Warga Wetar Ancam Tutup BTR
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Mereka mencari bukti rekaman video ikan-ikan mati akibat limbah. Sejumlah orang perusahaan disuruh mencari dengan menginterogasi warga. Benarkah?
Manajemen PT Batutua Tembaga Raya (BTR) dikabarkan gusar dengan informasi dugaan pencemaran lingkungan di Desa Lurang dan Uhak, pulau Wetar, Kabupaten MBD. Mereka mencari warga yang mengantongi rekaman video jebolnya tanggul produksi tembaga, dan berusaha mencegah rekaman tersebut viral ke publik.
Belum lagi rekaman video ikan-ikan mati di pantai yang diduga akibat limbah asam dari tanggul produksi PT BTR tersebut. “Orang perusahaan interogasi katorang, dorang cari video-video itu ada di siapa,” ungkap tokoh pemuda Desa Lurang-Uhak, Oyang Masnari kepada Kabar Timur, Jumat, kemarin.
Tapi persoalan tak hanya itu, masyarakat ancam menutup total aktifitas perusahaan, karena menyadari selama ini ditipu oleh oknum-oknum perusahaan, terkait kontrak lahan. Ada dokumen kontrak tahun 2005, yang diduga dibuat untuk mengelabui pemilik lahan.
Alhasil, meeting antara 8 perwakilan keluarga tuan tanah, 5 orang manajemen PT BTR dimediasi oleh Danki Brimob setempat, dan pihak Polsek Ilwaki, berlangsung kisruh. Pertemuan memanas karena tidak ada titik temu antara pemilik lahan dan perusahaan.
Akibatnya tambang kapur sempat ditutup warga beberapa menit. Melihat warga naik pitam, pihak perusahaan baru mau bernegosiasi. Dijanjikan Jumat pekan depan, sejumlah tuntutun masyarakat dipenuhi. “Kalau hari Jumat depan seng ditepati, katong akan tarik tali. Lalu buat adat, untuk tutup aktifitas di semua lokasi perusahaan,” ungkap Oyang lagi.
Sekedar tahu saja, masyarakat mulai menuntut, pasca jebolnya tanggul produksi tembaga di tempat yang dinamakan Kali Kuning, Desa Lurang pada 8 Maret 2019 lalu. Sebuah rekaman cctv berhasil dikantongi warga, kejadian itu tepat terjadi pada pukul 16:50:58 Wit. Jebolnya tanggul tersebut dinilai warga sebagai bencana lingkungan.
Warga mengklaim banyak ikan mati di pantai akibat terpapar limbah batuan asam. Beberapa hari lalu, ada pertemuan dengan beberapa orang yang mengaku tim Amdal, yang mana tim tersebut belum berhasil dikonfirmasi, berjanji akan turun mengambil sampel tanah dan air. Tapi hingga kemarin rencana itu belum direalisasi.
Tuntutan pemilik lahan ulayat marga Masnari adalah soal kontrak yang harus direvisi. Karena kontrak sewa lahan selama ini ditentukan sepihak oleh perusahaan. Sebut saja hutan seluas 2 hektar yang isinya kayu besi dibabat dengan alasan awal untuk pelebaran poros jalan Desa Lurang-Desa Uhak, ternyata untuk basecamp tempat tinggal karyawan.
Juga lahan seluas 8 hektar, untuk pembuangan material sisa batuan, belum ada kesepakatan harga, namun beberapa hari kemudian perusahaan datang menyodorkan kontrak untuk ditandatangani ayahnya yang sudah lanjut usia, dengan harga Rp 8 ribu per meter. Belum lagi lahan seluas 6 hektar mengandung kapur, kesepakatan sewanya Rp 75 juta sebulan, tapi disodorkan dalam kontrak Rp 7,5 juta, ditandatangani oleh ayah Oyang Masnari.
Sementara itu, sehari sebelumnya, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Roy C. Siauta yang dikonfirmasi Kabar Timur terkait pencemaran di daerah itu, mengatakan, DLH Maluku telah mengkonfirmasikan langsung dengan pihak perusahan, BTR dan meminta perusahan untuk memasukkan laporan ke DLH Maluku.
“Mereka bilang memang disana curah hujan cukup tinggi, dan saya bilang ke mereka untuk laporan harus masuk ke kami (DLH). Nantinya, akan dikaji. Jika Kalau hasil kajian laporan krusial, dalam waktu dekat pihaknya akan turun ke lapangan,” ungkap dia.
Dikatakan, pentingnya kajian itu karena dugaan ini masih bersifat informasi. “Kita kaji supaya mengetahui apakah kerusakan lingkungan akibat curah hujan tinggi. Kalau curah hujan tinggi berarti masih bisa dimaklumi. Tapi kalau hasil kajian kerusakan lingkungan kiabat limbah, kita akan turun dengan Kabupaten mengambil sampel agar membuktikan apakah betul sudah terjadi pencemaran atau tidak. Karena hasil lab itu yang bisa menunjukkan apakah terjadi kerusakan dan pencemaran,”jelasnya.
Ditegaskan, pihaknya akan mengambil tindakan tegas, bila PT. BTR terbukti melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Pulau Wetar. Ada beberapa tahapan sanksi yang bisa diberikan DLH kepada perusahan.
“Sanksi yang bisa diberikan jika terjadi kerusakan oleh kegiatan (perusahan), itu ada dokumen lingkungannya. Pertama kita arahkan perbaikan dulu. Kalau arahan perbaikan tidak dilaksanakan, kita tingkatkan memberikan teguran tertulis. Kalau terguran tertulis tidak ditindaklanjuti, akhirnya kita lakukan pembekuan, selanjutnya pencabutan izin,”terangnya.
Oleh karena itu, saat ini, kata Siauta, DLH belum bisa menyatakan apakah sudah terjadi kerusakan lingkungan atau tidak. Karena semuanya harus dibuktikan dengan uji lab. Intinya, DLH tetap merespon informasi dari masyarakat. (RUZ/KTA)
Komentar