Bupati Buru Diduga Terlibat Korupsi

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Ada uang mengalir ke bupati. Itu fakta di berkas perkara, belum hitung berapa tapi jelas ke bupati.
Peran duo kepala daerah dalam perkara dugaan korupsi yang menyeret mantan Sekda Kabupaten Buru Achmad Assagaff patut diungkap.
Terindikasi Bupati Ramly Umasugi dan Wakil Bupati Buru Amustafa Besan, terlibat namun hal itu disinyalir tidak dikejar jaksa penyidik.”Kalau pak wakil bikin acara, mana mungkin bupati seng? Kan begitu,” ujar smber Kabar Timur di Setda Kabupaten Buru, Sabtu (4/10) melalui telepon seluler.
Yang disampaikan sumber adalah, dugaan pengambilan uang oleh bupati maupun wakil bupati masing-masing Rp1 miliar. Duit dari dana rutin daerah yang difasilitasi untuk keduanya di pos Setda Buru, informasinya digunakan untuk acara syukuran pelantikan mereka masing-masing setelah menang Pilkada Buru tahun 2017 lalu.
Namun ditengarai belum jelas pertanggungjawabannya seperti apa hingga kini. “Tapi jaksa dorang seng kejar kasus itu,” ujar sumber. Sementara itu, Marthen Fodatkusu berharap dugaan keterlibatan Bupati Ramly Umasugi terungkap di persidangan Tipikor.
Sesuai bukti yang berhasil dikantongi kuasa hukum terdakwa Achmad Assagaff itu, ditambah keterangan pada BAP terdakwa menyebutkan adanya aliran dana ke Ramly. “Ada uang mengalir ke bupati. Itu fakta di berkas perkara, belum hitung berapa tapi jelas ke bupati,” ungkapnya.
“Diberikan ke tamu-tamu bupati dari kejaksaan. Sekda lakukan itu atas arahan bupati,” imbuh Fodatkosu.Tapi dalam dakwaan JPU Ahmad Attamimy hal itu tidak terungkap. Karena itu, Fodatkosu berharap bupati Ramly bisa dihadirkan dalam persidangan selaku saksi fakta.
Sebagaimana dalam dakwaannya JPU hanya menyatakan mantan Sekda Buru Achmad Assagaff dan Bendahara Umum Setda Buru La Joni Ali telah mengambil keuntungan dari belanja perawatan kendaraan bermotor, belanja sewa sarana mobilitad, belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018.
Kedua terdakwa juga menyalahgunakan anggaran belanja Penunjang Operasional KDH/WKDH tahun anggaran 2018 untuk kepentingan pribadi sebesar Rp11.328.487.705.
JPU pada persidangan Jumat (11/9) lalu menyatakan kedua terdakwa menyalahgunakan keuangan Pemkab Buru tahun 2016-2018. Keduanya diancam Pasal 2 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang Tipikor juncto Pasal 55 dan 56 KUHP junto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Juga Pasal 3 undang-undang RI tersebut junto Pasal 55 dan 56 KUHP junto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaannya JPU menyatakan terdakwa telah mengambil keuntungan dari belanja perawatan kendaraan bermotor, belanja sewa sarana mobilitasi, belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018 serta belanja penunjang operasional KDH/WKDH tahun anggaran 2018 untuk kepentingan pribadi, seluruhnya dengan total Rp11.328.487.705.
Masih dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan kedua terdakwa menggunakan tiga modus korupsi.
Pertama, belanja dipertanggungjawabkan lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya. Kedua, belanja dipertanggungjawabkan untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan. BPO direalisasikan lebih tinggi dari anggaran yang tersedia.
Keduanya juga memerintahkan pegawai untuk membuat laporan pertanggungjawaban fiktif. Lalu, dana yang berasal dari belanja yang dipertanggungjawabkan lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya.
JPU menjelaskan semua merupakan perintah Ahmad Assagaf. Antara lain Mansur Mamulatu selaku Plt Asisten III Setda untuk menyediakan kelengkapan bukti pertanggungjawaban belanja sarana mobilitas berupa salinan STNK dan SIM untuk kemudian diserahkan kepada staf Setda.
Assagaff juga memerintahkan saksi Syahril Kalang, Salma Assagaf, Rahma Sanaky, Ayu Pricillia selaku staf Setda Buru tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018 untuk membuat bukti pertanggungjawaban atas kegiatan yang tidak dilaksanakan.
Sedang Safrudin selaku PPK-SKPD Setda 2016, 2017 dan 2018 tidak menguji kebenaran bukti pertanggung jawaban dan mengetahui bahwa kegiatan tersebut tidak dilaksanakan. Sementara La Joni memerintahkan saksi Syahril membuat kuitansi pertanggung jawaban yang tidak sesuai dengan realisasi pengeluaran sebenarnya dengan cara menuliskan isi, tanggal, dan nilai kuitansi berdasarkan memo yang ditulis tangan.
Kemudian ditindaklanjuti oleh para staf Setda ini dengan nota pembelian/sewa untuk distempel dan ditanda tangani oleh para penyedia barang dan jasa.
La Joni juga memerintahkan para staf tersebut menandatangani kuitansi untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan. Dan menuliskan nama dan nilai belanja pada lembar kuitansi internal dan kuitansi penyedia barang dan jasa sesuai memo yang diberikan ke mereka. (KTA)
Komentar