Uang Pengembalian Sahran Cs “Gelap”

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sekali pun penegak hukum, institusi kejaksaan juga tak bisa diyakini bebas dari oknum-oknum yang ingin memanfaatkan peluang.

Empat tersangka perkara korupsi proyek Water Front City Namlea, Kabupaten Buru, termasuk Sahran Umasugy telah ditahapduakan alias diserahkan ke jaksa penuntut untuk diadili di pengadilan tipikor. Namun berapa uang kerugian negara yang sudah dikembalikan oleh Sahran Cs, masih “gelap” di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Dikonfirmasi, Kamis (20/6), Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette hanya berjanji akan mengecek nilai pengembalian kerugian negara oleh Sahran ke internal Kejati. Namun hingga berita ini naik cetak, Samy belum menginformasikan hal itu.

Samy hanya mengaku, perkara dugaan tipikor tersebut tinggal melengkapi berkas dakwaan dan hal-hal administratif lainnya sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Ambon. “Intinya sudah ditahapduakan,” tandas Samy.

Namun soal nilai kerugian negara yang menjadi beban para tersangka korupsi, menurut pengamat anti korupsi terkadang luput dari perhatian publik. Menurut Koodinator Indonesia Investigasi Korupsi (IIK) Faizal Yahya Marasabessy pengembalian uang negara perkara korupsi harus dipublis secara transparan oleh pihak penegak hukum.

Faizal menyatakan pihaknya tetap mengedapankan praduga tak bersalah. Sekali pun penegak hukum, institusi kejaksaan juga tak bisa diyakini bebas dari oknum-oknum yang ingin memanfaatkan peluang.

Dia mencontohkan, perkara tindak pidana illegal fishing di Tual beberapa tahun silam, barang bukti kapal dimanipulasi untuk kepentingan bisnis oknum jaksa nakal dengan pengusaha tertentu.

Dalam perkara itu, barang bukti kapal yang seharusnya dilelang untuk negara, diduga disewakan dan dimodifikasi ulang oleh oknum pengusaha. Pihaknya tetap dalam koridor praduga tak bersalah hanya saja dengan dibungkamnya nilai kerugian negara bisa menimbulkan kecurigaan publik.

“Jangan sampe publik menduga, duit pengembalian kerugian negara itu jelas menimbulkan pertanyaan publik. Intinya, kejaksaan harus transparan lah, terang jangan gelap. Berapa nilainya harus disampaikan persisnya berapa?” ingat Faizal.

Dalam perkara ini Kejati baru mempublikasikan nilai kerugian negara sesuai audit BPK RI senilai Rp 6 miliar. Namun sebelumnya, mantan Kasipidsus Kejati, Abdul Hakim mengaku Sahran berjanji akan mengembalikan kerugian negara sesuai kemampuannya, senilai Rp 1 miliar. Masih kata Abdul Hakim, pengembalian kerugian keuangan negara akan meringankan tuntutan Jaksa.

Ketika perkara ini di tahap perampungan penyidikannya, dalam “on the spot” atau tinjauan lapangan untuk audit kerugian negara tim BPK RI melakukan pengambilan sampel material tanah pada dua lokasi. Yakni bekas lokasi pembangunan bandara Namniwel, Desa Sawa, Kecamatan Liliarly maupun material tanah di lokasi proyek reklamasi Pantai Merah Putih, Kota Namlea.

Material tanah timbunan ini secara kasat mata tidak sesuai bestek pekerjaan. Sebab dalam dokumen kontrak CV Aegeo Pratama dengan pemegang kuasanya Memed Duwila, material timbunan harus tanah pilihan. Tapi orang kepercayaan Sahran Umasugy itu menggunakan material buangan mengandung kapur dari bekas proyek Bandara Namniwel, yang diambil secara gratis.

Bukan saja itu, sheet pile atau talud pantai berbentuk huruf “U” yang terbuat dari beton itu seharusnya diletakkan dan dipasang pada lokasi sesuai gambar, ternyata tidak dipasang. Malah dibiarkan tergeletak di pelabuhan Namlea, tanpa bayar biaya sewa tempat.

Penyidik juga berkesimpulan Sahran Umasugy telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Buru dengan cara mengatur tender untuk memenangkan proyek itu.

Saat ini empat tersangka masing-masing Sahran Umasugy, Memed Duwila, dan Ridwan Pattilouw menjadi tahanan Rutan Waiheru. Sedang PPK Sri Julianti, jadi penghuni sementara di Lapas Kelas II Ambon, Negeri Lama.Penahanan mereka dilakukan pasca ditetapkan selaku tersangka beberapa waktu lalu. (KTA)

Komentar

Loading...