dati Wasila tidak berada di atas lahan objek yang diklaim Ruben Rehatta, yakni Hurunguan. Akibatnya, dalam putusan perkara nomor 74 dimaksud majelis hakim akhirnya memberikan putusan mengambang.
"Karena tidak ada objeknya, atau apa yang disengketakan antara Ruben dan Masawoy, objeknya kabur, tidak tahu berada dimana. Yang jelas bukan di atas lahan Dati Wasila milik Hatala," jelas Maurits.
Sekadar tahu, Dati Wasila yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht) yang saat ini ditempati pihak Yayasan pendidikan Al-Madinah pimpinan Haji Mustari Ajib.
Sementara yang bersangkutan pernah dieksekusi juru sita PN Ambon sebelumnya. Namun eksekusi tidak tuntas, beberapa bangunan termasuk beberapa ruang kelas tidak dibongkar. Saat itu Mustari berdalih, para siswanya akan menghadapi ujian nasional.
Akhirnya, keluarga Hatala mengabulkan keinginan Mustari, eksekusi ditunda, bahkan Hatala kembali memohon ke PN Ambon agar tidak melakukan. Namun usai pelaksanaan ujian, Mustari selaku pimpinan Yayasan ternyata ingkar janji.
Meski yang datang waktu itu adalah Kepala Juru Sita PN Ambon Munawir Kossah. Bukannya, memenuhi janji, dia malah menggugat ganti rugi atas eksekusi yang dimohonkan Hatala Cs ke pengadilan.
Gugatan pun dilayangkan Mustari ke PN Ambon akibatnya eksekusi jilid 2 ditunda Setelah berproses panjang, hingga tingkat PK di Mahkamah Agung RI, putusan akhir tetap menolak gugatan ganti rugi tersebut. (KTY/KTA)
Komentar