Kejati Siapkan Periksa Akhir Fery Tanaya

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON-Dua alat bukti berupa keterangan saksi maupun tersangka, berikut, hasil audit kerugian keuangan negara senilai Rp 6,3 miliar telah dikantongi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku sebelum Fery Tanaya dibawa ke meja hijau. Terkait itu pemeriksaan akhir perkara korupsi PLTMG Namlea Kabupaten Buru sedang disiapkan.
Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette menjelaskan belum ditentukan tanggal pasti pemeriksaan akhir Fery Tanaya dan kolega koruptornya, pegawai BPN Maluku “AGL”. Samy hanya menyebutkan sesegera mungkin.
“ Apakah di dalam pekan ini atau kapan, pokoknya dalam waktu dekat,” kata Samy dimintai konfirmasinya, Senin (24/8) di kantornya.
Samy juga berharap Fery Tanaya dan AGL kooperatif. Dan tidak mangkir dari panggilan tim penyidik agar proses pemeriksaan berlangsung lancar. “Tentunya kita tidak mau berandai-andai, jika tidak kooperatif. Apakah dijemput paksa atau apa, (wartawan) ikuti saja prosesnya seperti apa,” ujarnya.
Lambatnya proses penyidikan perkara korupsi pengadaan lahan proyek pembangunan PLTMG Namlea sebelumnya mendapat sorotan banyak kalangan. Kejati Maluku dikuatirkan “masuk angin” lantaran yang terlibat pengusaha kakap Fery Tanaya yang cukup dikenal sebagai si raja kayu itu.
“Apakah karena Fery Tanaya seorang pengusaha lantas proses hukumnya dibuat lambat? Sementara kalau korupsi dana desa cepat-cepat saja masuk pengadilan. Jangan sampai ada udang di balik batu saja,” ucap praktisi hukum Marnex Salmon kepada Kabar Timur.
Fery Tanaya dalam perkara ini diduga menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam penjualan lahan untuk proyek PLTMG Namlea kepada pihak PLN IUP Namlea Kabupaten Buru dari Rp 36.000 menjadi Rp 131.600 per meter persegi.
Akibatnya, dia bersama pegawai Badan Pertanahan Negara Maluku berinisial AGL ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejati Maluku pada Mei 2020 lalu.
Penetapan tersangka terhadap keduanya, setelah hasil audit kerugian negara sebesar Rp 6,3 miliar telah dikantongi Kejati dari BPKP Maluku. Fery Tanaya dan AGL ditetapkan tersangka setelah penyidik Kejati memperoleh bukti permulaan yang cukup.
Perkara korupsi lahan di dusun Jiku Besar, Desa Namlea ini sempat menyita perhatian publik, utamanya di Kota Namlea. Pasalnya, lahan tersebut sebagian merupakan lahan adat petuanan Negeri Lilialy, namun diklaim sepihak dan dijual oleh Fery Tanaya ke PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku di Namlea, seharga Rp 6 miliar lebih.
Namun proses pembebasan lahan antara PLN UIP dengan Fery Tanaya diduga tidak melibatkan BPN, notaris maupun Pemkab Buru secara langsung. Kejati berhasil mengantongi bukti surat penyerahan atau pelepasan hak atas tanah negara seluas 48.654.50 meter persegi diterbitkan oleh BPN Maluku.
Sejak dilaporkan pada 28 Oktober 2018, penanganan perkara pengadaan lahan yang dibeli PT PLN UIP Maluku sebesar Rp 6.401.814.600 tahun 2016 ini belum membuahkan hasil.
Enam bulan sejak dilaporkan, kala itu penanganan kasus ini masih berkutat diproses penyelidikan. Kejati Maluku juga irit bicara terkait penyelidikan kasus yang menyeret nama pengusaha kondang Ferry Tanaya.
Bau korupsi pembelian lahan pembangunan PLTMG mulai tercium setelah Badan Pertanahan Negara, Notaris dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru tidak dilibatkan dalam proses jual beli lahan tersebut. Ini terkuak dalam surat penyerahan atau pelepasan hak atas tanah kepada negara seluas 48.654.50 meter persegi atau 48 hektare.
Selain itu, lahan yang dibeli PLN diduga mengalami pembengkakan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2016. Harga sesuai NJOP Rp 36.000. Namun melonjak menjadi Rp 131.600 per meter per segi. (KTA)
Komentar