Soal Pengadaan Mobil Dinas Gubernur Praktisi Hukum : Terlalu Dini Jika Disebut Pelanggaran

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Menanggapi pemberitaan media, yang menyatakan, terdapat pelanggaran hukum terkait pengadaan mobil dinas Gubernur Maluku, Murad Ismail, Rp. 7,8 miliar, terlalu dini jika langsung menyebut telah terjadi pelanggaran.
Demikian diungkapkan Praktisi Hukum, dan Abd, Latif Lestaluhu, kepada sejumlah wartawan di Ambon, Senin (3/5). Menurutnya, terlalu dini jika harus menyatakan bahwa proses pengadaan mobil Dinas Gubernur dan Wakil Gubernur itu terdapat pelanggaran.
Mengingat, lanjut dia, kewenangan untuk menyatakan suatu proses pengadaan barang dan jasa pemerintah melanggar hukum adalah kewenangan BPK dan BPKP berdasarkan Pasal 10 UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK dan Pasal 3 Perpres No. 192 Tahun 2014.
“UU itu tentang BPKP, sehingga jika ada pihak-pihak yang berspekulasi terkait adanya pelanggaran hukum, maka hal tersebut terlalu prematur, mengingat BPK ataupun BPKP saja, belum melakukan audit terkait objek yang diberitakan tersebut, “ terangnya.
Dia menjelaskan, jika ada pihak-pihak yang mendesak agar pihak Kepolisian, Jaksa ataupun KPK harus memeriksa Gubernur Maluku Murad Ismail, menurutnya sangat dini. Pasalnya, untuk dilalakukannya suatu proses penyelidikan haruslah ada bukti permulaan tindak pidana.
“Untuk menentukan seseorang terlibat dalam suatu tindak pidana korupsi, penyidik akan menilai peran yang bersangkutan sebagaimana amanat Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apakah ada usaha memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara, dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan, “terangnya.
Dikatakannya, yang jadi pertanyaan adalah, apakah Gubernur Maluku Murad Ismail terlibat langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa tersebut? “Mengingat apakah ada Panitia Pengadaan?, Pejabat Pembuat Komitmen?, Kuasa Pengguna Anggaran?, Pengguna Anggaran ?, atau apa ?, “ tanya dia.
“Kita jangan membangun opini untuk menyudutkan pribadi seseorang, karena akan terkesan sangat tidak objektif, dan akan berujung pada terjadinya pembunuhan karakter (character assassination), “ sambungnya.
Menurutnya, berdasarkan penilaian pihaknya, Gubernur Maluku tidak terlibat. Dan jika memang permasalahan tersebut, akan bergulir pada ranah hukum, pihaknya yakin Murad Ismail, bukanlah pelaku tindak pidana dimaksud.
“Terkait poin pemberitaan yang menyatakan Gubernur Maluku Murad Ismail,akan menerima tiga unit mobil dinas, sedangkan Wakil Gubernur Barnabas Orno hanya menerima satu unit mobil dinas, hal ini juga terkesan tendensius karena, apakah sudah dilakukan cross chek di lapangan bahwa tiga mobil itu memang akan dipakai Gubernur Murad Ismail ataukah ada peruntukan untuk ketua DPRD dan pejabat lainnya,”paparnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, hal itu perlu di cek terkait perencanaan dan penggunaan mobil dinas itu seperti apa? Bukan hanya itu, seharusnya tidak perlu menyebutkan nama pribadi Gubernur, dan wakil Gubernur mengingat kapasitas untuk menerima dan menggunakan mobil tersebut adalah karena jabatan dan bukan pribadi.
“Mengingat jabatan itu terbatas oleh waktu, jika telah selesai masa jabatannya maka mobil dinas tersebut akan kembali kepada negara dan bukan menjadi milik pribadi. Dengan ada penyebutan nama, maka opini yang terbentuk adalah mobil tersebut akan menjadi mobil milik pribadi, “ujarnya.
Dia menambahkan, sebagai praktisi hukum dirinya harus memberikan edukasi kepada masyarakat, bahwa untuk menilai suatu peristiwa pidana, harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence).
“Artinya, sedapat mungkin kita harus menghindari membentuk opini, yang menyudutkan piihak-pihak tertentu. Mengingat jika opini di masyarakat sudah terlanjur terbentuk, maka kehormatan seseorang sulit untuk dipulihkan kembali, sehingga kita harus bijak menilai dan menyampaikan informasi, “tutupnya. (KTE)
Komentar