Kejati Periksa Saksi Korupsi PLTMG Pekan Ini

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON  - Korps adhyaksa akhirnya bergerak menindaklanjuti penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan yang disebut-sebut dalangnya adalah pengusaha kakap Fery Tanaya. Lahan dimaksud diperuntukkan untuk kepentingan umum, yakni pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin dan Gas (PLTMG) Namlea tahun 2016 namun diduga kuat terjadi mark up Nilai Objek Pajak (NJOP).

Tindaklanjut Kejati yaitu pemanggilan yang dilakukan pekan ini terhadap para pihak yang disinyalir terlibat, termasuk Fery Tanaya. “Sudah mulai ada pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait,” kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Samy Sapulette dihubungi Kabar Timur di ruang kerjanya, Senin (20/5).

Namun rincinya siapa yang bakal dipanggil menghadap tim Pidsus Kejati Maluku pekan ini, Samy enggan membebeberkan. Dia hanya memastikan kalau Kejati Maluku serius mengusut kasus tersebut, faktanya kasus dengan nomenklaturnya bernama “kasus dugaan tipikor dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum untuk lokasi pembangunan PLTMG 10 MW tahun anggaran 2016 di dusun Jiku Besar Namlea Kabupaten Buru, telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. “Jadi silahkan teman-teman (wartawan mengikuti perkembangan penanganan kasus tersebut seperti apa,” ujar Samy singkat.

Diberitakan sebelumnya kalau kasus ini telah dinaikkan tahap ke penyidikan alias “naik kelas.”Meski telah beralih status dari penyelidikan ke penyidikan, kasus dengan terlapor Ferry Tanaya “si Raja Kayu” ini, modus korupsinya belum dipublis rinci.

Jaksa menemukan unsur tindak pidana korupsi di dalam kasus ini yang mana Feri Tanaya pada Mei 2018 lalu disebut sebagai terlapor karena menjual tanah milik Petuanan Negeri Lilialy seluas 2 Ha lebih dan lahan milik Moch Mukadar seluas 2.87 Ha kepada PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku berdasarkan ERPAK Belanda tahun 1938.

Mirisnya, dalam transaksi jual beli itu, Fery Tanaya sedang menggugat Mukadar di MA. Namun gugatannya kalah di Pengadilan Tata Usaha Negera (TUN) Ambon, Pengadilan Negeri Ambon, bahkan di tingkat Kasasi Mahkamah Agung TUN serta PK Perdata di MA di tolak tanggal 30 Mei 2017 juga kalah.

Tapi yang diherankan pihak Mukadar, di setiap persidangan, Fery Tanaya tidak pernah dihadirkan oleh PLN secara langsung. Dia menyatakan Fery kalah atas lahan yang berada di Desa Lala, Kecamatan Lilialy itu berdasarkan putusan PTUN Makassar No: 94/B/2014, putusan Kasasi MA. No 70 K/TUN/2015, putusan MA. No 937 K/PDT/2015 putusan PK MA. No 184/PK/PDT/2017, dan putusan MA. No: 761/K/PDT/2017.

Pihak Moch Mukadar, yang juga pelapor kasus ini mengaku telah dimintai keterangan pada 15 November 2018.

Dalam pemeriksaan perdana itu, jaksa pemeriksa meminta keterangan soal status kepemilikan lahan tersebut. Jaksa juga meminta keterangan soal NJOP lahan, yang mana, NJOP dinilai tidak wajar, sebab harga lahan dinaikkan berlipat, sementara pihak PLN melakukan transaksi tanpa melibatkan notaris. Bahkan BPN Kabupaten Buru juga tidak dilibatkan.

Selain melapor ke Kejati Maluku, kasus dugaan korupsi tersebut juga dilaporkan ke Jampidsus Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada 12 Nopember 2018.

Diberitakan sebelumnya, aroma korupsi merebak dalam kasus pembelian lahan oleh PT PLN untuk pembangunan PLTMG Namlea. Dengan demikian diduga lahan yang dibeli PLN mengalami pembengkakan dari NJOP tahun 2016. Harga sesuai NJOP Rp 36.000. Namun melonjak menjadi Rp 131.600 per meter persegi.

Dalam surat pelepasan hak lahan, Fery Tanaya tidak mencantumkan atau menjelaskan mengenai status tanah yang dia klaim. Anehnya, saksi dalam pelepasan hak itu tidak memiliki sangkut paut. Diantaranya atas nama Kapolsek Namlea, Danramil Namlea, dan Staf Desa serta Camat. Nama staf desa dan Camat baru dimasukan sebagai saksi. Kedua nama saksi ini baru ditulis tangan tanpa cap kecamatan.

Penandatanganan surat pelepasan hak tanah berlangsung di Kantor Camat Namlea, 28 Juli 2016. (KTA)

Komentar

Loading...