Gubernur Diminta Evaluasi Balai Cipta Karya
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Setidaknya 1000 kontraktor kecil yang tergabung dalam Asosiasi pengusaha Konstruksi Nasional (Aspekindo) Maluku mengancam mengajukan class action terhadap kantor Balai Cipta Karya.
Itu dilakukan sehubungan dengan tender ulang yang dinilai hanya siasat instansi vertikal Kementerian PUPR itu untuk mengganjal mereka ikut dalam proses lelang pekerjaan renovasi sejumlah gedung sekolah di 8 kabupaten/kota di Maluku.
Padahal pekerjaan renovasi ini tergolong sederhana, bisa dikerjakan oleh kontraktor dengan modal di bawah Rp 1 miliar. Tapi proses lelang dibuat sulit, bahkan diulang tanpa alasan yang jelas.
Para peserta tender tidak diberikan penjelasan oleh pihak Balai tersebut, apa kualifikasi atau persyaratan yang masih kurang dalam penawaran mereka.
“Tiba-tiba Pokja bilang tender ulang, ini khan namanya otoriter. Balai Jalan saja masih kasih penjelasan lewat email. Sementara balai ini baru buka kantor saja sudah begitu, apalagi kalau sudah karatan di Maluku,” ujar Ketua Aspekindo Provinsi Maluku Jopy Waas dihubungi Kabar Timur Rabu (17/7).
Akibat cara-cara yang di luar kelaziman dalam proses lelang balai yang baru dibentuk pemerintah pusat sekitar 1 tahun itu kemungkinan menghadapi class action ribuan kotraktor kecil yang dibuat tak berpeluang ikut dalam tender.
“Karena yang pasti hanya kontraktor menengah dari luar yang bisa ikut. Tapi itu juga kemungkinan proyek seng bisa jalan alias gagal kalau tender diulang, sudah injury time ini, waktunya mepet sekali,” ujarnya.
Jika itu terjadi, maka proyek ini terancam ditarik dari Maluku tahun ini, menurut Waas, itu karena ulah pihak Balai sendiri. Bagaimana tidak, para peserta tender harus memenuhi persyaratan yang dikualifikasikan untuk kontraktor level menengah.
Salah satunya dalam hal spesifikasi perusahaan dengan kemampuan Dasar (KD) atau pengalaman menangani pekerjaan serupa dengan nilai proyek di atas Rp 10 miliar.Tapi mana ada, kata Waas, kontraktor kecil di Maluku dengan kualifikasi semacam itu.
“Makanya kita berharap Gubernur mendesak Kementerian PUPR evaluasi kepala Balai Cipta Karya Maluku itu,” tandasnya.
Setidaknya 1000 kontraktor yang bernaung di bawah ASPEKINDO Provinsi Maluku, menurut dia, dibuat tak berdaya, karena paket proyek sebut saja pada 6 kecamatan di sebuah kabupaten digabung jadi satu. Yang menyebabkan nilai paket naik menjadi belasan sampai puluhan miliar rupiah.
Sebut saja, paket Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Sekolah di Kabupaten kepulauan Aru senilai Rp 12.867.951.000,-Kemudian, paket yang sama di kabupaten Buru Rp 17.581.063.000,- Lalu di Kabupaten Maluku Tenggara senilai Rp 33.102.657.000,-Masih ada 6 daerah lainnya termasuk Kota Ambon, semuanya tak bisa diikuti kontraktor lokal dimaksud.
Proses lelang pekerjaan dengan modus akal-akalan ini juga dinilai tidak pro pada pertumbuhan ekonomi lokal. Pasalnya, amanat aturan lelang terbaru yakni Perpres No 16 tahun 2018 -gadang Presiden Jokowi memiliki semangat efisiensi dan efektivitas anggaran sekaligus memicu perputaran perekonomian di daerah.
Di lain sisi, ujar Waas, dalam Perpres tersebut, pekerjaan tidak diperbolehkan penggabungan paket proyek dari lokasi terpisah. Contoh kasus di Kabupaten Kepulauan Aru, jika paket lelangnya tidak satu paket jumbo seperti itu, maka 1 kecamatan di daerah itu nilai proyeknya hanya Rp 4 miliar.
Maka kontraktor kecil di Maluku sudah pasti berpeluang ikut dalam proses lelang. Tapi karena digabung menjadi satu gelondongan, nilai proyeknya membengkak menjadi Rp 12 miliar lebih.
“kalau tarik ulur kepentingan seperti ini daerah yang dikorbankan. Lama-lama dana dikembalikan ke pusat. Artinya PPK, Pokja, Kepala Balai Cipta Karya Maluku maupun pejabat terkait di Kementerian harus tanggungjawab, dievaluasi oleh Menteri PUPR karena visi misi Jokowi terhambat di Maluku,” pungkas dia. (KTA)
Komentar