Atasi “Bola Liar” Cak Saimima

Istimewa/Kabartimurnews

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Rangkap Jabatan Direktur Kepatuhan (Dirkep) sekaligus Direktur Kredit dan Pemasaran Bank Maluku saatnya dilepas dari Aletha da Costa. Karena sudah ada pejabat lain bernama Abidin, lebih berkompeten untuk posisi itu sesuai hasil seleksi fit and propert test.

Cilakanya, meski RUPS 19 Oktober 2018 yang digelar PT Bank Maluku-Malut di Jakarta bahkan meneguhkan jabatan itu untuk Abidin, Ketua Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank Maluku Izaak Saimima terkesan tutup mata.

Dia membiarkan jabatan Direktur Kepatuhan tetap dipegang Aletha da Costa, yang juga Direktur Kredit dan Pemasaran Bank Maluku. Bukan Izaak alias Cak Saimima namanya, kalau tidak mampu “bermanuver.”

Konon rangkap jabatan Aletha da Costa berawal, pasca jabatan Direktur Kepatuhan ditinggal Izaac Baltazar Thenu yang masuk masa pensiun. Lalu Cak Saimima disebut-sebut menggunakan wacana, bahwa kekosongan jabatan Direktur Kepatuhan tidak baik bagi kesehatan bank.

Meski sudah ada Abidin untuk jabatan Direktur Kepatuhan, Cak Saimima yang punya kewenangan diduga memainkan “jurus makan tikungan” mengorbitkan Aletha da Costa. Di RUPS sebelumnya, manuver Cak Saimima cukup telak.

Dia memanfaatkan RUPS yang konon juga disetting untuk memperpanjang masa kerjanya sendiri dan Jusuf Latuconsina selaku komisaris bank serta Aletha da Costa selaku Direktur Pemasaran dan Kredit sekaligus Direktur Kepatuhan pasca Gubernur Said Assagaff masuk masa cuti Pilgub Maluku Juni 2018.

Bak gayung bersambut, manuver Cak Saimima diamini Plt Gubernur ketika itu, Zeth Sahuburua. RUPS digelar, hasilnya ketiga pejabat bank diakomodir. “Nah cerita Aletha da Costa rangkap jabatan meski sudah ada Pak Abidin mulainya dari manuver Cak Saimima itu,” beber sumber Kabar Timur, Selasa (27/11).

Mengomentari hal ini, Kuasa Hukum Serikat Pekerja Bank Maluku Ode Abdul Mukmin meminta perhatian Komsirasi Utama Nadjib Bachmid, Gubernur Maluku Said Assagaff selaku PSP maupun OJK Perwakilan Maluku.

“Kalau situasi internal banknya seperti itu, yah kita minta komisaris utama, Psp dan OJK ambil sikap. Manuver orang dalam bank mengakomodir kepentingan pribadi hanya bikin bola liar . Bank Maluku akan sulit berkontribusi untuk daerah,” kata Ode.

Terkait sinyalemen Kuasa Hukum SP Bank Maluku itu, sebelumnya DPRD Maluku Jumat (23/11) lalu memanggil Direksi dan Komisaris yang merupakan Pengurus Bank Maluku untuk dimintai keterangan. Terungkap, kalau laba atau keuntungan bersih Bank Maluku cukup kecil, tidak mampu berkontribusi selama tiga tahun sebagai sumber pendapatan bagi daerah.

Dua Komisaris Bank Jusuf Latuconsina dan Izaak Saimima dan dua Direksi Bank Aletta da Costa dan Burhanudin Waliulu dimintai keterangan dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) yang dihadiri dua pimpinan DPRD Edwin Huwae dan Said Muzakkir Assagaff. Sementara Pemprov Maluku, hadir Sekda Maluku Hamim bin Taher.

Dalam rapat tersebut isu utama yang mengemuka adalah kecilnya pertumbuhan laba Bank sejak tahun 2015, senilai Rp 143 miliar. Disusul tahun 2016 Rp 140 miliar, tahun 2017 Rp 141 miliar dan tahun 2018 ditarget senilai Rp 161 miliar. Sementara target tahun 2019 Rp 172 miliar.

Dari nilai-nilai tersebut DPRD Maluku melihat pertumbuhan laba Bank Maluku tak bergerak. Relatif stagnan karena hanya berputar di kisaran Rp 140-an miliar. Kecuali tahun 2018 yang masih “di awang-awang” sesuai target sebesar Rp 162 miliar.

Namun Direktur Pemasaran dan Kredit Aletta da Costa bersikeras nilai laba bank sejak tahun 2015 sudah baik. Ini menjadi dasar bagi nilai laba akan meningkat di tahun 2019. Apalagi didukung kebijakan-kebijakan pemerintah terbaru yang mendukung perbankan nantinya. “Tahun 2019 ada kebijakan-kebijakan dari sisi pemerintah. Sementara tren laba cukup bagus tahun 2015, 2016, 2017,” ujar Aletta.

Menurut Aletta, laba yang dicapai masih cukup baik apalagi kondisi bank dalam tahun-tahun sebelumnya dilanda banyak kasus keuangan. Antara lain kasus korupsi pembelian kantor cabang Bank Maluku Surabaya Rp 54 miliar dan kasus Reverse Obligasi Repo yang merugikan bank Rp 238 miliar lebih.

Sementara Komisaris Jusuf Latuconsina meminta DPRD tidak hanya menyoroti sisi finansial bank yang terpuruk. Tapi perlu melihat tingkat penyerapan tenaga kerja bank yang begitu baik di semua cabang Bank Maluku di daerah.
Sedang Komaris Izaak Saimima menuding pemerintah kabupaten/kota sebagai penyebab tidak adanya kontribusi bank kepada

Pemprov Maluku. “Pemprov harus lihat teman-teman bupati/walikota. Daerah setor uang atau tidak?,” ujar Saimima.

Menariknya, pernyataan mantan birokrat Pemprov Maluku itu ditanggapi sinis Ketua DPRD Edwin Huwae. Edwin meminta Izaak Saimima tidak melontarkan pernyataan yang bakal menimbulkan blunder dan menjadi bola liar karena belum tentu kebenarannya terkait setoran daerah ke Bank Maluku. “Bola liar itu ada di bapak (Izaak Saimima) jadi jang kasih bola susah par katong,” ujar politisi PDIP itu tak kalah sigap.

Edwin bahkan meminta para pengurus Bank Maluku lebih mengedepankan kepentingan daerah. Dia meminta direksi dan komisaris bank yang hadir agar tidak mendebat anggota DPRD. “Saya juga bisa saja berdebat dengan ibu (Aleta da Costa). Tapi kalau kita taruh kepentingan Maluku di atas segala-galanya pasti kontribusi Bank Maluku akan lebih baik,” ujarnya.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Said Muzakkir Assagaff menilai pertumbuhan laba Bank Maluku belum signifikan sebagaimana harusnya dicapai. Politisi PKS ini sangsi Bank Maluku mampu merealisasikan target pembagian deviden atau keuntungan kepada Pemprov selaku pemegang saham utama, 46 persen.

Menurut Assagaff, proyeksi laba tahun 2018 sebesar Rp 161 miliar dibanding proyeksi tahun 2019, Rp 172 miliar, tak cukup menjanjikan deviden sesuai porsi Pemprov selaku pemegang saham utama. “Angkanya sangat kecil. Rasio deviden berdasarkan laba bersih, kalau flat datar seperti itu bagaimana mungkin? Seharusnya proyeksi laba harus lebih besar,” ujar Assagaff. (KTA)

Komentar

Loading...