Polisi Diminta Tindak Somel Ilegal
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON- Di Desa Kamal, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), terdapat somel atau tempat pengolahan kayu yang diduga ilegal. Aktifitas perusahaan milik Mat itu sudah berlangsung lama, dan diduga diketahui aparat penegak hukum setempat.
Ironisnya, somel itu tidak pernah disentuh hukum baik dari Dinas Kehutanan maupun aparat Polres SBB. Padahal, intruksi Presiden RI melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2005, jelas.
Ketua Komisariat Daerah Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia, salah satu Badan Peserta Hukum untuk Negara dan Masyarakat, Kabupaten SBB, Landu, mengatakan, Somel tersebut diduga kuat telah melakukan aktivitas tanpa mengantongi izin dari pihak berwenang.
Mirisnya, hingga tempat itu masih tetap melakukan aktivitas ilegal dan menerima hasil kayu olahan dari berbagai daerah seperti Nuruwe, Kaibobu dan Lohiatala.
Menurutnya, jika mengacuh pada Inpres Nomor 4 tahun 2005, kepolisian dan pihak terkait yang telah mengetahui aktivitas ilegal itu, mestinya melakukan penyelidikan terhadap pengolahan kayu. Dan, apabila ditemukan adanya perbuatan melawan hukum, maka pemilik Somel, diproses secara hukum.
“Olehnya itu, dengan tegas saya mengatakan, jika pihak yang berwenang baik Pemerintah Provinsi Maluku, Pemerintah Daerah dan tidak membijaki masalah tersebut secara serius, maka saya akan melaporkan masalah ini kepada presiden RI dan tembusannya secara prontal dari pusat hingga ke daerah,” tegas Ketua LMR-RI, Landu, Minggu (2/9).
Sementara itu, praktisi hukum, Henry Lusikooy yang dikonfirmasi wartawan menjelaskan, ketentuan pidana menurut UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang di atur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya dalam Pasal 78 UU No. 41/1999, merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari.
“Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang saat melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan,” jelasnya.
Menurutnya, efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan, menjadi berpikir kembali untuk melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidananya berat.
Sedangkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) menyatakan bahwa, “Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 5 milyar.
“Intruksi Presiden sudah terang benderang. Olehnya itu, saya berharap kepada pihak kepolisian Polres SBB agar segera melakukan penyelidikan dan menindak tegas pemilik Somel baik dengan sanksi administratif maupun Pidana. Sedangkan Kapolres SBB harus menugaskan Polisi atau Brimob pada pos - pos strategis penambangan kayu liar dan peredaran hasil hutan illegal. Sehingga para pelaku termasuk pemodal, penadah, dan aktor intelektual dalam kegiatan penebangan kayu liar dan peredaran hasil hutan ilegal tidak bertindak semau mereka,” tegas Lusikooy. (CR1)
Komentar