DPRD Uji Publik Ranperda Ketenagakerjaan
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - DPRD Provinsi Maluku menggelar uji publik terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelenggara ketenagakerjaan. Ranperda itu merupakan usulan inisiatif Komisi D DPRD Maluku.
Ketua Komisi D DPRD Maluku, Saadiah Uluputty mengatakan, penyelenggara ketenagakerjaan di Maluku masih menuai beberapa permasalahan.
“Kami menganggap penyelenggara ketenagkerjaan ini perlu diatur dalam sebuah peraturan daerah. Sebab sampai pada hari ini juga, ketenagkerjaan di Maluku masih menjadi masalah. Baik itu para pekerja saat sebelum, selama dan sesudah masa kerja, seperti tidak diperhatikan. Karena itu kami gelar uji publik ini di masyarakat,” kata Uluputty di Ambon, Kamis (4/7).
Uji publik dilakukan di Negeri Mamala, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah menghadirkan akademisi maupun beberapa unsur masyarakat. Uji publik sebagai satu tahapan alur penyusunan Ranperda secara utuh.
“Kami mengundang perwakilan dari akademisi dan unsur masyarakat. Kami berharap dengan uji publik ini, ada aspirasi masyarakat yang berbobot untuk kemudian sebagai masukan bagi kami dalam penyusunan ranperda tersebut,” ujarnya.
Politisi PKS itu menyebutkan, beberapa komponen masyarakat mengusulkan upah yang diatur dalam hasil kerja harus juga diatur dalam ranperda. Upah kerja harus memiliki standar sesuai dengan yang ada dalam ranperda.
“Apa yang diatur provinsi misalnya untuk mengerjakan satu proyek bangunan, masyarakat minta harus ada standar harga supaya harga tidak dipermainkan oleh kontraktor atau pihak perusahan. Sebab jika tidak ada itu, masyarakat merasa tenaganya dipakai tak sesuai dengan upah yang diterima nanti,” jelasnya.
Masukan juga dari sisi upah terhadap beberpa instansi misalnya untuk instansi pendidikan maupun kesehatan. Guru kontrak dan guru honorer masih mempertanyakan soal upah minimum regional provinsi.
Sebab, beberapa kabupaten/kota di Maluku, upah guru kontrak atau honorer tidak sesuai dengan standar UMP. Guru kontrak maupun guru honorer hanya diupah paling tinggi Rp 1 juta. Padahal standar UMP Maluku Rp 2,3 juta per bulan. “Nah, dari sini kami merasa harus ada perda yang mengatur penyelenggara ketenagakerjaan di Maluku. Supaya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan tidak lagi terlilit masalah seperti sebelumnya,” tegas Uluputty. (MG3)
Komentar