Kinerja Plt Sekda Malteng Dipertanyakan
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kinerja pejabat sementara (Pjs) di negeri-negeri adat yang tersebar di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) masih jauh dari harapan. Tugas selama enam bulan sesuai perintah Undang-Undang untuk mempercepat pengangkatan raja definitif tidak dilakukan dengan baik.
Menyikapi masalah itu, Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Malteng, Rakib Sahubawa pernah menjanjikan akan mengevaluasi eksistensi sejumlah Pjs desa yang ada di Malteng. Namun, tindak lanjut dari upaya itu tidak sejalan dengan perintah Undang-Undang. Artinya, yang seharusnya jabatan Pjs dalam enam bulan masa kerja sudah dapat menghasilkan raja definitif, kenyataannya berbeda.
Selesai enam bulan menjabat, jabatan Pjs yang bersangkutan akan diperpanjang bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. Harapan masyarakat untuk menghadirkan raja definitif pun tak kunjung tercapai.
“Kebetulan kami lagi penelitian terkait suksesi kepemimpinan raja di negeri-negeri adat di Kabupaten Malteng. Bagi kami, ini fenomena Pjs. Meski Plt Sekda Malteng, Pak Sahubawa pernah menyatakan evaluasi senantiasi dilakukan terhadap eksistensi Pjs, akan tetapi tindak lanjutnya tidak sejalan dengan aturan undang-undang. Kinerja Sahubawa ini masih jadi pertanyaan,”kata Dosen Fisip Ilmu Pemerintahan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Wahab Tuanaya kepada Kabar Timur diruang kerjanya, Selasa (4/12).
Dia mengatakan, sesuai pernyataan dari beberapa anggota saniri negeri yang dipakai sebagai sampel penilitiannya, pengangkatan Pjs di Malteng oleh Bupati Malteng Abua Tuasikal mencurigakan.
Menurut hemat, mereka (saniri-red), ada kepentingan politik yang sengaja dilakukan dibalik pengangkatan Pjs itu. Karena jelang Pileg 2019, perhitungan politik itulah yang tentunya dijadikan sebagai dasar dalam hal mempertahankan Pjs pada desa tertentu.
“Misalnya di Negeri Hila, Negeri Assilulu, Negeri Rutah. Tiga negeri ini dijabat Pjs. Untuk Hila dan Asilulu dijabat satu Pjs. Padahal dari sisi kinerjanya tidak menunjukan tugas yang baik sebagai seorang Pjs,”tandasnya.
Dosen Fisip Ilmu Pemerintahan Unpatti Ambon lainnya, Amir Kotarmalos mengatakan hakikat demokrasi yang paling hakiki berada di tingkat desa. Artinya, di desa lah pemerintahan yang baik yang dipraktekan karena sesuai nilai adat dan tradisi masyarakat.
Namun, pernyataan yang pernah dikemukakan pakar ilmu pemerintahan itu terbantahkan oleh pakar lainnya Jhon Sidel. Bagi Sidel, kini telah terjadi pergeseran karena dilevel bawah sudah dipolitisasi oleh tingkat atas dalam bentuk politisasi aturan maupun kontrol jaringan.
“Bagi saya pernyataan Sidel benar adanya. Level atas sudah mempolitisasi segala aturan demi mengamankan kepentingannya. Maknya, fungsi pemerintahan memperlancar terbentuknya raja defenitif kini telah terbengkalai,”pungkasnya. (MG3)
Komentar