Lekipiera Lapor Hakim ke KY
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - vonis Hakim Pengadilan Tinggi Ambon asal-asalan, Wakil Ketua DPRD Kabupaten MBD Hermanus Lekipiera menyampaikan gugatan ke Komisi Yudisial (KY). Putusan banding yang menentukan ‘mati hidup’ kariernya malah berisi perkara korupsi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
“Putusan banding Hakim PT pake putusan Ibu Lou Puttileihalat. Iyo beta ada liat juga, ada di halaman 104 dan 105 dalam putusan banding perkara dana bos MBD 2009-2010,” ungkap Rony Samloy, kuasa hukum Hermanus Lekipiera kepada Kabar Timur, Selasa (2/10).
Itu bukan kekeliruan pengetikan kata Rony. Sebab sebuah putusan pengadilan mengikat secara hukum. Bahkan asumsi yang paling mungkin adalah majelis hakim tinggi tidak mempelajari benar memori banding yang diajukan.
“Masa kasus orang lain dipakai untuk vonis orang lain padahal perkara beda, tempat beda, fakta dan perannya pasti berbeda. Yang paling mungkin majelis hakim tidak cermat. Hakim tinggi tidak pertimbangkan memori banding dari terdakwa,” papar dia.
Menurut Rony, hal ini semakin memperkuat dugaan KPK berdasarkan evaluasi Komisi Yudisial (KY) bahwa selain pengacara, lembaga kehakiman patut dipertanyakan. “Kita ke KY kita akan lampirkan bukti-bukti semua. Keadilan ini seng ada lai di dunia. Dong biking hukuman tambah naik, sementara memori banding dong pake putusan perkara orang lain, dunia su bagaimana ini?” ujar Rony dengan nada prihatin.
Dijelaskan, memori banding sebagai pembelaan terhadap putusan Pengadilan Tipikor Ambon yang memvonis Lekipiera sama sekali tidak dipertimbangkan majelis hakim tinggi. Faktanya, lampiran pernyataan 57 Kepsek ditambah Pegawai UPTD, menerangkan bahwa mereka mengaku serahkan uang sisa dana BOS ke terdakwa Hermanus Lekipiera. Tapi kliennya itu menolak keterangan para kepsek tersebut bahwa duit sisa sebanyak Rp 354 juta diterima terdakwa.
Seharusnya ini jadi pertimbangan majelis hakim tinggi untuk memutus vonis banding terhadap Hermanus. “Itu pernyataan sepihak yang tidak diakui klien kami. Khan harusnya kuitansi ada tandatangan dua pihak,bukan tanda tangan kepseknya saja. Tapi kenapa tidak dipertimbangkan?” imbuhnya.
Sebut saja soal bukti kuitansi yang dilampirkan, merupakan fakta yang dinilai hasil rekayasa jaksa penyidik Kcabjari Wonrelli yang mengusut kasus ini. Yakni bukti kuitansi yang sudah ditolak oleh terdakwa di persidangan, kalau kuitansi berisi nilai pengembalian uang sisa dana BOS 2009-2010 itu tidak benar.
Karena diduga kuitansi pengembalian itu dibuat sendiri oleh 57 kepsek, sebab tidak ada tandatangan terdakwa. “Kita tolak semua keterangan mereka di persidangan. Karena uangnya dimana, kami terima dimana, kalau kami tanda tangan kuitansi itu boleh. Tapi pengadilan tinggi tidak pertimbangkan fakta itu, padahal itu semua tertuang dalam memori banding kami,” terang Rony.
Selain itu, keterangan kepala-kepala sekolah yang punya hati nurani juga berhasil diperoleh. Beberapa surat pernyataan yang dibuat para kepsek soal pengembalian kelebihan dana BOS yang jadi objek kerugian keuangan negara dibuat di bawah tekanan oknum jaksa penyidik.
“Mereka bilang penyidik yang suruh mereka tanda tangan saja, sementara redaksi kalimatnya disiapkan oleh penyidik sendiri,” bebernya.(KTA)
Komentar