Oknum ASN PUPR Makelar Proyek Ketua DPRD Maluku

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Modus janji proyek pemerintah dengan pemberian uang puluhan juta dari Zakarias Reresy kepada Ketua DPRD Maluku Lucki Wattimury mengungkap fakta baru. Oknum PNS di kantor UPTD Pengujian dan Peralatan Dinas PUPR Maluku, Margarita Antoni berperan sebagai makelar proyek.
Peran wanita yang disapa Etha itu menjadi penghubung antara Lucki dengan pengusaha jasa konstruksi asal kabupaten kepulauan Tanimbar Zakarias Reresy. “Memang ibu Etha (panggilan Margaretha Antoni) yang mengatur semua,” kata sumber Kabar Timur, Minggu (13/9).
Etha juga yang menyiapkan konsep surat perjanjian antara Wattimury dan Zakarias. “Yang konsep surat perjanjian itu ibu Etha. Pokoknya ibu Etha yang atur semua. Termasuk pengaturan proyek yang dikerjakan. Buktinya dalam surat perjanjian itu tercantum nama ibu Etha,” beber sumber yang menolak identitasnya diungkap.
Etha di mata sumber bukan orang baru bagi Lucki. Etha merupakan sahabat bendahara PDIP Maluku itu. “Ibu Etha itu temannya Pak LW (Lucki Wattimury). Itu saja yang saya tahu,” jelasnya.
Setelah Zakarias menyerahkan uang muka atau DP sebesar Rp 75 juta kepada Lucki, pertemuan dilanjutkan di Excelso Cafe, kawasan Batumeja, Ambon. “Memang betul ada penyerahan uang dari Zakarias kepada LW. Setelah penyerahan uang, besoknya pertemuan dilanjutkan di Excelso,” tutur sumber.
DIPANGGIL DPP
Aksi penipuan oleh Lucki dengan modus memberikan proyek pemerintah dari dana aspirasi DPRD Maluku akhirnya sampai juga di DPP PDI Perjuangan.
DPP PDIP di Jakarta memanggil politisi senior PDIP Maluku ini. Hal ini diungkap Gubernur Maluku Murad Ismail dalam sambutannya pada acara Pembagian Masker Serentak, Kampanye Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan Dalam Rangka Operasi Yustisi, Penggunaan Masker dan Pilkada 2020 Yang Aman, Damai dan Sehat di Ambon, Kamis (10/9).
“Kepada Forkopimda Maluku, ada Pak Kapolda, Pangdam, Kajati. Dari Pengadilan ada? Ketua Sinode, Ketua GPM, Walubi, PHDI dan Ketua MUI Maluku. Semua pimpinan partai politik. Ketua DPRD lagi dipanggil DPP PDI Pejuangan,” kata Murad mengawali sambutannya.
Murad tidak menyebut detail kasus apa yang menyebabkan Lucki dipanggil DPP PDIP. “Ada hal-hal yang dibicarakan. Masalah ketua DPRD,” sambung Ketua DPD PDIP Maluku itu.
Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun belum berkomentar soal pemanggilan Lucki oleh DPP. Watubun belum merespon panggilan telepon dan pesan whatsapp yang dilayangkan Kabar Timur sejak Jumat (12/9).
“Beta sudah telepon staf administrasi kewilayahan Indonesia Timur. Dikatakan Pak Komarudin lagi memeriksa beberapa masalah (internal PDIP) hari ini termasuk di kota Gunungsitoli, Sumatera Utara,” kata salah seorang fungsionaris PDIP Maluku yang diminta menyampaikan pesan Kabar Timur kepada Komarudin, Jumat pekan kemarin.
Terkait pemanggilan Lucki, sesepuh PDIP Bitzael Temmar, pesimis Lucki akan dijatuhi sanksi tegas oleh DPP PDIP.
Temmar kembali menuntut Lucki mundur dari kursi ketua DPRD Maluku. “Saya pesimis Lucki Wattimury dikenai sanksi. DPP PDIP dan DPD PDIP Maluku itu nomor sekunder, yang paling primer dia Wattimury sebagai kader, mesti merasa malu dan mengundurkan diri. Itu baru betul,” kata Temmar, pekan kemarin.
DPP PDIP periode saat ini dinilai jauh dari cita-cita karena sudah didistorsi dan penuh penyelewengan. “Kita lawan orde baru ketika itu karena tidak taat kepada undang-undang. Tidak taat kepada prinsip kenegaraan. Kita berharap PDIP tidak mengulangi lagi, tapi ternyata setelah berkuasa anggota DPRD kabupaten kota dan provinsi dari PDIP, sangat mengecewakan,” kesal eks bupati Maluku Tenggara Barat (kini kabupaten kepulauan Tanimbar) dua periode ini.
Tidak adanya keinginan Lucki mengundurkan diri posisi Ketua DPRD Maluku, Temmar tegaskan, itu membuktikan Lucki bukan kader PDIP. “PDIP katanya partainya wong cilik. Kok modelnya begini. Ini bukan pelanggaran besar lagi. Itu amat memalukan dan itu aib politik,” tegas bekas sekretaris DPD PDIP Maluku ini.
Kebijakan pemerintah memberikan dana aspirasi kepada anggota DPRD Maluku periode 2014-2019, menurutnya sering disalahgunakan oleh oknum parlemen untuk mengatur proyek-proyek pemerintah.
Dia menilai, kasus Lucki bukan persoalan tunggal, tapi berjamaah melibatkan seluruh atau 45 anggota DPRD Maluku. “Mereka semua terjebak dengan dana aspirasi. Kalau pakai analogi gunung es, Wattimury, permukaan gunung es saja. Dia tampak di publik karena kebablasan saja. Jadi dana aspirasi itu disalahgunakan, bukan diarahkan untuk pembangunan tapi kepentingan politik,” sindir Temmar.
Dia mencontohkan, setiap wakil rakyat mendapat jatah dana Rp 5 miliar. Itu berarti setiap tahun total dana aspirasi anggota DPRD Maluku ratusan miliar. “Nah, kesempatan itu bisa menjadi ruang terjadinya jual beli proyek antara oknum anggota DPRD dengan kontraktor. Lucki hanya sial saja kasus ini terungkap. Bisa saja yang lain sama, tapi tidak terungkap,” tukas mantan anggota DPRD Maluku itu. (KTM)
Komentar