Orno & Siwitirory Disebut Birokrat Amatiran

ILUSTRASI

AMBON - Sikap Odie Orno dan Reinhart Siwitiory yang menolak dilantik oleh Bupati Maluku Barat Daya, Benyamin Noach menuai kecaman. Dua pejabat “kesayangan” mantan Bupati Maluku Barat Daya, Barnabas Orno itu dinilai birokrat amatiran.

‘’Kalau ada yang tidak mengikuti perintah mutasi, itu bukan birokrat profesional tapi birokrat amatiran dan abal-abal,’’ kritik salah satu tokoh masyarakat MBD, Piet Norimarna dihubungi Kabar Timur, Rabu (12/6).

Pernyataan Norimarna yang juga mantan Asisten I Pemprov Maluku ini menyikapi sikap mantan Kepala Dinas Pendidikan Odie Orno dan mantan Kepala Dinas PU MBD Reinhart Siwitirory, menolak dilantik atau digeser untuk jabatan yang baru, Selasa (11/6).

Orno menolak menjabat stah ahli, sementara Siwitiory menolak jabatan Sekretaris Dinas Perindag dan Koperasi. ’’Jabatan itu tanggung jawab, bukan hak apalagi warisan yang dibawa mati,’’ ingatnya.

Mantan Sekda Maluku Tenggara Barat (kini Kabupaten Kepulauan Tanimbar) ini menegaskan, jika ada pejabat yang menolak mutasi, maka bupati berhak mencopot jabatan. Menurutnya, penolakan itu merupakan cermin kesalahan pembinaan karier ASN yang selama ini terjadi di Pemkab MBD dan juga cermin orientasi ASN yang bukan pada pelayanan tapi pada kekuasaan.

Promosi, demosi, dan mutasi kata dia, adalah hal biasa dalam pemerintahan kecuali aparatur menganggap jabatan itu warisan dari leluhurnya. ‘’Kalau Bupati tunduk pada kehendak orang per orang maka akan jadi preseden buruk dalam birokrasi Pemkab MBD,’’ tegas Norimarna.

Padahal ada saluran Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk pengajuan gugatan hukum. ‘’Bisa saja ini akibat dari salah urus birokrasi yang telah terjadi sebelumnya,’’ tudingnya.

Apakah selama ini seleksi pejabat birokrasi di MBD tidak sesuai aturan main atau sarana terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), dia tidak mengetahui kalau ada penyalahgunaan. ’’Kalau sarat KKN saya tidak tahu. Kalau orientasi tidak melayani mungkin, tapi etika birokrasi mengajarkan kepatuhan pada semua aturan. Jadi kalau ada yang mengabaikan keputusan kepala daerah, maka pasti terbawa dari tata kelola birokrasi yang tidak sehat,’’ terangnya.

Norimarna mengingatkan, setiap pejabat birokrasi mestinya menjadi profesional dan menjadikan jabatan sebagai sarana pengabdian. ’’Ini bukan tentang siapa birokratnya atau orang per orang tapi sudah jadi etika dalam diri setiap birokrat profesional untuk mnjadikan jabatan sebagai sarana pengabdian,’’ kata Norimarna mengingatkan.

Norimarna juga menegaskan, semua kepala daerah juga sependapat bahwa sebagai user, memiliki kepentingan mengangkat pejabat birokrasi yang bisa mendukung langkah kepemimpinan untuk memajukan daerhanya. ’’Kebetulan saja ini di MBD, tapi etika birokrasi itu mengikat semua ASN di Indonesia,’’ jelas Norimarna. Terpisah, salah satu warga MBD, Jhon Tawa mendukung kebijakan bupati merombak birokrasi di Pemkab MBD. ’’Memang birokrasi di MBD butuh penyegaran,’’ kata Tawa, kemarin.

Dia menilai, pada masa pemerintahan Barnabas Orno, banyak pejabat birokrasi di tubuh Pemkab MBD diangkat tidak sesuai mekanisme. Akibatnya, pejabat tersebut tidak maksimal bekerja. ’’Banyak pejabat seperti itu,’’ tudingnya.

Bahkan, sebut dia, banyak pejabat di MBD, lebih memperkaya diri ketimbang melayani masyarakatnya. ’’Banyak kok seperti itu,’’ sentil dia.

Untuk itu, dia berharap, pejabat produk mantan Bupati MBD yang tidak loyal atau tidak maksimal bekerja mendukung Noach membangun dan melayani masyarakat sudah selayaknya diganti. ’’Saya kira roling atau mutasi jabatan sebagai sinyal bersih-bersih birokrasi agar pelayanan kepada masyarakat lebih dimaksimalkan,’’ ujar Tawa. (KTM)

Komentar

Loading...