Data Rekap Suara Amburadul, Pleno KPU Molor

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Proses penghitungan atau rekapitulasi suara Pemilu 2019 di KPU Provinsi Maluku telah berjalan sejak 10 Mei lalu dimulai dengan Kota Tual. Namun proses ini molor hingga kemarin disebabkan tidak sinkronnya data pengguna hak suara pada empat jenis pemilihan, kecuali Pilpres.

Pantauan Kabar Timur, Minggu (12/5) rapat pleno penetapan hasil rekapitulasi belum membuahkan hasil. Meski KPUD Kota Tual berhasil menemukan kesalahan input data di tingkat PPS, sejumlah saksi partai politik tetap mempertanyakan tidak sinkronnya data jumlah pemilih pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan total jumlah pemilih pada DPT Khusus atau DPTK. Hingga pukul 17.00 Wit kemarin, “benang kusut” soal pendataan ini belum terjawab. DPT yang baru terkoreksi hanya untuk Pilpres, sebanyak 37.426 pemilih untuk Kota Tual.

Komisioner KPU Provinsi Maluku Halil Tianotak meminta penjelasan KPUD Kota Tual. Yang mana antara data jumlah pengguna hak pilih berdasarkan DPT dan DPTK harusnya sama atau sinkron, namun kenyataannya kacau balau untuk empat jenis pemilihan lainnya.

“Yang ingin kita semua di sini ingin tanyakan kenapa empat pemilihan jumlah pemilih pada DPT dan DPTK bisa berbeda. Logikanya harus sama,” tanya Halil dalam rapat pleno tersebut di Aula kantor KPU Provinsi Maluku.

Empat pemilihan dimaksud yakni pemilihan anggota DPD RI, DPR RI, DPRD Maluku dan DPRD Kota Tual. Menjawab permintaan KPU Provinsi Maluku, pihak KPUD Kota Tual menyebutkan, pengguna hak pilih berdasarkan DPT untuk DPD RI sebesar 34.358 pemilih , sementara DPR RI 34.362 pemilih. Sedang DPRD Provinsi Maluku 34.406 pemilih sementara DPRD Kota Tual 34.359 pemilih.

Bukan saja DPT yang tidak sinkron, DPTK atau jumlah pengguna hak pilih yang mencoblos dengan e-KTP juga bernasib sama. Untuk DPD RI 2777 pemilih, DPR RI 2727 pemilih, DPRD Provinsi 2718 pemilih dan DPRD Kota Tual 2732 pemilih.

Saksi Partai Golkar Haerudin Tuarita kepada Kabar Timur menjelaskan karut marut soal data yang berujung pada molornya penetapan pleno di KPU karena tidak didukung oleh data yang dikantongi saksi Parpol di tingkat kecamatan. Dia mengaku, hal ini juga terjadi pada Partai Golkar.

.”Kita hanya punya dana untuk bayar saksi di tingkat TPS, selebihnya bagaimana inisiatif kader sendiri, terutama para caleg yang berkompetisi,” ujarnya.

Menurutnya, jika Parpol memiliki data valid tidak hanya di TPS tapi juga di tingkat kecamatan, akan ada data pembanding untuk membantu pihak penyelenggara pemilu dalam proses penghitungan suara di tingkat KPU kabupaten/kota. “Faktanya, banyak terjadi koreksi di masing-masing tingkat, ini yang bikin molor,” kata Haerudin yang juga Ketua Bapilu Partai Golkar Maluku ini.

Dijelaskan, data C1 di tingkat TPS tidak bisa dijadikan pegangan, sebab banyak kondisi “situasional” baik di tingkat TPS maupun kecamatan, menjadi celah terjadinya kekeliruan data yang sifatnya lebih ke human error. Terkait ini, kehadiran saksi Parpol melakukan pengawalan rekapitulasi suara sangat diperlukan.

Maka itu, menurutnya, tidak bisa heran kalau sejumlah caleg dari Parpol tertentu yang dinilai memiliki cukup dana untuk membiayai saksi terutama di tingkat kecamatan lebih berpeluang memenangkan pertarungan.

Sementara itu pihak Bawaslu Kota Tual juga mengaku kewalahan mengawal proses rekapitulasi terutama di tingkat kecamatan. Komisioner Bawaslu Kota Tual Badarudin Madubun kepada Kabar Timur mengungkapkan, selisih angka antara DPT, DPTK bahkan DPTB massiv terjadi di seluruh kecamatan di Kota Tual.

Dia mengaku heran ketika Bawaslu hanya diberikan form DA.1 yang berisi salinan hasil rekap suara di tingkat KPUD Kota Tual. Sedang form yang berisi hasil rekap suara yang disalin dari form C1 di tingkat TPS yakni, DA.A.1 tidak diberikan oleh petugas KPPS di desa.

Cilakanya, bukan hanya pihak Bawaslu yang tidak mendapatkan form DA.A.1 dimaksud tapi juga para saksi Parpol juga mengalami hal yang sama. “Kita cuma dikasih DA.1 harusnya dapat dua-duanya yaitu DA.1 dan DA.A.1 Sertifikat. Kalau kita tanya, petugas KPPS bilang sudah dimasukkan di kota suara. Siapa yang berani pigi buka? bisa pidana itu,” kata Madubun kesal.

Anehnya, saat rapat pleno, KPUD Kota Tual mengaku adanya data yang tidak sinkron hanya terjadi pada tiga kecamatan yakni, Kecamatan Tayando Tam, Kur Selatan dan Dullah Utara. Namun tidak sinkronnya data dimaksud hanya terjadi untuk pemilihan DPD RI dan DPR RI.

Disebutkan, di TPS 1 Ohoi El Kecamatan Tayando Tam, terjadi selisih sebanyak 29 pengguna hak suara antara pemilihan caleg DPD RI dan caleg DPR RI, walau seharusnya selisih itu sebanyak 35 pemilih. “Ini terungkap di form DA.A.1 antara DPD dan DPR RI selisihnya 29, walaupun seharusnya 35. Artinya kalau ada perbedaan data pada saksi partai, kami pikir sebaiknya kita sinkronkan bersama,” tandas salah satu Komisioner KPUD Kota Tual. (KTA)

Komentar

Loading...