Korupsi DD, Setelah Porto Jaksa Bidik Kulur
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Institusi Kejaksaan tampaknya tak main-main mengusut dugaan penyelewengan keuangan negara yang dianggarkan melalui dana desa dan ADD. Di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) setelah Negeri Porto, tim jaksa Kcabjari Saparua mulai membidik kasus yang sama di Negeri Kulur.
Pengelolaan DD dan ADD Negeri Kulur tahun 2016 disinyalir sarat masalah. Dari laporan yang masuk, penyelewengan dilakukan dengan cara memanipulasi laporan pertanggungjawaban, padahal kenyataan lapangan diduga mark up dan fiktif.
"Kita sudah mulai masuk untuk kasus di Desa Kulur, tapi masih puldata dan pulbaket. Pengumpulan bahan dan keterangan," ujar Kacabjari Saparua Leonard Tuanakotta kepada Kabar Timur, Jumat, kemarin.
Sebelumnya Kcabjari Saparua berhasil menetapkan tiga orang tersangka terkait dugaan korupsi DD dan ADD Negeri Porto . Masing-masing Raja Marthen Nanlohy, Sekertaris Desa Hendrik Latupeirissa dan Bendahara Salmon Noya. Ketiga orang ini kembali akan diperiksa, sebelum perkara mereka dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Ambo dalam waktu dekat.
Leonard mengakui, kekurangan personil membuat proses penyelidikan dugaan korupsi DD dan ADD Negeri Kulur sementara menjadi lambat. Namun, hal itu tidak menjadi alasan utama. Pihaknya akan fokus menuntaskan penyelidikan, apalagi perkara untuk Negeri Porto tak lama lagi tuntas.
Pengelolaan DD dan ADD Negeri Kulur Kecamatan Saparua Kabupaten Malteng tahun 2016 disinyalir sarat manipulasi data, bahkan beberapa di antaranya fiktif. Konon, laporan dugaan korupsi ini dilaporkan oleh Forum Bersama Masyarakat Kulur (FBMK) langsung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, dan akhirnya didisposisikan ke Kcabjari Saparua.
Dalam laporannya pihak FBMK menilai ada indikasi penyelewengan jabatan oknum aparat pemerintah maupun saniri negeri Kulur sehingga berpotensi merugikan keuangan negara pada DD ada ADD tahun 2016.
Beberapa mata anggaran seperti bantuan pertanian sebesar Rp 25 juta kepada 25 orang yang terbagi dalam 5 kelompok, uangnya disunat. Yang mana masing-masing mendapat bantuan berupa satu buah linggis, parang disertai uang sebesar Rp 600 ribu.
Anggaran pemberdayaan senilai Rp 300 ribu per orang juga disunat oknum pemerintah desa dalam item kegiatan usaha mikro. Penerima bantuan sebanyak 21 orang dengan anggaran sebesar Rp 2 juta per orang atau total Rp. 42 juta. Sementara LPJ-nya, oknum pemerintah negeri menambahkan 20 orang lagi sehingga menjadi 41 orang penerima bantuan. Namun tambahan tersebut diduga fiktif.
Bukan saja pos pemberdayaan dan bantuan pertanian namun indikasi juga terjadi pada pos pengadaan anakan cengkeh yang menelan anggaran sebesar Rp 180 juta. Setelah dikalkulasi penyelewengan anggaran sebesar 30% lebih atau sekitar Rp. 60 juta.
Begitupun untuk pembukaan lahan untuk Jalan Tani, pelaksanaannya diduga janggal. Pekerjaan tidak dilengkapi papan nama berisi informasi proyek tentang berapa besar anggarannya, prasasti, maupun pihak yang menangani proyek tersebut.
Sayangnya sesuai data dan fakta di lapangan, akunya, pemakaian alat berat tidak sampai 16 hari dengan anggaran yang masih dipertanyakan. Dari sisi penganggaran, penyusunan RAP pengelolaan DD dan ADD tersebut dengan sejumlah item pekerjaan, ternyata realisasinya banyak yang meresahkan masyarakat Negeri Kulur. (KTA)
Komentar